Share

Sean : Our Vacation

Note : Ada adegan 18+

Sesuai dengan janjinya, William datang ke apartemenku dengan beberapa barang bawaannya, mobil miliknya pun ditinggalkan di parkiran , karena kami akan berangkat dengan mobilku. Kali ini aku yang duduk di kursi kemudi, sedangkan William hanya duduk manis di sampingku. Perlahan Jazz-ku berlalu meninggalkan kawasan apartemenku langsung menuju Ancol.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, kulajukan mobilku santai sebab jalanan terlihat cukup sepi. “Kamu sudah menyiapkan semuanya, Sean?” suara William mengalihkan pikiranku yang hanya terfokus pada jalanan.

Yes, everything Will, so kamu tidak perlu takut,” jawabku seraya tersenyum padanya.

Ia terlihat mengangguk dan tersenyum padaku

.

Ya aku tahu dari Monica, William memang termasuk sosok yang perfeksionis, jadi ia pasti ingin semuanya sudah disiapkan sebaik mungkin. Tapi aku memang sengaja tidak memberitahu kami akan bermalam di mana, aku hanya ingin memberikan kejutan padanya.

Mobilku kini sudah memasuki kawasan Ancol, kami pun siap berpindah untuk menaiki kapal yang akan mengantar kami langsung ke Pulau Sepa. Tidak terlalu banyak penumpang yang ikut menaiki kapal yang kami tumpangi dan ternyata mereka pun tidak memiliki tujuan yang sama dengan kami.

Kami turun berdua di Pulau Sepa ini, aku benar-benar merasa senang melihat keadaan yang sesuai dengan rencanaku, yakni sebuah pulau yang sepi dari pengunjung. Tangan William tiba-tiba mengenggam erat tanganku, di wajahnya  terpancar senyuman yang selalu kuingat. Kami berdua berjalan santai, “Will… rasanya aku masih tidak percaya kita akan melakukan ini…” ucapku seraya tertawa, tidak mampu menyembunyikan rasa bahagiaku yang teramat sangat.

William tidak menjawab, hanya tersenyum dan ikut tertawa denganku.

Aku mencari tempat yang cocok untuk aku bisa mendirikan tenda. Ya rencanaku adalah mengajak William bermalam di pinggir laut dengan tenda yang sudah aku bawa.

“Apa yang mau kamu lakukan Sean?” tanya William melihatku membongkar tas yang kubawa

.

“Aku akan mendirikan tenda disini dan malam ini, kita akan bermalam di tenda…” jawabku seraya tersenyum padanya.

Are you sure Sean? But okay, maybe it an be interesting.”

Yeah sure, Will….”

Ternyata William ikut membantuku membangun tenda, meski ia terlihat sedikit kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan dan akhirnya tenda kami berhasil berdiri. Terakhir aku memasang payung tempat untuk aku dan William berteduh, kemudian kami melepas penat kami dengan duduk berdampingan.

Di luar dugaan, William merangkul pinggangku mesra. Aku yang merasa nyaman dengan perlakuan William tersebut, perlahan kusandarkan kepalaku di pundaknya. Sungguh aku tidak menyangka, aku bisa memiliki momen seperti ini bersama William.

.

“Will… rasanya aku masih tidak percaya kita memiliki rasa yang sama,” kataku memecahkan keheningan kami di tengah deburan ombak.

“Ya Sean aku juga, aku pikir aku tidak akan mampu menjalin hubungan cinta dengan siapa pun. Aku terlalu takut Sean…” jawabnya kemudian meraih tanganku serta digenggamnya erat.

“Takut…? Kamu kamu takut apa Will?”

“Papa, I am really afraid of him. Ia tidak akan pernah merestui hubunganku dengan pria mana pun, ia mungkin malah akan mengusirku sama seperti yang dilakukan kepada paman Richard dulu.”

Aku terdiam mendengar pernyataan William barusan. Pantas setahuku ia mati-matian menyembunyikan dirinya, namun demikian aku tetap bisa menduga ia adalah seorang gay. Ya semenjak pertemuan kami di photo shoot itu, aku langsung bisa mengetahuinya ia sama sepertiku, hanya saja aku belum yakin memiliki rasa denganku.

“Uh…hmm, Will bagaimana kalau kita menikmati menu makan siang kita? Aku tadi sudah sempat membeli burger dan kentang goreng. Nanti malam kita baru bakar-bakar ikan,” aku mencoba mengalihkan pembicaraan agar William tidak larut dalam kesedihan dan ketakutannya sendiri.

