Hingga hari Senin, William dan Sean belum kembali, tapi kuputuskan untuk kembali lebih dulu. Sebab aku cukup banyak mendapat gambar kemesraan mereka berdua, mulai dari saat mereka menginap di tenda di pinggir pantai hingga kepindahan mereka ke cottage tempat aku menginap juga. Pada hari minggunya, aku berhasil mendapat gambar William yang menggendong Sean kembali ke kamar
.
Aku penasaran dengan apa yang mereka lakukan di dalam, tapi aku rasa mereka akan bercinta dan sayang aku tidak bisa mengabadikan momen tersebut. Senin pagi sebelum aku memutuskan untuk kembali, aku pun masih sempat membuntuti William dan Sean yang akan melakukan snorkeling.
Hal itu pun tidak aku sia-siakan pasti, seperti seorang paparazzi handal aku pun mengikuti semua kegiatan mereka dan tanpa mereka sadari. Ya mungkin benar ungkapan orang bahwa ketika seseorang sedang pacaran, maka dunia terasa milik mereka berdua, yang lain dianggap tidak ada. Sama halnya dengan pasangan William-Sean ini.
Aku tiba di apartemenku jam tiga sore dan aku memang sudah izin kepada Prayoga bahwa hari ini aku tidak masuk kantor. Ia tidak mempermasalahkan itu, asal aku memenuhi janjinya untuk bisa mendapatkan informasi menarik yang bisa menaikkan nama perusahaannya. Sementara aku sudah pasti akan memenuhi permintaannya, aku telah mendapatkan sebuah berita yang luar biasa.
Aku tidak hanya akan mendapat pujian tetapi aku juga bisa sekaligus menghancurkan William, membayangkan hal itu membuatku tersenyum sendiri. Oke, hal pertama yang kulakukan adalah membuat rasa cemas pada William, maka aku akan mengirimkan sebuah black mail kepadanya.
Ya setelah aku merapikan barang-barang bawaanku kemarin, aku bisa duduk di depan laptop dan memulai teror kepada William. Ya membayangkannya saja sudah membuatku bersemangat seperti ini, apalagi kalau sudah terjadi nanti. Kuhidupkan laptop dan kusambungkan kamera pada laptop untuk mengambil semua gambar yang sudah kuabadikan kemarin.
“Come on Deeva, it’s time to work,” ucapku pada diriku sendiri.
Aku tersenyum bahagia melihat hasil fotoku kemarin, aku memang seorang wartawan profesional sebab semua gambar yang kuambil pastinya tidak mengecewakan. Aku mencari beberapa foto yang akan kukirimkan sebagai ‘kick off’ kepada William. Mataku menyusuri semua hasil jepretanku kemarin, aku ingin sesuatu yang bisa memberikan efek shock pada ‘Si Brengsek’ itu.
Oke, pertama gambar mereka yang sedang bergandengan tangan dan yang kedua adalah adegan ciuman mereka di pantai. Oke, ini sudah, lalu segera kubuka email yang memang sengaja kubuat anonim, yang memang biasa kugunakan untuk akun anonim lainnya.
Aku sudah memiliki akun I*******m yang tidak akan diketahui siapa pemiliknya, aku memang sengaja membuat akun tanpa identitas untuk menyebarkan gosip terbaru. Aku biasa mendapatkan banyak informasi dari para follower-ku yang sangat baik hati mengambil berbagai momen para selebriti secara diam-diam untuk dikirimkan kepadaku.
Aku hanya mengirimkan email yang berisi foto tanpa ada caption apa pun juga, aku ingin tahu bagaimana reaksi William menerima teror seperti ini. Sungguh aku tidak sabar menunggu waktu kehancuran William, ya begitu foto ini tersebar dan masuk infotainment itu sama artinya waktu kehancuran William.
