Gale duduk termenung dengan pandangan kosong, mengamati wanita berambut biru yang berjalan mondar-mandir sembari membawa setelan berwarna hijau tua. Dia terkadang mengangkat setelan itu saat menatap Gale, seolah membandingkannya dengan tubuh Gale. Kemudian wanita itu mendesah kecewa, menggeleng dan bergumam, ''tidak cocok.''
Kaki yang tidak pernah merasa lelah itu melangkah menuju lemari tua berwarna cokelat dan membukanya. Ajaibnya, lemari yang hanya berukuran sedang itu memiliki ruang luas dan berbagai setelan mewah memenuhinya. Kali ini, Charlie mengambil setelan berwarna biru muda dan mencocokannya dengan penampilan Gale. Matanya berbinar, dengan gembira ia bersenandung.
''Bagus, ini cocok untukmu!''
Tanpa kata-kata, Charlie menarik Gale, yang sedang memegang cangkir, untuk berdiri dan memaksanya mengganti pakaian. ''Ayo, ayo! Jangan menunda waktuku lebih lama,'' desaknya tak sabar. Gale yang tidak punya pilihan, hanya bisa menuruti. Begitu setelan biru muda terpasang di tubuhnya, Charlie terkekeh tanpa hambatan.
''Sangat cocok.''
Gale ingat sebelumnya, para murid di sini mengenakan setelan beragam jenis dan warna. Dan sekarang ia tahu penyebabnya, jenis dan warna seragam yang diberikan kepada para murid berdasarkan suasana hati wanita gila yang disebut kepala sekolah ini.
''Bagus, sekarang kita bisa menikmati waktu kita berdua,'' ucap wanita itu dengan penuh kesenangan dan ketidaksabaran. Beruntung, Gale sudah menelan cairan cokelat di mulutnya, jika tidak ia yakin akan mengotori sofa putih gading ini.
Charlie baru akan duduk di sebelah Gale dan memeluknya, saat Charlie teringat sesuatu, ''Oh, benar, aku belum mengatur asrama untukmu.'' Wanita itu berjalan terpogoh-pogoh menuju mejanya. Dia berhenti sejenak sebelum berbalik, menatap Gale dengan mata berbinar, ''Aku akan memberimu kamar paling spesial.'' Tanpa menunggu Gale menjawab dia sudah membuat panggilan. Berbeda dengan Caesar yang menggunakan gelembung untuk membuat panggilan, Charlie menggunakan bola transparan sebesar telapak tangan. Bola itu mengambang dan memancarkan warna biru tua, yang menandakan jika panggilan tersambung.
Selagi menunggu, Gale mengalihkan pandangannya ke sekitar. Dia duduk di sofa putih gading, cahaya matahari mengintip dari balik jendela prancis menyinari hampir setengah ruangan. Tangan kanannya mengangkat cangkir dan menyesap teh beraroma lavender. Dibandingkan dengan seorang siswa yang akan bersekolah, Gale lebih terlihat seperti seorang bangsawan muda yang diundang dan dijamu dengan hidangan mewah.
''Aku akan segera ke sana.''
Tepat ketika Gale menoleh, Charlie sudah menyelesaikan panggilannya. Bola transparan yang tadinya melayang dan mengeluarkan cahaya biru tua, kembali ke bola transparan biasa dan jatuh ke tangan ramping pemiliknya.
Menyadari tatapan satu-satunya manusia di sana, Charlie memberikan senyum menawan. Ekspresi seriusnya yang mengesankan sepenuhnya tergantikan. Anehnya, Gale cukup menyayangkannya.
''Sayang sekali, kita harus menunda kebersamaan kita. Para petinggi itu memanggilku dan aku harus segera menemuinya,'' sesal Charlie. Telapak tangannya menempel di pipi halus tanpa cacatnya. Ekspersinya menunjukkan penyesalan namun juga ada antusias yang ditutupi.
''Lalu...'' Gale mengabaikan kalimat pertama wanita itu dan membuka mulutnya ragu-ragu. Charlie dengan cepat menyadari maksudnya dan tertawa ringan, ''Caesar akan menjemputmu. Ah, mungkin saat ini dia sedang dalam perja--''
Kata-katanya terpotong. Suara pintu dibuka dengan sangat kasar dan seorang pemuda tampan masuk. Jelas pemuda itu tidak terlihat sedikitpun merasa menyesal karena ketidaksopanannya, meskipun ia tahu ruangan ini adalah ruangan kepala sekolahnya.