“Hmm, jadi kamu memang sudah menyiapkan semuanya yah, Sean?”

“Ya, seperti yang sudah kubilang,” kuambil kentang goreng dan kusuapkan kepada William.

William pun tidak mau kalah, ia pun menyuapkan kentang kepadaku, baru kemudian kami menikmati Burger. Tujuanku ingin membuat William bahagia dan melupakan sejenak masalah yang mungkin sedang ia hadapi, maka tadi aku langsung mengajaknya makan siang begitu ia menceritakan tentang pamannya itu.

“Will kamu tidak keberatan dengan rencanaku menginap di tempat terbuka seperti ini kan?” tanyaku begitu kami selesai menikmati makanan kami.

No. but yeah, it’s my first time, Sean,” William tersenyum padaku.

Aku mengangguk, “Besok pagi kita akan pindah ke cottage di sana, aku sudah memesan kamar untuk besok.”

William tiba-tiba berdiri dan mengulurkan tangannya kepadaku, aku serta merta menyambutnnya dan ikut berdiri. Ternyata William ingin mengajakku berjalan-jalan ke tempat lainnya, mencari pemandangan lainnya. Sepanjang perjalanan William tidak pernah melepaskan tanganku, maka aku pun bergelayut manja di pundaknya.

Semua pemandangan di Pulau Sepa ini begitu menghipnotisku, pasirnya yang masih berwarna putih dan pastinya kami bisa melakukan snorkeling ditempat ini. Tapi itu jadwal untuk esok hari, jadwal ini adalah menikmati semua yang ada di pinggir pantai.

William tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya dan memeluk tubuhku dari belakang, tangannya tepat berada di perutku sedangkan kepalanya bersandar di pundakku. Aku benar-benar menikmati momen ini, bisa berada dipelukan William sambil menikmati keindahan pantai. Tidak ada yang berbicara diantara kami, aku hanya diam merasakan kehangatan pelukan William.

Kemudian kami pun berjalan santai kembali tempat kemah kami, langit pun perlahan berubah menjadi kuning di arah barat, lagi-lagi William menarikku ke dalam pelukannya dan diberikannya sebuah kecupan hangat di bibirku, perlahan kemudian kubalas kecupannya tersebut.

*****

Aku tidak pernah membayangkan seorang William Wang membakarkan ikan untukku dan itu benar-benar terjadi saat ini. Ia membakarkan ikan untukku dan tentu saja tetap aku bantu dia, sebab ia seperti kesulitan tapi ia tetap mau mencobanya.

“Sudah matang belum ini Sean?” tanya masih sambil masih membakar ikan.

“Sebentar lagi deh Will, kecuali kamu suka ikan yang setengah matang,” jawabku.

“Tapi kan ini untukmu Sean, kamu mau yang bagaimana memangnya?”

“Matang”

“Oke, kamu tunggu yah.”

Aku mengangguk.

Angin pantai berhembus perlahan membuatku mendekap tubuhku sendiri, padahal aku sudah memakai sweater yang cukup tebal tapi rasa dingin masih begitu kuat. Aku pun kemudian bergeser ke arah William dan melihatnya yang masih sibuk dengan ikan bakar buatannya.

Here… hope you like it…” William menyerahkan ikan bakar yang sudah selesai dia bakar.

Thanks Will…” aku pun meniup-niup perlahan ikan bakar sebelum akhirnya mencicipi ikan bakar buatannya.

William pun kemudian kembali membakar ikan untuk dirinya sendiri, “Bagaimana rasanya? Tidak burukkan?”

Nope, I like it Will…”

William tersenyum padaku.

Tidak lama kemudian, William menyusulku mencicipi ikan buatannya sendiri, sedangkan aku sudah hampir selesai menikmati ikan tersebut. “Benarkan masakanmu tidak buruk Will?” aku sengaja menggodanya.

Yeah, i guess so…” jawabnya seraya menahan tawa.

Aku mengangguk dan membersihkan mulutku dengan tisu

Thanks Sean…” ucap William memecahkan keheningan kami.

Aku yang baru saja mengusir dingin dengan memakaikan  selimut  di tubuhku sendiri, dikejutkan dengan William yang sudah berada di belakang dan memeluk tubuhku erat.

“Kamu kedinginan ?” tanyanya tepat ditelingaku.

Aku menggangguk dan tersenyum kepadanya.

Diletakkan kepala William di pundakku dan ia semakin mengeratkan pelukannya, meski demikian aku merasa sangat nyaman dengan pelukan ini. Dinginnya angin laut sedikit berkurang setelah William memelukku seperti ini.

