''Kamar asrama? Belum disiapkan,'' kata seorang pria bertelinga panjang. Tangannya membalik-balik buku tebal yang berisi daftar siswa asrama.
''Eh? Tapi sebelumnya kepala sekolah Fradleniz sudah mengaturnya untukku,'' jawab Gale dengan bingung.
Caesar berjalan mendekat, mengambil alih buku tebal dari pria bertelinga panjang itu. Dia membalik-balikannya sebentar sebelum mengembalikannya. ''Siapa yang berjaga di sini sebelumnya?''
''Itu Ellyn. Dia menjaga di sini sebelumnya, lalu bertukar denganku setelah mendapatkan panggilan.'' Pria bertelinga panjang itu melanjutkan, ''Mungkin dia lupa menambahkanmu ke daftar.'' Pria itu mendongak dan menatap Gale.
Kedua orang itu kemudian pergi setelah Caesar memberi pesan untuk menyiapkan satu kamar. Pria bertelinga panjang itu menggaruk kepalanya bingung sembari menatap buku tebal di tangannya, ''sangat aneh. Biasanya Ellyn tidak pernah lupa.''
''Apakah Kau juga tinggal di sini?'' tanya Gale penasaran. Dia menoleh dan melihat fitur samping wajah tegas Caesar. Hanya lirikan datar yang menjawab pertanyaan usil Gale. Kali ini Gale tidak tutup mulut, sebaliknya mencibir pelan. Mereka berjalan melewati lorong panjang di bawah bayang-bayang dedaunan yang ditimpa sinar matahari. Tatapan para siswa di sana mengikuti, entah bersorak melihat tubuh tegap Caesar ataupun makhluk asing di sebelahnya. Gale, makhluk asing yang tidak menyadari tatapan-tatapan tajam yang tertuju ke arahnya, terpukau dengan keindahan di sekitarnya.
Dinding-dinding putih bata yang memberi kesan kuno juga mewah secara alami. Antar celah dinding dihiasi patung wanita cantik dengan pose yang menawan, tampak sesuai dengan latar belakangnya yang monoton. Berjalan beberapa langkah adalah aula luas. Di tengahnya patung wanita cantik yang juga menghiasi lorong menjulang tinggi. Kedua telapak tangan patung itu menangkup dan matanya terpejam, seolah sedang berdoa.
Berbeda dari lainnya, patung yang satu ini tidak tampak seperti benda mati. Tidak ada kekakuan yang menjadi kekhasan patung besar, sebaliknya hanya ada kelembutan dan juga kehangatan yang terpancar. Dapat dilihat di sekitar aula, beberapa kerumunan juga menangkupkan tangannya dengan mata terpejam, berdoa.
Kepala Gale mendongak. Matanya menatap lurus pada mata terpejam patung wanita itu. Seolah terhipnotis, Gale maju tiga langkah dan mengikuti tindakan orang-orang di sekitarnya. Selang beberapa detik, ia tersadar. Kepalanya celingukan, menemukan Caesar berdiri di sebelahnya dengan mata terpejam. Mengerti jika ia tidak bisa diganggu, Gale tetap berdiri di tempat dalam keadaan linglung.
''Lurette, yang artinya penjaga,'' suara manis dan menyegarkan terdengar tepat di telinga Gale. Dengan terkejut ia menoleh. ''Dia adalah dewi penjaga Federlin, Dewi Lurette.''
Seorang gadis berwajah manis dengan rambut pirang panjang yang dibiarkan tergerai bebas berdiri satu langkah di belakangnya. Mata abu terangnya tidak menatap Gale, melainkan patung besar yang disebutnya Lurette. Berbeda dari lainnya yang berdoa di hadapan Lurette, gadis di sebelahnya hanya menatap tenang dan setelahnya menoleh.
''Omong-omong, Kau terasa familiar.'' Gadis itu memiringkan kepala, tangannya memegang dagunya, mengingat-ingat sesuatu. Gale baru menyadari gadis itu memegang buku-buku tebal yang tidak sesuai dengan tubuh kurusnya.
''Oh, ada Tuan Hardenlez ternyata,'' kejut gadis pirang itu saat melihat Caesar. Caesar membuka matanya dan sedikit mengangguk membalas sapaan. Sebelum gadis pirang itu bisa melanjutkan kata-katanya, dering bel bergema di sekitar, memberi tanda kelas akan dimulai.
Perhatian Gadis itu teralihkan. Dia melambaikan buku tebal di tangannya ke arah Gale, mengibaskan rambut pirangnya pelan sebelum berbalik pergi. Gaun ungu tuanya bergoyang mengiringi langkah santainya.
''Ayo, aku akan mengantarmu ke kelas,'' ucapan Caesar memutuskan tatapan Gale.
Mereka kembali menyusuri lorong panjang dan berhenti ketika sampai di depan pintu cokelat di ujung lorong. Caesar memiringkan kepalanya, menunjuk pintu. Dengan acuh tak acuh dia berkata, ''Kelasmu. Ini adalah kelas percobaan selama tiga hari ke depan. Setelahnya, Kau akan dimasukkan ke kelas reguler.'' Setelah dirasa Gale mengerti, Caesar berbalik dan melambaikan tangan. ''Setelah ini aku tidak akan menjemputmu. Urus dirimu sendiri.'' Dengan tak bertanggung jawab, Caesar menghilang dari pandangan.