Aku sempat mencari tahu latar belakang keluarga William yang ternyata adalah sebuah keluarga yang cukup religius dan sangat mementingkan nama baik keluarga. Keluarga William memang sebuah keluarga terpandang dimulai dari kakek William yang memiliki banyak perusahaan yang tersebar di beberapa kota di Indonesia dan salah satunya adalah perusahaan yang dipegang William saat ini
.
Dulu awalnya aku mengetahui bahwa William memiliki seorang paman yang gay, aku sempat tidak percaya. Karena aku memang kesulitan mencari informasi tentang hal tersebut, kabar tersebut hilang begitu saja bagai di telan bumi. Entah apa yang dilakukan oleh keluarga Wang itu, hingga aku kesulitan untuk kembali mencari kabar itu lagi.
Tapi aku memang tidak mudah menyerah, aku terus mencari tahu dan kabar terakhir yang kudapat mengenai paman William yang gay itu, ia sudah tinggal di singapura dan hubungan kakak-beradik antara ayah William dan pamannya itu masih belum membaik hingga sekarang. Lalu sepertinya hal ini akan kembali terulang dan ini semakin lebih menarik sebab William adalah anaknya sendiri.
Kutekan tombol send pada layar komputerku dan sekarang tinggal menunggu reaksinya saja. Damn, ponselku berdering ternyata si Prayoga, “Ya halo, pak…” jawabku santai.
“Deeva, bagaimana liburanmu dan bagaimana info yang kamu janjikan padaku?” tanya sosok pria kurus yang aku tahu pasti sedang memperhatikan layar laptopnya.
“Tenang pak, saya masih sedang mengumpulkannya, tapi begitu saya bisa mendapatkannya saya pasti akan memberikan kepada anda, pak.”
“Ya Deeva, sebenarnya saya selalu suka dengan cara bekerjamu. Tidak pernah mengecewakan saya sama sekali, tapi kan belakangan ini kamu sedikit berbeda. Apa kamu kesulitan mencari informasi? Padahal sebelum ini kamu yang paling hebat dalam mencari berita. Oh ya. Saya juga mau minta maaf karena sudah terlalu kasar padamu beberapa hari yang lalu.”
Apa Prayoga meminta maaf padaku ? hmm, ini sungguh aneh.
“Iya Pak. Saya mengerti bapak pasti ingin terbaik untuk perusahaan kan, pak? Tapi seperti yang sudah saya katakan, saya akan memberikan apa yang bapak minta.”
Prayoga tertawa, “Baik kalau begitu saya tunggu itu dan saya sangat berharap kamu tidak akan membuat saya kecewa lagi. I count on you Deeva, so see you tomorrow.”
“Ya pak, see you too…” telepon lebih dulu ditutup Prayoga.
******
Hari ini aku berangkat ke kantor dengan perasaan yang lebih baik daripada sebelumnya, bukan hanya karena William yang sudah ada di dalam tanganku, tapi juga karena permintaan maaf Prayoga kemarin. Setahuku Prayoga adalah orang yang sombong yang tidak akan pernah meminta maaf sekali pun ia bersalah, maka hal ini tentunya membuatku bahagia.
Aku berjalan santai menuju kubikel dan langsung kunyalakan laptop berharap akan mendapatkan respon dari William. Hmm, tapi nihil tidak ada email yang masuk. Apa mungkin William masih belum membuka email-nya?
“Pagi… Deeva, kayaknya ada yang bahagia banget setelah liburan…” sapa Sheila yang tiba-tiba sudah berdiri dibelakangku.
“Oh.. kamu Sheila, bikin kaget aja, aku kira siapa.” balasku seraya mengambil ponselku.
“Emang kamu pikir siapa? Si Prayoga huh? Jam segini mana mungkin dia udah datang.”
Kulirik jam di laptopku dan ternyata masih jam sembilan kurang, aku mengangguk kemudian.