Thanks Sean…” bisik William.

“Terima kasih? Untuk apa Will?” tanyaku kebingungan.

“Untuk kesempatan yang sudah kamu berikan, aku bisa kembali merasakan bagaimana dicintai dan bagaimana mencintai…”

Yeah me too Will…”

Karena malam terasa semakin dingin, kami pun  kemudian memutuskan untuk segera masuk ke  dalam tenda. Setelah kejadian barusan, akhirnya aku pun diminta William untuk tidur dalam pelukannya lagi.

*****

Rencana snorkeling kami batal, William tiba-tiba tidak mau beranjak dari ranjang setelah kami pindah menginap di cottage. William bilang ia butuh istirahat dan bahkan untuk diajak makan di restoran cottage ini, ia bilang enggan. Ia malah meminta untuk makanannya diantar ke kamar kami saja,  aku pun tidak tega jika harus memaksanya.

Maka sesuai dengan permintaan William, aku pun memesan makanan via telepon. Sedangkan William masih asyik bergelung di atas ranjang.

Come on, lazy man. Kamu pokoknya harus makan sendiri, aku tidak mau jika harus menyuapimu,” ucapku seraya berdiri dan menatap William yang masih dengan santainya tidur di ranjang.

William pun tertawa mendengar ucapanku, “Memang aku tidak boleh bermanja-manjaan denganmu Sean?”

Mau tidak mau aku akhirnya tersenyum juga mendengar perkataan William barusan, kemudian aku berjalan mendekatinya dan duduk di atas ranjang. “Tentu saja boleh Will,” kukecup kening William singkat.

Mata kami pun saling bertemu lalu tiba-tiba saja William mengecup bibirku perlahan, sontak kubalas kecupan tersebut perlahan. Tapi sial sebuah ketukan pintu menginterupsi kami, karena aku tahu William masih ingin bermalas-malasan jadi aku yang harus membukakan pintu. Ternyata benar pesanan kami sudah jadi, aku pun mengucapkan terima kasih kepada petugas room service serta tak lupa memberikannya tip.

Kubawa nampan yang berisi pesanan kami dan kuletakkan di atas meja kecil yang berada di samping pintu beranda. “Ayo Will… apa kamu tidak lapar?” tanyaku yang sudah lebih dulu duduk di bangku rotan.

Kuperhatikan William sudah beringsut malas dari ranjang, baru kemudian dia menghampiriku dan duduk di bangku yang berhadapan denganku.

“Mari makan…” ucapku seraya menyendok sup bakso ikan milikku

.

William pun menikmati steak sapi pesanannya.

Dan memang dasar William, si pemalas. Ia kembali naik ke atas ranjang dan kembali berbaring santai begitu ia selesai menghabiskan menu makan siangnya itu.

“Will… aku baru tahu kalau kamu tuh malas sekali yah?” ejekku seraya merapikan bekas makan tadi dan kemudian menaruh bekas makan tersebut di depan pintu masuk.

Aku yang tidak mau mengganggu acara bermalas-malasan William pun segera berlalu ke arah beranda yang menghadap ke laut. Sebenarnya aku agak kecewa karena hari ini kami batal snorkeling, padahal aku sudah membayangkan akan melakukan itu bersama William.

Aku menarik nafas perlahan sambil memperhatikan deburan ombak yang bersaut-sautan, tapi meski demikian aku masih tetap senang. Ya William mau menemani aku liburan, tak lupa pelukan hangat sepanjang malam yang diberikan oleh William kepadaku. Maka wajar ia membutuhkan istirahat saat ini, ya aku harus mencoba memahami keadaannya.

Hubunganku dengan William pun masih tergolong baru, masih banyak yang perlu kuketahui tentangnya, demikian pula dengan William yang memang masih harus mengenalku lebih dalam lagi. Semenjak pertama kali melihat sosok William di salah satu majalah yang pernah kubaca, aku merasa seperti sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya. Hanya saja aku pikir itu tidak akan pernah terjadi. Namun aku tetap  berpikir bagaimana caranya agar aku bisa mengenalnya.

Ia seorang pengusaha sukses sedangkan aku hanya seorang model, meski aku sendiri juga pernah muncul di berbagai majalah fashion. Tapi aku rasa hal itu tidak akan mungkin bisa membawa aku mengenalnya. Tapi Tuhan punya cara-Nya sendiri, Ia mempertemukan aku dan William dalam proyek terbaru perusahaan William.