''Hoho, sangat cepat,'' kekeh Charlie. Dia menghampiri pemuda tampan yang masih terpaku di pintu. Tangan ramping itu terjulur mengelus pipi kasar Caesar, yang segera ditepis. Charlie menggembungkan pipinya, mencoba terlihat imut, namun diabaikan. Caesar menyipitkan matanya, menatap seksama pada Gale yang masih dalam posisi duduk dan menyesap minumannya, Setelah memastikan tidak ada yang salah, dia mendengus dan membuang pandangannya.
''Jangan menatapnya seperti itu. Aku belum melakukan sesuatu padanya. Lagipula dia terlalu kecil,'' Charlie menyeringai saat mengucapkan kata 'kecil'. Caesar mendelik padanya, memperingatkan.
Bulu kuduk Gale berdiri. Dia tidak bisa membantu namun berpikir, makhluk di sini semuanya adalah makhluk gila.
Bola transparan yang ada di tangan Charlie berubah warna. Decakan tidak suka datang, ''ck, padahal aku masih ingin bersama bersama dengan kalian.'' Kepalanya yang hanya sebatas dagu Caesar, menempel pada dada bidang di depannya.
Dengan kejam Caesar mendorongnya, namun wanita itu tidak goyah. ''Pergi, pergi!''
Bibir Charlie melengkung ke bawah beberapa detik sebelum digantikan dengan senyum menggoda, ''Kau sangat kasar. Baiklah, baiklah aku pergi. Sampai jumpa nanti, Darling.'' Suara kecupan dan tawa kepuasan menyusul setelahnya.
Caesar baru akan melampiaskan kekesalannya, saat wanita itu memutar balik langkahnya dan memberikan ciuman jarak jauh, ''Kita akan bermain nanti, honey.''
Hembusan napas lelah keluar dari Caesar. Dia kemudian menatap Gale yang berwajah kaku dan meringkuk di sofa. Matanya berkedut menatap pemandangan tersebut. ''Ayo pergi!'' Gale cepat-cepat menyesuaikan kondisinya dan menyusul Caesar.
Selain suara para makhluk di sekitar mereka, kedua orang itu tidak mengatakan apapun. Caesar yang memang tidak ingin berbicara, serta Gale yang ingin mengatakan sesuatu namun tidak berani, menjadikannya kombinasi yang cocok. Sepertinya, tatapan Gale yang terlalu melekat, menggangu ketenangan Caesar. Dia melirik tajam dan berkata dengan dingin, ''berhenti menatapku. Jika Kau ingin mengatakan sesuatu, katakan!''
Ditodong dengan perkataan yang tidak pernah dibayangkan, membuat Gale gelagapan. Dia terbatuk dan mengalihkan pandangannya. Lima detik kemudian, mulutnya terbuka dan dengan suara kecil yang serius, ia bertanya, ''bisakah aku pulang?''
Sedetik kemudian, kemarahan yang tidak bisa dibendung, meledak, hampir menghancurkan seisi bangunan.
Pada saat yang sama, di sebuah bangunan mewah yang lebih mirip seperti istana, seorang wanita berambut cokelat membungkukkan tubuhnya, memberi hormat pada pria tinggi di hadapannya. ''Lapor Yang Mulia, sepertinya mereka sudah memulai rencananya.''
Pria tinggi itu menyipitkan matanya yang tajam dan terlihat berbahaya. Dia mengucapkan sebaris kalimat dengan dingin sebelum berbalik dan meninggalkan wanita itu, ''terus awasi pergerakan mereka. Jangan biarkan dia lolos.''
Wanita berambut cokelat itu mengangkat kepalanya. Matanya dipenuhi pemujaan saat ia dengan tegas menuruti perintah Yang Mulianya, ''Mengerti Yang Mulia.''