Sheila tertawa melihat reaksiku, “Wah ternyata benar yah, kamu pikir tadi itu aku Prayoga. Kamu kenapa pagi-pagi udah mikir dia yang datang? Masih belum cukup liburan kemarin huh?”
“Hmm, bisa dibilang kurang sih. Tapi apa mau dikata, Prayoga ga kasih aku nambah.”
“Tapi kayaknya ada yang lain deh sama kamu Deeva, kamu kelihatan lebih ceria dari pada sebelum kamu pergi liburan. Hmm, apa kamu ketemu cowo ganteng di sana?”
Aku terbahak mendengar pertanyaan Sheila barusan, mana ada pria tampan di sana, sebenarnya ada sih tapi kan mereka gay, tidak suka wanita. William dan Sean memang tampan, sama tampan malahan, hanya sayangnya mereka gay.
“Hayo mikir apa kamu Deeva, benerkan ada yang ganteng pas kamu pergi liburan? Ayo dong kenalin sama sahabatmu yang jomblo sejati ini.”
“Sheila sayang…aku gak ketemu cowo ganteng di sana. Aku hanya merasa senang bisa menikmati liburan di sana. That’s all Sheila.”
“Are you sure Deeva? I don’t believe you…”
Tapi kalau kupikirkan lagi aku sempat menyukai Johnny, ya dulu waktu awal mengetahui profilnya, tapi setelah kejadian itu rasa cintaku pada William berubah menjadi benci seperti ini. Lalu bagaimana kalau aku sekarang masih mencintai William dan tahu bahwa ia seorang gay?
“Deeva… diajak ngomong malah ngelamun, tuh kan benar dugaanku kalau kamu tuh memang ketemu someone special di sana. Hayolah ngaku Deeva.”
“Kamu ngomong apa sih Sheila, gak kok. Aku gak ketemu siapa- siapa di sana.”
“Baik, gak apa-apa kalau kamu memang gak mau bilang, ya aku ga bisa maksa. Eh ngomong-ngomong kamu udah sarapan belum? Turun yuk beli sarapan bentar.”
“Hmm, tadi aku udah bawa roti dari rumah, kamu kalau mau turun aja sendiri.”
“Oke, see u later Deeva…” Sheila perlahan menghilang dari pandanganku.
Tidak banyak yang bisa kulakukan di kantor selain melihat-lihat website kompetitor untuk memastikan bahwa kami pun akan terus menampilkan kabar-kabar yang yang lebih menarik daripada yang mereka punya. Aku pun tadi sudah sempat membuka I*******m milikku dan mendapatkan beberapa Dirrect Messege dari follower-ku yang masih terus berbagi informasi yang tidak kujangkau dan ada juga yang menanyakan tentang kabarku, kenapa dari hari jumat aku tidak meng-update post.
Aku yang memang sangat menyayangi para follower-ku tentu saja kubalas satu-persatu dan aku bilang bahwa aku sedang dalam misi khusus dan memberikan sesuatu yang mengejutkan untuk mereka.
“Pagi…Deeva…” sebuah suara berat menginterupsi fokusku.
“Oh… pagi pak…” jawabku seraya menutup akun i*******m-ku.
“Bisa kamu ke ruangan saya sebentar saja?”
Aku mengangguk, kulihat Sheila yang sudah kembali naik menatapku dengan bingung.
Prayoga tidak menungguku lagi, ia langsung memasuki ruangan kerjanya. Aku yang tidak mau membuat Prayoga menunggu langsung angkat kaki memasuki ruangan Prayoga.
“Silakan duduk Deeva,” ucapnya yang sudah duduk di kursi kebesarannya.
Aku mengangguk dan langsung duduk di bangku yang berada di depan meja kerjanya, “Terima kasih pak, oh ya, ada apa ya pak anda memanggil saya lagi?”
“Kamu tidak perlu tegang seperti itu Deeva, santai saja. Saya memanggilmu bukan untuk memarahimu lagi, tapi saya ingin mengajakmu makan siang. Kan tidak enak kalau ada orang mendengar pembicaraan kita.” Prayoga tertawa santai.