Lalu yang terjadi berikutnya lebih mengejutkan lagi, William juga seakan menunjukkan bahwa ia juga menyukaiku, mulai dari aksi curi pandang yang dia lakukan padaku saat photo shoot. Lalu pertemuan kami di Skye dan puncaknya di hari ulang tahunku itu.  Semua akan berjalan mulus tanpa ada hambatan sedikit pun, hanya William yang masih belum mampu mengatasi masalahnya sendiri.

Ya kalau saja kedua orang tuaku masih hidup, bisa jadi aku akan menghadapi masalah yang sama dengan William. Aku tidak akan bisa menyatakan diri sebagai seorang pria gay dengan begitu terbuka.

William sendiri memang bukan kekasih pertamaku, aku sudah beberapa kali menjalin hubungan asmara dengan beberapa teman model lainnya. Tapi semuanya tidak ada yang bertahan lama, karena aku tahu mereka tidak ingin hubungan yang panjang. Sekali aku berhasil menemukan seseorang yang memiliki keinginan yang sama denganku, tapi kami dipisahkan oleh orang tuanya.

Jujur mendengar cerita William kemarin, membuat aku kembali mengingat kejadian itu lagi. Akankah aku kembali dipisahkan dari William juga? Apakah William memilih meninggalkan aku sama seperti yang dilakukan mantanku?

Entah sudah berapa lama aku berdiri di beranda ini, langit pun sudah berubah menjadi kuning di sebelah barat, tiba-tiba saja aku merasa ada memeluk tubuhku dari belakang. Perlahan kutolehkan kepalaku ke belakang, ternyata William sudah bangun dan dia yang memelukku dari belakang.

“Hmm… jadi kamu sudah bangun Will, bagaimana tidurmu?” tanyaku yang masih menikmati pelukan hangat William.

Not bad, sesuai janjiku kita akan snorkeling besok. Aku minta maaf karena sudah membuatmu sendirian tadi siang…”  tiba-tiba William menghadiahi ciuman di leherku.

“Hmmm.. Will  bukankah kita sudah harus siap-siap pulang?”

“Kita extend aja liburan kita sayang…”

“Kamu yakin Will…?”

“Ya, kenapa tidak? Nanti aku tinggal bilang pada Monica, sahabatmu itu,” William semakin erat memelukku sedangkan bibirnya masih berusaha menjelajahi leherku.

Yang terjadi kemudian lebih membuatku kaget lagi, tiba-tiba saja William langsung menggendongku dan membawaku masuk ke dalam kamar. Ditaruhnya tubuhku perlahan di atas ranjang kemudian kembali melumat bibirku singkat sebelum ia kembali berlalu dari hadapanku.

Aku yang masih kaget dengan apa yang baru saja terjadi, mencoba duduk serta menatap William yang kini berdiri di depan tas miliknya seperti hendak mengambil sesuatu. Jangan bilang ia mengambil botol lubricant, tapi tunggu dulu sepertinya aku tahu apa itu. Ya itu lubricant, meski aku belum pernah memakainya tapi aku tahu itu apa.

Perlahan William berjalan menghampiriku lalu duduk disampingku dan diletakan lubricant tersebut di nakas samping tempat tidur. Tangannya pun kini mulai menyusuri wajahku perlahan, merasakan sentuhan William membuatku perlahan-lahan menutup kedua mataku.

Berikutnya aku merasakan sebuah ciuman lembut di bibirku, aku pun mulai membalas ciuman tersebut. Tapi ternyata William menuntut lebih, lidahnya berusaha bermain dengan lidahku.  Ciuman ini mulai terasa semakin liar, lidah kami perlahan sudah saling bertemu dan saling memilin satu sama lain.

Tanpa kusadari William sudah berhasil melepaskan kemeja putih yang kugunakan, perlahan aku tidak merasakan bibir William di bibirku sebab bibirnya sudah mulai berpindah ke leherku. Aku tidak menyangka William akan bertindak seliar ini.

Mulutku pun sudah tidak kuasa untuk tidak mengeluarkan suara desahan akibat perbuatan William. Perlahan aku mulai menyandarkan tubuhku di atas ranjang, mencoba merasakan sentuhan William. Ini bukan mimpi kan, William benar-benar sedang mencumbuku kan?

“Will...mnm…” panggilku

.

Yes… Baby…” jawab William yang baru saja mencumbu dadaku.

Perlahan William mengubah posisinya dan kemudian dia menatapku, “Kenapa Sean? Kamu tidak mau?” dibelainya rambutku.