''Tangkap pria berjubah biru dan rubah itu!'' Gale tidak tahu bagaimana ia bisa terjebak di situasi ini. Awalnya, saat mendengar seruan dari pria berjubah hitam, ia berniat melarikan diri. Namun, mendengar rengekan kecil dari rubah berekor delapan itu, membuat Gale tak tega meninggalkannya. Dan sepertinya, makhluk itu mengerti jika Gale berniat menolongnya. Terbukti saat Gale mengangkat tubuhnya. Ia diam saja dan tidak menyerang seperti sebelumnya. Setelah bermenit-menit berlari menaiki tangga serta orang-orang berjubah hitam yang mengejar di belakangnya, Gale mulai menyesali keputusannya. ''Sial, kenapa juga aku ikut campur dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku. Dan juga, kenapa tangga ini rasanya semakin panjang?'' Gale menghentikan langkahnya, terengah-engah dan merasa kelelahan. Ternyata rubah yang kelihatannya kecil, bisa menjadi beban yang sangat berat. Derap kaki terdengar semakin dekat dari mereka. ''Hei!'' Gale menggoyangkan rubah yang bersembunyi di balik j
''Butterfly's Eye terjual kepada ruangan VVIP nomor 7.''Ruangan VVIP nomor 7 adalah tempat dimana Gale dan lainnya berada. Tak perlu dijelaskan siapa yang menawarkan harga tinggi untuk mendapatkan benda itu. ''Dasar gila! Untuk apa Kau membeli barang tak jelas semahal itu,'' umpat Caesar saat mendengarkan harga yang ditawarkan Fallona untuk mendapatkan Butterfly's Eye.Fallona mengibaskan rambutnya, tak sedikit pun tersinggung karena umpatan Caesar. ''Diamlah! Kau saja yang tidak tahu kegunaannya. Lagipula uangku sangat cukup untuk membeli lima benda itu.''Tak lama, pelelangan berakhir setelah MC memberikan kata penutup. Gale menyandarkan tubuhnya pada bantalan sofa dan menghela napas puas. Dia menatap Fallona yang kembali setelah mengurus pengiriman barang beliannya.''Omong-omong benda apa yang Kau beli itu?''''Kau penasaran?'' Fallona menjawab dengan nada main-main. Setiap kali Gale bertanya, wanita itu tidak bisa untuk tidak menggoda Gale terlebih dahulu.''Namanya Butterfly's
Pusat kota adalah tempat terbuka yang penuh keajaiban. Begitu Gale turun dari kereta, dia disambut dengan sorakan-sorakan yang datang entah darimana. Merpati-merpati putih terbang di langit biru dengan memancarkan cahaya keemasan di ujung ekornya.''Sepertinya akan ada suatu pertunjukan,'' sahut Fallona saat melihat merpati terbang di atas kepalanya. Tangannya terangkat, menjangkau merpati putih itu. Hebatnya, merpati itu menurut dan bertengger tenang di bahunya.''Pertunjukan?''''Ya. Burung merpati ini sebagai pengingat jika sebuah pertunjukan akan berlangsung di sini.''Gale mengangguk, tanda mengerti. 'Mungkin aku bisa menontonnya nanti.'''Bagaimana kalau kita ke tempat pelelangan alat-alat sihir? Ada sesuatu yang ingin kudapatkan,'' kata Fallona sembari melepaskan merpati putih yang bertengger di bahunya. Gale memberikan suara persetujuan, sedangkan Caesar memutar matanya malas. Mereka bertiga melewati kerumunan, yang mana menyebabkan Gale hampir terseret. Untungnya, Caesar seg
Kereta tiba-tiba berhenti selama tiga menit sebelum kembali bergerak. Sepertinya itu adalah pengecekan yang disebutkan oleh Fallona. Gale melihat keluar jendela dan menemukan jika kereta memasuki lingkungan yang tampak familiar di ingatannya. Dia sudah pernah kesini sebelumnya. Tepatnya sehari setelah ia datang ke Federlin.Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Masih sama indahnya seperti sebelumnya. Pohon-pohon biru yang akrab masih berdiri tegak di sepanjang jalan yang dilalui. Ini adalah kali kedua Gale datang kemari, namun tetap saja ia takjub melihat keunikan warna dari daun-daun pepohonan itu.Manusia-manusia kerdil yang berjalan sambil membawa kayu di punggung, menghentikan langkah saat kereta kuda melewati mereka. Kepala-kepala kecil itu, satu persatu menoleh ke belakang menatapi kepergian kereta itu.Sangat jarang untuk melihat kereta kerajaan masuk ke desa ini. Hal ini membuat mereka saling memandang satu sama lain dengan raut penasaran di wajah berkerut mereka. Ada rasa a
Gale ragu-ragu menatap Caesar, sebelum matanya beralih ke Fallona. Dia dengan hati-hati membuka mulut dan mengeluarkan suara kebingungan, ''emm, itu.....''Fallona berdecak sebal, mengerti pertanyaan tersirat Gale. Jari telunjuknya yang ramping dan lentik menunjuk ke arah Caesar. ''Jangan terus-terusan menatapnya! Aku tidak tahu darimana asalnya pria ini, yang tiba-tiba datang dan ingin menggangu rencana kencan kita berdua. Sialan!''''Ke- kencan?'' wajah Gale sontak memerah mendengar kata kencan yang meluncur halus dari mulut Fallona tanpa hambatan. Di sampingnya, Caesar memberikan senyum mengejek. ''Kau sebaiknya bangun dari mimpimu terlebih dahulu. Oh, tidak, tidak. Kau benar. Aku memang berniat merusak 'rencana kencan' yang Kau sebutkan itu. Bukankah sudah kewajibanku menjauhkan seorang anak yang tidak tahu apa-apa dari pengaruh buruk?''Suara gertakan gigi yang jelas terdengar. Hanya mendegar suaranya saja, membuat Gale membayangkan gigi-gigi itu akan rontok di detik selanjutnya
