"Tidak apa-apa juga bucin sama suami. Aku juga kalau sudah menemukan orang yang tepat mau bucin," ucap Nimas mensejajarkan langkah Nada. "Nggak Nimas sayang, aku nggak bucin sama suami aku," ralat perempuan itu cepat. Membayangkan wajah Saga saja empet rasanya, bagaimana ceritanya bucin sama dia. Mereka berdua menuju ruangan mengikuti makul pertama. Masih ngobrol santai sembari menunggu Pak Dosen masuk kelas. "Laptopnya nggak ketuker lagi sama Kak Saga, Nad? Sumpah sih kalian mencurigakan." Raisa tersenyum penuh selidik. "Aman, jangan sampai," jawab Nada lebih teliti pastinya. Kemarin kebetulan yang membuatnya apes. Gegara masalah itu pula, Nada dikira keganjengan sama kakak seniornya. "Kok bisa? Emang kalian ngapain aja berdua?" tanya Raisa mencium gelagat keduanya tak biasa. "Bisa lah, kemarin kan kita belajar bareng. Namanya jugu hal tak terduga." "Beneran cuma belajar bareng? Emangnya suami kamu ngijinin gitu kalau kamu belajar sama kakak senior ganteng kaya gi
"Kenapa dibuang?" Nada menatap kesal. "Ya nggak harus jaga jarak juga. Kita kan suami istri.""Iya kalau di rumah, kalau di luar emang kamu ngakuin? Enggak kan?" ucap Nada menohok. Seketika Saya terdiam, gemas juga mendapati tingkahnya yang tidak pekaan. Dulu memang mungkin iya, tetapi sekarat dia tidak berusaha untuk menutupinya. Malah sedikit demi sedikit mulai berani konfes tentang hubungan mereka. Lantaran gemas, pria itu pun langsung mendekat, mengikis jarak, mempertemukan bibir mereka dalam satu kecupan singkat. Nada kaget, tetapi justru Saga tersenyum melihat wajahnya yang seolah tidak siap. Semakin Nada memberontak, semakin membuatnya tertantang untuk mendekat. Jarang-jarang dapat reaksi galak di ranjang, jadi harus dimanfaatkan dengan baik. "Kak, apaan sih, jangan mesum.""Ini bukan mesum Nada Zahira.""Terus mau ngapain buka baju?" Nada langsung turun dari ranjang penuh waspada. Kenapa jadi takut sendiri melihat suaminya slengean begini. Mending balik ke setelah awal ya
"Apa benar ini rumah orang di foto ini?" tanya Pak Polisi menunjukan gambar Nada di ponselnya. DegPerasaan Saga langsung tidak nyaman, ada apa sampai istrinya dicari polisi. Apakah Nada berbuat tindakan kriminal? "Iya benar, ini foto istri saya. Ada urusan apa ya Pak, cari Nada.""Sekarang istri Bapak mana? Nanti jelaskan di kantor.""Ada di rumah, sebentar Pak," ujar pria itu kebingungan. Hidup lagi capek-capeknya baru sampai rumah, eh malah ditimpa kenyataan begini. Saga langsung bergegas ke kamar. Nada yang tengah duduk santai pun terkejut saat suaminya memberi kabar. "Kamu dicariin polisi di luar!" kata pria itu sangat penasaran. "Hah, polisi? Mau ngapain?" balas Nada shock juga. Dia tidak merasa berbuat sesuatu yang melanggar hukum kenapa dicari polisi segala. "Nggak tahu, keluar dulu coba."Nada langsung bergegas keluar, diikuti Saga dengan rasa penasaran yang teramat. Bisa-bisanya ada Pak polisi yang mencari dirinya. "Maaf Pak, ada apa?" tanya Nada penasaran. "Saudara
"Tidak juga tidak apa-apa, kan kita suami istri," ucap Saga memperjelas hubungan status mereka. Di rumah semua orang juga tahu, yang Nada harapkan justru pengakuan Saga di luar. Tetapi sepertinya Saga memang tidak mau, atau jangan-jangan ada perasaan yang harus dijaga. Nada berlalu dengan tatapan datar. Perasaan selalu tidak nyaman hanya karena sikap Saga yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Seharian di rumah orang tuanya membuat Nada sedikit terhibur. Walaupun dalam hati sebenarnya mikir keras. "Apa aku pinjam uang mama separonya saja ya, terus aku jual handphone baru dari Saga. Aku perbaiki ponsel lamaku. Kayaknya cukup buat tebus tuh cincin. Emang dasar apes banget diriku ini," batin Nada galau. Kebetulan hari itu Nada ada banyak waktu luang, sementara Saga sudah lebih dulu pamit karena ada urusan. Dia akan menjemputnya nanti setelah urusannya selesai. "Handphone baru, Nad?" tanya Mama peka juga. Jelas berbeda dari yang biasa Nada pakai. "Iya Ma, kemarin jatuh jadi rusak
Pura-pura bersikap tenang dan bahagia itu rasanya melelahkan. Apalagi dengan orang yang tidak pekaan. Dari awal antara Nada dan Saga memang tidak sejalan. Dimulai dari intrik, hingga terpaksa menikah hanya untuk memperbaiki status sebagai tanggungjawab yang telah ternoda. Tidak ada cinta, dan tidak berusaha membangun asmara di tengah jalinan status resmi mereka. "Kamu tidak makan? Aku perhatikan kamu kurusan," kata Saga mendapati istrinya diam saja. Hanya sebatas menemani setelah meladeninya. "Belum lapar," jawab Nada seperlunya saja. "Hmm ... masakannya enak, masa di rumah sendiri tidak kangen dengan olahan mama." Saga kalau pulang ke rumah, pasti langsung mengisi meja makan karena rindu masakan ibunya. Makanya tak jarang pria itu dibawakan ke rumah. Sebenarnya lumayan lapar, tapi hilang selera gegara Saga di depannya. Nada akhirnya mencicipi rujak, dia tidak kembali ke tempat jamuan, melainkan memilih makan di belakang. Mengobrol dengan ibunya yang ternyata sedang di dalam.
"Kak Saga, jangan!" pekik Nada putus asa. Sepertinya pria berstatus suaminya itu tidak peduli dengan permohonan Nada kali ini. "Jangan nangis, tenanglah, aku akan melakukannya dengan lembut," kata Saga sembari mengamankan kedua tangan Nada di atas kepalanya dengan satu tangannya, sementara tangan lainnya berusaha menguasai istrinya. Malam ini untuk kedua kalinya mereka kembali menyatu. Tetapi kali ini dengan sedikit paksakan dan perasaan membara. Saga berhasil menguasai istrinya sepenuhnya, sementara Nada terdiam dengan perasaan kacau luar biasa. Pria itu seolah tidak peduli dengan jeritan penolak Nada, dia menuntaskan hasratnya begitu saja tanpa persetujuannya. Ruang kamar yang tadinya begitu berisik, berubah hening dan tenang setelah sesi panas mereka berakhir. Keadaan Nada jelas tidak baik-baik saja, terdiam dengan rasa marah memunggungi Saga. "Maaf," batin pria itu setelah keduanya terdiam cukup lama. Saga menyekapnya dalam pelukan, berusaha terlelap di sisa malam