“Of course, i want it Will… i really want you…” kulumat bibir William perlahan.

So what’s wrong baby?” William melepaskan lumatanku dan menantapku intens.

Hmm… I am just shock..”

William tertawa kecil, “Hmm… aku hanya ingin menebus kesalahanku yang mendiamkanmu  sepanjang siang tadi. Bukan kah seharusnya kita menikmati waktu bersama-sama?”

Aku mengangguk.

“Nah let me satisfy you Sean…” kembali dilumatnya bibirku perlahan.

Tanganku kini bergerak melepaskan t-shirt milik William, sudah lama aku ingin melihat William bertelanjang dada, saat ia mengenakan kemeja yang begitu pas membentuk tubuhnya saja sudah bisa membuatku membayangkan bagaimana bentuknya. Dan kini di depan kedua mataku aku bisa menikmati keindahan tubuh William secara langsung.

Tanganku perlahan menyusuri punggung William dan dalam hitungan detik aku sudah ada dalam pelukannya. William menarikku bangun dan memeluk tubuhku erat, lalu mulutnya mulai kembali menjelajahi leherku lagi.

Dan lagi-lagi dia berpindah ke dadaku dan terus turun ke bawah, tangannya tiba-tiba saja sudah mau melepaskan celana jeans yang kugunakan dan pada akhirnya William sudah lebih dulu menelanjangiku yang kini hanya berbaring pasrah di atas ranjang.

Wajahku rasanya sudah semerah tomat, William sudah melihat setiap inci tubuhku. Belum lagi ia melihat milikku sudah cukup menegang. Sialnya William malah tersenyum dan kemudian meraihnya dan bahkan mulai menikmati bagian sensitifku itu.

Aku sungguh tidak kuasa jika harus tidak bersuara lagi, ini sungguh terasa begitu nikmat. Aku tidak menyangka William pandai dalam bercinta, rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh. Tanpa kusadari William pun sudah melepaskan semua pakaian, William pun perlahan beringsut mengambil botol lucbricant tersebut.

Pertama-tama William mengolesi lubricant itu pada miliknya yang sudah tegang juga, melihat ukurannya cukup membuatku terkejut. Ya aku tidak pernah berani membayangkan bagaimana miliknya, aku tidak senakal itu. Tapi kini semua bisa aku lihat langsung, William nampak tersenyum menggodaku dan tiba-tiba bibirku kembali dilumat dan kedua jarinya berusaha masuk ke dalam lubangku sambil mengolesi lubangku dengan lubricant.

Kalau saja bibirku sedang tidak dilumat William mungkin aku sudah memekik kesakitan, tapi perlahan-lahan aku mulai terbiasa dengan sentuhannya. Tubuhku perlahan mulai bisa mengikuti permainan nakal ini. William ang berada di atasku melepaskan ciuman kami perlahan lalu dia mulai mengeluarkan jarinya dan sesaat kemudian jarinya sudah berganti dengan miliknya yang berusaha memasuki lubang bokongku.

Aku meringis sesaat, perih dan sakit itu yang kurasakan diawal namun kini perlahan sudah mulai berubah menjadi sesuatu yang nikmat ketika miliknya mulai menyentuh titik lemahku. Gerakan William masih terasa cukup lama seakan dia takut menyakitiku perlahan tubuhku kini sudah mulai terbiasa dan malah sangat menikmatinya, maka bukan salahku jika aku kini mulai mendesah perlahan.

William pun sama bergairahnya sepertiku, sebab aku bisa merasakan miliknya berkedut perlahan  di dalam tubuhku dan masih bermain di titik kenikmatanku.  Aku yang sudah dari tadi menuju titik pelepasan akhirnya memuntahkan cairan kepuasan milikku tepat di perut William yang berhadapan dengan milikku. Aku yang sudah memuntahkan cairan kenikmatan berusaha mengatur nafas perlahan, belum puas aku menghirup oksigen tahu-tahu saja William sudah kembali melumat bibirku penuh nafsu.

Dan kurasakan milik William semakin hebat berkedut di dalam tubuhku dan tepat saat William melepaskan ciumannya, aku merasakan sesuatu yang hangat membanjiri lubang milikku. Kulihat nafas William pun sedikit memburu dan perlahan ia keluarkan miliknya dari dalam tubuhku dan sontak menjatuhkan tubuhnya disampingku.

That was great Sean…” diciumnya keningku.

Yeah… Thanks Will…” balasku seraya menutup kedua mataku mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status