Tarik napas dan hembuskan.
Setelah mengulangi gerakan motivasi yang tidak efektif, perhatian Gale sepenuhnya terfokus pada pintu yang menjadi awal perubahan hidupnya. Gale mengangkat tangannya dan membuka pintu cokelat di depannya. Suara deritan dari engsel pintu tidak menarik perhatian para makhluk di dalamnya. Begitu pintu terbuka lebar, mata Gale terbelalak. Dalam hitungan detik, pintu terbanting hingga kembali tertutup.
Wajah Gale pucat dan keringat dingin membasahi tubuhnya saat ia bergumam, ''....aku pasti salah masuk kelas.''
Bukan tanpa alasan Gale membanting pintu di depannya. Hanya saja kondisi di balik pintu membuatnya terkejut setengah mati. Dibandingkan dengan ruangan kelas, keadaannya lebih mirip dengan pasar yang dipenuhi sekumpulan preman. Meja-mejanya tersebar tak beraturan dan 'sekumpulan preman' itu duduk di tengah-tengah ruangan sambil memainkan sesuatu.''Apa yang Kau lakukan di sini? Cepat masuk!'' Sentakan keras di bahunya membuat Gale terdorong ke depan. Gale menoleh patah-patah dan menemukan pria kurus tinggi berkacamata perak menatapnya tajam. Pakaiannya lusuh dan wajahnya tak terawat, dipenuhi jambang tipis di sekitar dagunya. Hanya dengan sekali pandang, kelesuan dan kemalasannya dapat dirasakan.Pria itu membuka pintu di depannya setelah mendorong Gale ke samping. Sama seperti sebelumnya, tidak ada yang peduli dengan suara engsel pintu yang berderit. Begitu pria tinggi itu memukul meja dengan keras, perhatian 'para preman' di sana teralihkan. ''Rapikan!'' tanpa salam s
'Boom!'Bunyi ledakan ringan terdengar diikuti asap hitam yang mengepul. Gale terbatuk dan tangannya bergerak mengibaskan asap hitam yang menyesakkan pernapasannya.''Sial, gagal lagi!'' keluh seseorang di samping Gale. Wanita itu mengusak rambut pendeknya, yang malah membuatnya makin berantakan. Matanya bergerak, melirik Gale yang masih menutupi mulut serta hidungnya. ''Ah, maaf, maaf,'' sesal wanita itu dengan raut tak bersalah, atau lebih tepatnya acuh tak acuh sambil menyingkirkan tungku di hadapannya.Gale tidak tertarik untuk mempersalahkannya dan kembali fokus pada racikannya. Berbeda dari sebagian besar murid yang hampir meledakkan tungku mereka, Gale bisa dibilang melakukan dengan baik meskipun ini kali pertama ia mencoba. Tangannya mengusap keringat tipis di dahinya. Memasukkan ramuan ungu setelah memastikannya sesuai dengan buku panduan di meja. Cairan dalam tungku berubah menjadi hijau terang, menandakan jika ramuannya berhasil.''Wah
''Masih ada waktu dua jam. Lanjutkan!'' Begitu kata 'lanjutkan' jatuh, keadaan kembali sunyi. Masing-masing kembali fokus pada tungku di hadapan mereka. Suasananya terlalu serius, bahkan hembusan napas pun tak terdengar. Hanya suara 'blup blup' dari cairan yang dipanaskan di atas api, membuktikan jika lingkungan sekitar hidup.Meskipun Gale sudah menyelesaikan bagiannya, namun keseriusan di sekitarnya membuat dirinya terhanyut. Tangannya gatal ingin bereksperiman dan menciptakan sesuatu yang lain. Beberapa kali membalik-balik buku panduan tebal, Akhirnya Gale menyerah pada keinginannya. Mengambil beberapa helai daun ungu, menghaluskannya menjadi serbuk kasar dan memasukannya ke dalam tungku. Dia mengaduk beberapa putaran hingga serbuk kasar daun larut dalam cairan panas.Bunyi 'blup' serta gelembung-gelembung panas naik ke permukaan. Aroma menyebar seiring dengan uap yang dihasilkan. Sayangnya, dibandingkan aroma manis sebelumnya, aroma yang dihasilka
''Ternyata Kau hebat juga dalam menargetkan,'' puji Sydney setelah kembali bertemu. Matanya memancarkan kilau kekaguman. Gale tertawa kaku. Sangat berlebihan baginya dipuji seperti ini.''Omong-omong, karena tadi Kau sudah membantuku, aku juga akan membantumu,'' ucap Sydney penuh kegirangan. Dia merebut kertas kaku dari tangan Gale sebelum bisa dihentikan. ''Kau belum menumukan satu bahan pun?!'' Sydney membelalakkan matanya.Biasanya, saat bahan yang tertera di daftar ditemukan, bahan itu akan dicoret secara otomatis, menandakan jika bahan sudah ada di tangan pencari. Namun, di kertas Gale tidak ada satupun bahan yang dicoret, yang artinya Gale masih tidak memiliki bahan apapun di tangannya.Bahkan seorang anak kecil pasti akan menemukan setidaknya satu! Sydney menoleh ke arah Gale, seolah meminta penjelasan. Gale menundukkan kepalanya karena malu. Jelas saja, dia sudah berkeliling hampir satu jam, namun tidak berhasil mendapatkan hasil. Oh, sa