“Makan siang?”
“Iya jika kamu mau, saya tidak akan memaksamu. Saya… merasa sangat bersalah karena sudah memarahimu sampai sekasar itu. Saya pun ingin memperbaiki hubungan kita kembali, Deeva..”
Aku semakin terkejut mendengar ucapan Prayoga, aku memasuki perusahaan ini sudah melupakan hubunganku yang terdahulu dengan Prayoga dan sudah menganggapnya hanya sebatas atasan tidak lebih. Aku sudah mampu melupakan semua tentang pria yang duduk di hadapanku ini.
“Ya… Deeva, saya ingin kita bicara tapi gak di sini.”
“Hmm baiklah, kalau anda memaksa.”
“Saya tidak memaksa Deeva, tapi saya memohon padamu…”
“Okay Prayoga, kali ini saya turuti permohonanmu.”
“Thanks Deeva, nanti siang kita bertemu di lobi pas jam istirahat.”
Aku hanya mengangguk, “Baik pak. Saya permisi dulu.”
Prayoga mengiyakan dan mempersilakan aku keluar dari ruangannya.
Aku melirik jam yang melingkar di tanganku dan ternyata sudah waktunya makan siang. Tanpa berlama-lama aku langsung berjalan turun menunggu kedatangan Prayoga di lobi. Aku berharap ia segera turun, aku malas jika harus bertemu dengan Sheila, sebab pasti ia akan menanyakan aku sedang menunggu siapa. Aku pun tidak mungkin bilang aku sedang menunggu Prayoga.
Untungnya Prayoga sudah turun, ia memberikan aku kode untuk segera mengikuti langkahnya. Ternyata ia mengajakku ke parkiran, “Saya tidak mungkin mengajakmu makan di tempat yang dekat dengan kantor,” ucapnya seraya membuka kunci mobilnya.
Aku mengangguk dan kemudian masuk ke dalam mobil begitu ia membuka pintu mobilnya, aku duduk di sampingnya. Ia pun kemudian menjalankan Lexus-nya perlahan meninggalkan kawasan parkiran gedung.,tidak ada yang angkat bicara selama dalam perjalanan. Ternyata Prayoga membawaku ke mal yang tidak terlalu jauh dari kantor kami, kami pun langsung menuju salah satu restoran di sana.
Begitu sampai di restoran, kami pun langsung mengambil posisi meja yang paling pojok, entah kenapa Prayoga memilih meja seperti itu. Tanpa banyak berpikir kami langsung memesan menu pesan kami, pelayan yang sudah selesai mencatat pun berlalu dari hadapan kami.
“Deeva… saya serius mau kita bisa kembali lagi seperti dulu…” ucapan Prayoga barusan seakan petir yang menyambar di siang bolong.
“Apa… maksudmu Prayoga?” tanyaku tidak percaya.
“Saya masih mencintaimu dan saya bosan jika harus berpura-pura semuanya sudah selesai. Saya sangat mencintaimu Deeva, wanita yang dulu kamu kira adalah selingkuhan saya adalah sahabat terbaik saya. Saya tidak pernah mengkhianatimu.”
Aku tersenyum meremehkan, “Bagaimana saya bisa percaya omonganmu?”
“Ya… jujur waktu itu saya sangat cemburu dengan obsesimu pada William Wang itu, maka saya dan sahabat saya Charon, memang sengaja ingin membuatmu kesal. Tapi sekarang saya baru menyadari bahwa rasa cinta saya padamu tidak bisa hilang begitu saja.”
Aku tertawa ringan mendengar ucapannya barusan, “ Kamu tidak bisa melupakanku Prayoga, kamu yakin?”