''Omong-omong, apa yang terjadi dengan Sydney? Aku belum melihatnya selama beberapa hari,'' tanya Gale penasaran dengan keberadaan Sydeny yang tidak muncul di hadapannya selama beberapa hari terakhir ini.Bukan berarti dia senang jika bertemu dengan wanita gila itu. Hanya saja ia heran, mengingat kelakuan wanita itu yang entah mengapa sangat terobsesi untuk melukai Gale tidak menampakkan batang hidungnya sedikit pun.Fallona yang mendengar pertanyaan Gale menyesap teh terlebih dahulu sebelum menanggapi pertanyaan Gale. Dia menopang dagunya dengan gumaman pelan, seolah berpikir. Namun, tentu saja Gale tahu jika wanita itu hanya berpura-pura.Mengetahui rencananya gagal, Fallona hanya tertawa singkat sebelum memutuskan untuk benar-benar menjawab pertanyaan Gale, ''sebenarnya aku juga tidak terlalu tahu. Tapi kudengar dia dikeluarkan dari Scootharts, lagi.''Dengan penasaran Gale menatap Fallona saat mendengar penekanan pada kata terkahirnya. ''Lagi?''''Oh, Kau tidak tahu? Benar juga, K
Pagi hari berikutnya datang setelah hari melelahkan berakhir. Aktivitas pagi hari tetap berjalan seperti biasa, tidak terpengaruh oleh suasana pertandingan hari kemarin. Begitu juga dengan kelas pembelajaran serta kewajiban yang harus dilaksanakan.Mengingat tentang kelas, ini adalah hari pertama Gale di kelas barunya. Dia tidak bisa menahan perasaan gugup, apalagi mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Sambil menghembuskan napas, ia berpikir untuk menenangkan dirinya, setidaknya masih ada Jean.Namun, harapannya seketika harus dipatahkan oleh kenyataan di hadapannya. Gale memasuki ruang kelas barunya, memilih bangku di paling ujung belakang dan mengamati sekeliling, berusaha menemukan sosok kecil yang dikenalnya. Setelah beberapa saat kepalanya menoleh ke kanan kiri, dia tetap tidak bisa menemukan Jean.Beberapa sosok yang familiar memang tertangkap matanya, entah dari kelas sebelumnya ataupun yang menjadi anggota timnya saat pertarungan kemarin. Berbeda dengan saat ia pertama kali t
Di sisi lain bangunan, di sebuah ruangan luas dengan sinar matahari mengintip dari celah tirai, dua sosok terlihat saling berhadapan, terlibat dalam percakapan serius. Salah satu duduk di kursi dengan menyilangkan kakinya, sedangkan yang lain berdiri tegak. Udara tegang mengisi ruang kosong di antara mereka, meskipun keberadaannya lebih didominasi oleh sosok yang berdiri diam. Charlie menyanggah dagunya saat ia tersenyum menenangkan. Tidak ada keseriusan di wajahnya seperti yang dimiliki oleh sosok di seberangnya, seolah ia hanya akan membicarakan tentang ramalan cuaca sembari menikmati teh lavendernya. ''Jangan terlalu tegang seperti itu. Bagaimana kalau duduk dulu dan makan beberapa camilan?'' Kemudian tawanya mengalun pelan, merasa geli dengan tawarannya. Menghadapi candaannya, Sydney tidak terpengaruh sedikitpun. Dia tetap berdiri tegak seperti patung dengan ekspresi sedingin lapisan es. Bahkan punggungnya lurus seperti anak panah. ''Baiklah, aku tidak akan bercanda lagi,'' set
''Kau tahu, kan, jika elemenku dengan seorang Caesar Hardenlez sangat berbeda. Elemen miliknya adalah sihir penyerang sedangkan milikku hanya sebagai pertahanan, yang artinya elemenku tidak digunakan untuk menyerang. Dan lagi, Kau ingat, peraturan tidak memperbolehkan kita untuk membunuh di arena pertarungan ini. Karena itu, jika sihir elemen penyerang digunakan untuk membuat jebakan seperti itu, sudah bisa dipastikan mereka akan mati. Elemen sihirku adalah yang paling tepat jika ingin membuat jebakan.''Gale mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Jean. Sebelumnya, saat Caesar bergerak mendahuluinya dan membuat lingkaran api yang memerangkap lawan mereka, Gale cukup terkejut. Dia pikir, Caesar mengubah rencana dan bergerak langsung untuk menyerang sendirian.Namun, tidak lama, lingkaran api itu menghilang dan digantikan dengan elemen sihir milik Jean. Hal ini membuat Gale bertanya-tanya, mengapa Caesar tidak langsung membereskannya. Dan penjelasan lengkap dari Jean menjawa