Sebelum tubuh Gale tercabik-cabik ranting-ranting runcing, jam liontin yang terpasang di setelannya bergetar. Pemikiran jika akan mati di detik berikutnya sudah membayangi. Namun, beberapa saat berlalu, tidak ada rasa sakit karena benda tajam yang menembus kulitnya. Sebaliknya, dia merasakan tubuhnya terbaring di atas permukaan datar dan keras. Perlahan Gale membuka matanya.Yang tadinya ia pikir akan dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang menutupi sinar matahari dengan kondisi tubuh berlumuran darah, salah besar. Meskipun ia memang dikelilingi, namun objeknya berbeda, bukan benda mati tapi benda hidup. Para 'benda hidup' itu menjulang tinggi dengan pandangan menusuk yang tertuju ke arahnya, seolah berkata, ''dia sudah gila.''''Persiapkan diri kalian masing-masing!'' Untungnya, Huan segera menyingkirkan kerumunan itu. Dia mendatangi Gale yang sudah terduduk dan berkata, ''Cepat bangun! Kita tidak sedang berada di jam tidur.'' Dia memandang Gale seki
Pelayanan asrama Scootharts benar-benar melampaui ekspetasi Gale. Bukan hanya dia mendapatkan kamar yang baik, tapi juga makanan lezat yang disediakan setiap pagi, siang, dan malam. Tidak aneh jika Gale merasa nyaman dan ingin menetap di sini selamanya walaupun baru saja tinggal selama satu hari. Dia tidak perlu lagi bersusah payah untuk mendapatkan uang, atau berhadapan dengan para preman yang selalu merampas uang hasil kerja kerasnya.Namun, tentu saja pelayanan terbaik pasti ada harganya. Contohnya, pada pagi hari, saat matahari belum menampakkan wujudnya, Gale sudah dibangunkan oleh alarm yang hampir menulikan telinga untuk mengikuti ritual aneh. Semua murid diharuskan berkumpul di aula dan membentuk lingkaran besar di antara patung sang Dewi.Apa yang dilakukan? Jawabannya tentu saja berdoa.Akan bagus jika ritual berdoa itu hanya dilakukan selama beberapa menit. Sayangnya, ritual ini dilakukan selama dua setengah jam. Entah apa yang mereka doakan, Gale tid
Menyerah.Satu kata yang membuat pikiran Gale frustasi. Bukannya dia terlalu cepat menyerah, tapi kenyataannya lah yang menghantam dirinya. Walaupun dia sudah tahu tidak akan bisa melakukan sihir, tapi tetap saja hal ini membuatnya kesal. Pembelajaran tentang pengendalian sihir memang tidak sama dengan pembelajaran kemarin hari. Sama sekali berbeda.Untuk membuat ramuan, dia hanya perlu mencampurkan bahan-bahannya. Namun untuk mengendalikan sihir butuh sesuatu yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sepertinya. Misalnya seperti mana atau apapun itu.Sudah hampir dua jam dia menggerak-gerakkan tongkatnya dengan meneriakan mantra 'Allaxe' namun tidak ada yang terjadi. Bahkan hembusan angin pun tidak terasa. Dibandingkan dengan dirinya yang menghasilkan apapun, murid-murid lain di sekitarnya sudah mendapatkan beberapa hasil yang lebih baik. Meskipun itu tidak aneh karena mereka memang makhluk asli dari dunia ini. Tetap saja Gale tidak bisa menahan perasaa
''Apa ini? Sangat mengerikan,'' sinis Huan saat melihat benda di hadapannya. Baginya, sama sekali tidak berlebihan mengatakan benda di hadapannya ini mengerikan. Bagaimana tidak, bentuk dari benda itu sama sekali tidak jelas atau bisa dibilang tidak berbentuk. Jika dia menebak, maka itu akan menjadi gumpalan kain kaku yang ditumpuk menjadi satu dengan warna yang dicampur secara asal.''Itu kotak penyimpanan barang,'' gumam Gale pelan. Merasa sakit hati karena karyanya dianggap mengerikan, walaupun sebenarnya bukan dia yang membuat. Jangan menyalahkan dia karena tidak bekerja. Hanya ada kain dan sebatang kayu yang disediakan untuk ujian. Lagipula, dia juga tidak bisa menggunakan sihir. Ah, jangan lupakan teman setimnya yang hanya bisa menggerakan benda ke kanan dan kiri dengan sihir tidak menentu.Dengan mata menyipit, Huan memutar-mutar benda mengerikan yang disebut kotak penyimpanan oleh pembuatnya. ''Apa yang bisa dia lakukan? Merapikan barang yang disimpan di