“Deeva, bisakah kita memulai dari awal lagi? Kamu juga tahu saya tidak pernah dekat wanita mana pun juga. Ya itu semua karena saya masih sayang kamu…”
Aku menggeleng tidak percaya, ya aku tahu Prayoga tidak pernah dekat dengan wanita mana pun setelah kami putus. Ya sebab tidak lama aku putus dengannya, aku pun kehilangan pekerjaan impianku dan ternyata Prayoga masih berbaik hati, ia menawarkan pekerjaan tempat ia bekerja. Saat itu aku memang tidak punya pilihan lain selain menerimanya, aku memang sedang perlu pekerjaan.
“Deeva please….”
“Prayoga, beri aku waktu, aku akan pikirkan ini semua dulu. Ini terlalu mendadak.”
“Hmm, baiklah saya akan menunggumu….”
Entah apa yang bisa kugambarkan dari liburanku bersama Sean, ya lelah itu sudah pasti namun meski demikian rasa lelahku seakan terbayar dengan kehadiran Sean di sana. Dan rasanya aku masih tidak percaya sudah bercinta dengannya sore itu. Ya awalnya aku ragu ketika aku ingin mengajaknya, aku takut ia tidak mau. Ya yang kupikirkan saat itu memang hanya ingin mengembalikan momen kami yang sudah hilang, karena sepanjang siang aku hanya mendiamkannya dan bahkan meninggalkannya tidur.Sean memang bukan orang pertama yang kuajak bercinta, kekasihku yang dulu adalah yang pertama. Sedangkan Sean ada orang kedua yang kuajak bercinta, tapi tidak tahu dengan Sean apakah aku orang pertama yang merasakan tubuhnya. Sepanjang perjalanan dari Ancol menuju apartemen Sean, gantian aku yang mengemudi, aku kasihan jika ha
Acara makan siangku dengan William menjadi batal, ya ini karena aku terpikirkan keadaannya. Aku sangat khawatir padanya, meski dia tidak menunjukkannya padaku. Aku bisa menduga bahwa saat ini ia sedang ketakutan. Maka kuputuskan untuk makan siang di kantornya saja, agar ia tidak perlu ke mana-mana dan tidak ada yang membuntuti kami.“Maaf Sean, kita harus makan siang di kantorku…” ucap William begitu Monica sudah membelikan makan siang untuk kami.Aku hanya tersenyum padanya, “Tidak masalah Will, begini saja aku sudah cukup senang kok…” kugenggam erat tangannya.Kemudian kami pun mulai menikmati menu makan siang kami yang berupa makanan fast food, masi
Tadi pagi aku menerima pesan Line dari Sean bahwa hari ini ia akan sibuk untuk pemotretan, aku sempat takut saat ia mengirimkan pesan kepadaku. Jujur aku takut ia akan membawa kabar buruk lagi, sebab teror yang kuterima ini benar-benar menyiksaku.“Sore Pak Will, bapak sudah siap? Pesawat akan berangkat nanti jam delapan malam,” tanya Monica seraya masuk ke dalam ruang kerjaku.“Iya Mon, aku akan kembali ke apartemen sebentar nanti dan aku akan ke bandara dengan taxi saja” ucapku seraya kemudian bangkit berdiri meninggalkan ruanganku.Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, ya masih sempat untuk mandi dan bersiap-siap berangkat ke bandara. Entah kenapa sejak aku mene
Sejak kejadian Prayoga yang meminta kembali padaku, pikiranku menjadi sedikit tidak tenang. Aku mulai merasa bingung dan belum bisa menentukan jawaban padanya dalam waktu dekat ini, aku harap Prayoga mau mengerti. Lagi pula fokusku kini masih pada William dan Sean, tapi sialnya kenapa aku sulit sekali melihat momen mereka berdua lagi.Aku hanya sempat melihat Sean datang ke kantor William sekali dan sayangnya Sean terlihat sendirian kembali tidak ada William di sampingnya. Ya gagal sudah aku ingin mendapatkan foto mereka kembali, tapi bukan Adeeva jika mudah menyerah begitu saja. Aku akan terus mengikuti mereka, toh kini Prayoga sudah tidak terlalu menekanku untuk bisa mendapatkan berita kembali.Prayoga malah terlihat santai saja setelah kejadian siang itu, ya setelah ia menyatakan perasaannya kepada
