Maddox benar! Tim menolak permintaan Foxy dan mengatakan jika secara eksklusif Maddox telah menangani kasus tersebut. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerima dan pasrah. Sikap Maddox yang ketus dan kasar, membuat si pengacara wanita itu tidak tahan. Detektif tersebut terlalu menyudutkan dirinya dengan kalimat pernyataan yang terang-terangan dan Foxy seperti menjadi tertuduh. Malam sudah beranjak ke pukul sembilan malam. Perutnya berbunyi dan ia merasa lapar sekali. Dengan tubuh lemas, Foxy berjalan menuju dapur dan membuka pintu kulkas. Hanya ada spaghetti dingin yang mungkin bisa menganjal perutnya sementara. Sementara menunggu hingga makanan itu selesai dipanaskan di microwave, Foxy meraih sweater dan memastikan jika laptop dan tasnya di tempat yang mudah untuk ia bawa. Sejak pengalaman pahit diserang malam lalu, dia selalu waspada dan siaga. Tidak ada jaminan hal itu tidak terulang lagi. Bunyi microwave selesai memanaskan mengeluarkan bip beberapa kali. Foxy meraih
Jean mempersilahkan keduanya dan mengatakan jika dia sedang makan malam. “Aku akan sangat membutuhkan itu,” ucap Maddox dan segera menyambar piring serta duduk. Foxy duduk di meja makan dan diam dengan wajah sendu. Rasa laparnya lenyap oleh pikiran yang rumit. Jean mendekat lalu mengangsurkan sepiring pie daging dengan ukuran satu gigitan. Wanita itu menggelengkan kepala. “Kau harus mengisi perutmu, Foxy. Dalam beberapa hari mendatang, mungkin hidupmu akan jungkir balik tidak menentu. Ingat, sekarang ini kau dan Maddox dalam pelarian!” ucap Jean seraya meletakkan piring tersebut di meja. Lawan bicaranya hanya terdiam dan memainkan ujung tas Luis Vitton-nya dengan resah. “Ini tidak akan membaik, bukan?” tanya Foxy dengan pelan. Jean menggelengkan kepala dengan pelan. Maddox yang ada di belakang mereka, tampak tidak peduli dan terus menyantap makan malam dengan lahap. “Aku tidak menyangka akan seburuk ini,” keluh Foxy dengan hati menyesal. “Apa yang kau ketahui, Foxy? Jika ka
Kecanduan membunuh adalah penyakit yang sangat membahayakan. Ada banyak pembunuh berantai di negara paman Sam ini dan terkadang polisi tidak mampu menindak mereka sebelum kejadian terjadi. Bukan karena kurangnya kepedulian, namun sosok manusia dengan karakter seperti itu sangat sulit dideteksi. Dia bisa jadi adalah tetangga, atau seseorang yang selama ini dekat dengan kita. Bagi Foxy, Josh Bill Harten adalah paman yang memiliki dua kepribadian yang bertolak belakang. Satu kali dia bisa muncul sebagai figur ayah yang ia dambakan, kali berikutnya Josh bisa menjadi pemaksa yang mengintimidasi dirinya dengan kejam. Hanya Foxy yang tahu juga, jika Josh seorang pria dengan penyimpangan seksual. Pria itu cenderung menyukai kedua jenis lawan main. Dia bisa bercinta dengan pria ataupun wanita. Setelah sekian lama menjadi orang yang pamannya percayai dalam berbagai hal, Foxy tumbuh sebagai ia pribadi yang getir. Namun hal yang baru Foxy ketahui setelah dia tumbuh menjadi wanita dewasa adal
Maddox membuktikan dirinya mampu menjadi pilot yang handal. Setelah terbang selama setengah jam, akhirnya mereka mendarat di sebuah lapangan luas, jauh dari pemukiman. Pesawat mendarat di atas tanah yang berbatu dan cukup tandus. Mirip padang dengan tiupan angin yang sangat keras. Ada sebuah pondok tembok batu, tak jauh dari tempat tersebut. “Kenapa kau mendarat di sini? Tempat ini jauh dari siapa pun!” protes Foxy mulai cerewet dan tidak puas akan keputusan Maddox. Maddox mematikan mesin pesawat dan mereka turun. Dengan langkah cepat, Maddox mendekati pondok yang berjarak sekitar lima puluh meter dari mereka. Foxy mengikuti dengan wajah cemberut. Setelah pintu diketuk dua kali, seorang wanita Indian keluar lalu menyapa Maddox dengan hangat. Dia memeluk serta menepuk pipi detektif itu dengan lembut. “Apa yang membuatmu mampir ke Indian Spring, Mad? Jangan bilang kau merindukanku! Masalah apalagi yang melibatkanmu?” Maddox hanya tertawa dan mengecup pipi wanita tua itu dengan gem