Entah kenapa aku yang sudah merasa rindu dan khawatir dengan Sean langsung memeluk tubuhnya erat begitu ia membukakan pintu apartemennya untukku. “I miss you Bae…”bisikku di telinganya.“Miss you too Will…” Sean membalas erat pelukanku lalu ia segera menarikku masuk ke dalam apartemennya.Ah ya aku lupa, bagaimana kalau ada yang melihat apa yang baru saja kami lakukan? Aku berjalan masuk mengikuti Sean dan diajaknya aku untuk duduk sofanya.“Kamu mau minum apa Will?” tanya Sean yang berdiri di depan
Semenjak gosip tentang kami menjadi topik di dunia maya, aku semakin khawatir dengan keadaan William. William pun sebisa mungkin membatasi pertemuan kami dulu, ia bilang padaku ia akan menemuiku kembali saat keadaan sudah kembali tenang. Aku pun tidak bisa memaksanya, aku tahu bagaimana perasaannya saat ini. Maka sebenarnya aku ingin menemaninya melewati semua ini, tapi ia bersikeras ingin sendirian dulu dan mengatakan ia mampu mengatasinya seorang diri.Ini sudah satu minggu berlalu setelah kepulangan William dari Hongkong, sudah hampir tujuh hari aku tidak bisa bertemu dengannya. Sebenarnya aku ingin sekali datang ke kantornya dan menemuinya, tapi William bilang lebih baik jangan, ia takut paparazi gila itu masih mengintai kami sebab William bilang ia belum menemui titik terang tentang paparazi gila itu hingga sekarang. 
Semenjak tadi pagi sekitar pukul Sembilan, para wartawan gila itu sudah menungguku dan untungnya aku bisa tiba di kantor lebih dulu sehingga aku tidak harus berhadapan dengan mereka. Mereka memang sempat memaksa ingin masuk ke dalam untuk menemuiku. Ya, beruntung aku memiliki petugas keamanan yang sigap sehingga mampu menahan mereka untuk tidak masuk ke dalam kantorku.Ini semua membuatku semakin takut, mereka sudah benar-benar ingin mengejarku berbeda dengan sebelumnya. Apakah Syscomel itu mulai bertindak lagi? Tapi apa yang ia lakukan sampai mampu membuat para wartawan menggila seperti itu? Tunggu bagaimana dengan keadaan Sean sekarang?Aku memang sudah berusaha mencoba untuk tidak mengikuti gosip murahan tentang diriku dan Sean di internet. Aku tidak mau pikiranku terganggu karena kabar bohong yang disebarkan oleh Syscomel dan aku
Kalau saja Alan tidak meneleponku dan meminta agar aku segera pulang, aku masih ingin menghabiskan waktu dengan William. Belum lagi William meminta agar aku kembali ke apartemenku saja, padahal aku sendiri masih rindu dengannya. Maka akhirnya aku mengalah dan kembali ke apartemenku, William juga berpesan agar aku kembali menggunakan masker dan topi untuk menghindari wartawan yang mungkin sudah bersiap-siap dibawah sana.William bilang bahwa ia akan tetap ke kantor hari ini, ia bagaimanapun juga harus bisa bersikap profesional. Setiba aku di bawah untungnya ketakutan William tidak terbukti, keadaan aman-aman saja tidak ada satu wartawan pun dibawah sini. Ketakutan William membuatku semakin mengkhawatirkan dia, rasanya aku ingin bisa terus berada didekatnya.Tapi aku tidak boleh terlalu larut, bisa saja sikapku akan membuat masalah bar