Sebelum matahari terbit, Maowi bangun dan menemui Maddox yang belum tidur dari semalaman. Sementara mereka mengobrol dekat jendela dapur, Foxy terlihat duduk di atas batu besar, yang tidak jauh dari rumah itu, memandang ufuk langit seakan berharap bisa menikmati matahari terbit. “Dia akan menjadi dilemamu, Mad. Gadis itu akan mengubah hidup dan cara berpikirmu selama ini.” Maowi meletakkan teko berisi kopi di meja bulat serta tiga cangkir. “Aku tidak butuh nasehat dan ramalanmu, Maowi. Aku datang untuk mengetahui jika kau tahu mengenai Joe Black.” Mendengar nama itu disebut, Maowi mengerutkan kening. Seketika raut mukanya berubah, menambah efek keriput di wajah. Entah berapa usia wanita Indian tersebut, yang pasti Maddox sudah mengenal sejak sepuluh tahun lalu. “Pembunuh bayaran,” ucap Maowi dengan suara pelan. Maddox menyeruput kopi dan tampak puas dengan rasa khas yang terkecap lidahnya. “Aku tahu itu, ada informasi lain lagi?” Perlahan wanita itu duduk, menatap cairan pekat
Dengan sekuat tenaga, Maddox berusaha terus menerbangkan pesawat hingga kembali ke hanggar. Mendarat dengan posisi pesawat terseok juga miring, segenap orang mendekati mereka. “Kau baik-baik saja?” Pria berkulit hitam yang berjaga sore itu menanyakan dengan sedikit panik akan kondisi keduanya. “Telepon 911,” pinta Maddox sebelum akhirnya jatuh pingsan. ** Hanya kegelapan yang Maddox rasakan ketika tersadar. Setelah mengerjap beberapa kali, pandangannya mulai tampak buram dan perlahan membentuk bayangan. “Hei, Tuan Maddox! Bisakah kau menghitung jumlah jari di tanganku?” Seruan laki-laki itu terdengar seperti dari kejauhan. Detektif itu mengerjapkan mata berulang kali, semakin lama kian jelas. “Tiga,” sahut Maddox lemah. Dokter itu memerintahkan untuk melakukan CT scan dan MRI. Maddox merasakan semua di sekelilingnya memutar cepat, ia kembali terhempas dalam kegelapan. ** Pertama kali yang Maddox rasakan adalah rasa nyeri di leher, lengan dan kepalanya berdenyut sakit. Ki
Kisah seorang pahlawan alurnya tidak semudah seperti dalam tayangan film. Maddox harus berada di rumah sakit selama tiga hari penuh dengan batasan yang membuatnya gerah. Sementara tumpukan tugas mulai tidak sabar ingin ia selesaikan, kini dokter mengatakan jika dirinya harus menjalani pemeriksaan terakhir. Tidak sabar rasanya ingin segera keluar dari rumah sakit tersebut. Ucapan Foxy kemarin yang mengatakan jika Joe mengirim mereka pesan ingin ia segera baca, tapi Tim menyita semua teknologi yang mereka punya. Telepon genggam dan laptop Foxy juga mereka ambil, dengan alasan adalah untuk mempercepat kesembuhan. Meski dipenuhi kejengkelan, Maddox harus mengatakan iya dan mencoba untuk tidak membantah. “Jika kau tidak mengikuti perintahku, kasus ini lebih baik kucabut dan ditangguhkan!” Itu adalah ancaman Tim yang membuat Maddox makin berang. Secara fisik dirinya merasa baik-baik saja, tapi rupanya prosedur rumah sakit tidak sepakat dengannya. Akhirnya, selama lima hari, mereka
Matahari menyiratkan sinar keemasan yang indah sore itu. Las Vegas memang kota yang terletak di lembah gersang meskipun wilayah itu dikelilingi gunung Spring yang menghasilkan salju. Selama ratusan tahun kota ini tidak pernah memiliki salju, kecuali pada bulan Desember 2008. Cuaca yang panas dan terik mendominasi hampir sepanjang tahun, selama tiga ratus hari tiap tahunnya, membuat Las Vegas selalu dipenuhi para wanita seksi dengan pakaian musim panas yang minim. Maddox parkir di tepi sungai, satu-satunya yang ada di Las Vegas, melewati geografi wilayah tersebut dengan potongan membelah. Las Vegas Wash adalah aliran sungai yang berakhir di danau Mead, taman nasional. Meski tidak begitu banyak air yang mengalir, tapi sungai itu menjadi salah satu pemandangan yang menyenangkan. “Kau punya waktu sepuluh menit untuk membuatku kembali mempercayaimu, Foxy. Setelah ini, jika kau gagal, aku selesai denganmu! Tidak ada lagi terlibatanmu dalam perjalanan menyelidiki kasus Josh!” Wanit