Lima tahun kemudian,
“Sampai kapanpun, Gua enggak akan melupakan kejadian itu, Markus.” Morgan mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal.
Markus begidik. Dia menjadi saksi kakaknya diseret dari basecamp. Dilempar ke mobil polisi.
Dia sempat memohon sama Jacob untuk melepaskan Morgan. Namun, pikiran papanya itu sudah teracuni oleh bisa wanita ular dan juga anaknya itu. Morgan hanya diam, tapi picingan matanya saat itu terlihat jelas.
Ada yang Markus takutkan dari perubahan kakaknya sekarang.
Penampilan buas dengan rambut gondrong. Jambang dan kumis dibiarkan tumbuh liar. Menghiasi wajah kotaknya yang tampak sangar. Perawakannya lebih lebar berotot ditempa ganasnya belantara penjara. Tempat berkumpulnya penjahat besar negeri ini.
Kabar yang Markus dengar dari sipir. Kakaknya menjadi tahanan paling mematikan. Nyaris setiap hari ada saja tahanan yang sekarat akibat ulahnya. Sampai-sampai ada bekas rantai di kakinya. Bekas ditahan di ruang isolasi.
Ganasnya kehidupan penjara bagai hutan rimba. Kuat berkuasa, lemah tersingkir, bahkan mati.
Kakaknya sekarang adalah raja rimba yang terbebas. Tak segan melibas siapapun. Markus sangat mengkhawatirkan keselamatan Papanya.
“Kak, lebih baik kita pulang saja. Berdamai sama Papa. Memulai dari awal.”
Markus ciut. Dihujam oleh tatapan dingin Morgan.
“Pulang sana! Gua enggak butuh pengecut kayak lo!”
Nafas Markus terengah. Kata-kata kakaknya penuh penekanan. Intimidatif. Bodohnya dia meminta Morgan berdamai dengan Jacob yang jelas-jelas telah menjebloskannya ke penjara. Menjadikannya Berandal yang tidak punya masa depan.
“Maafkan aku, Kak.”
“Lo jadi anak jangan terlalu patuh sama Jacob, Markus. Buka mata Lo! Seperti apa kelakukan dia! APA PANTAS DIA DISEBUT PAPA!”
Susah payah Markus menelan ludah. Paham betul karakter kakaknya yang sama keras kepalanya sama Jacob. Hanya Markus yang mewarisi kelembutan sang Ibu. Menjadi penengah di antara mereka. Sebelum masalah menjadi tambah runyam.
Sebuah mobil jeep berhenti, mengalihkan perhatian mereka. Turun lelaki berpakaian rapi. Kemeja batik corak nyentrik tertutup jas hitam. Menepuk pundak kokoh Morgan sambil tersenyum tipis. Kepalanya sedikit menggeleng. Isyarat untuk mengikutinya.
Morgan menatap Markus sekilas sebelum berlalu. Sementara, Markus masih tergugu di tempat. Pandangannya tak lekat dengan kepergian kakaknya. Sampai dia menyadari ada logo kecil yang menempel di mobil itu. Logo dari gangster paling kejam. Black Cobra.
“Ini markas kita, Tuan.”
Morgan baru saja turun dari mobil dan dihadapkan dengan bangunan megah. Bukan mansion, melainkan resort yang cukup luas. Mewah dan nyaman. Sangat jauh dari kesan mengerikan gangster Black Cobra.
Hadyan, orang yang membawanya kemari mempersilakannya untuk masuk. Di sisi kiri dan kanan, terlihat para anggota gangster menundukkan kepala dengan hormat. Menyambut kedatangan Tuan baru mereka.
Morgan dibawa menuju lantai paling atas. Ruang paling private di resort ini.
“Selamat datang Tuan Morgan.” Empat pelayan muda menyapanya. Menggunakan rok mini serta baju belahan rendah tanpa bra.
“Tuan bisa rileks sejenak bersama mereka. Setelah itu, kita bertemu di ruang pertemuan.”
Hadyan meninggalkan ruangan yang menyerupai presidensial suite itu. Di saat bersamaan keempat wanita itu dengan kenesnya mengerumuni Morgan.
“Apa yang bisa kami bantu Tuan?”
Morgan menatap mereka satu persatu. Wajah dinginnya menyeringai. Membayangkan keempatnya melepas baju sambil bergoyang stripsis.
Di ruang pertemuan, beberapa kali Hadyan melihat penunjuk. Sudah dua jam lebih, Morgan belum datang. Entah apa yang dilakukannya bersama keempat wanita seksi pilihannya itu.
Sampai dia melihat ke ambang pintu. Morgan tampil beda dengan pakaian casual berbalut blazer. Lebih bersih dengan tubuh gagahnya. Serta rambut yang dikuncir sporty. Tak menghilangkan kesan garang tapi justru lebih berwibawa.
“Ayam pilihanmu mantap sekali, Hadyan.” Morgan berujar dengan sumringah. Kentara sekali gurat kepuasan di wajahnya.
“Rate mereka paling tinggi di tempat lokalisasi kami, Tuan.”
“Good! Khususkan mereka untuk saya.”
“Baik Tuan.”
Morgan menghempaskan tubuh besarnya di singgasana Black Cobra. Satu kakinya naik. Dengan pergerakan kursi yang agak memutar, Dia menatap tajam Hadyan.
“Agenda apa yang akan kita bahas hari ini.”
“Tidak ada agenda khusus Tuan. Semua bisnis kita yang legal maupun tidak berjalan di bawah kendali. Hanya saja, kita baru saja mendapatkan misi khusus untuk mencari putri tunggal Hartanto internasional.”
“Sarah?” tembak Morgan. Siapa yang tidak kenal dengan pewaris tunggal kekayaan nomer satu di negeri ini. Morgan ingat. Terakhir kali dia dijebloskan ke penjara, berita tentang Sarah yang diterima di Oxford University viral di mana-mana, sampai menjadi headline beberapa media. Khususnya media yang berada di bawah naungan Hartanto internasional.
Lima tahun berlalu, harusnya dia sudah lulus dan siap untuk meneruskan tahta konglomerat, tapi kenapa dia malah melarikan diri?
“Benar Tuan, Sarah kabur semenjak Nyonya Damara, ibu kandungnya meninggal. Sekarang perusahaan tersebut berada di bawah kendali Papa tirinya, Michael. Belilau-lah yang memerintahkan kita menangkap Sarah.”
“Kamu tahu alasan Nyonya Damara meninggal?”
“Tahu Tuan, Beliau meninggal karena menjadi korban tabrak lari. Pelakunya belum ditemukan sampai saat ini.”
“Apa ada sangkut pautnya dengan gang kita?”
“Tidak sama sekali, Tuan. “
Morgan menyatukan kedua tangannya. Menopang dagu. Sepertinya ada hubungannya antara Michael, kematian Nyonya Damara dan kaburnya Sarah.
“Pasti ini perbuatan Michael yang menyuruh orang lain untuk menabrak Nyonya Damara. Supaya dia bisa memonopoli kekayaan itu.”
“Bisa jadi seperti itu, Tuan, tapi, itu bukan urusan kita. Yang terpenting sekarang kita harus bisa menemukan Sarah dan menyerahkannya kepada Michael.”
“Berapa yang ditawarkan.”
“Sebelas digit Tuan.”
“Shit!” Morgan mengusap-usap bawah hidungnya. Jumlah yang tidak sebanding dengan apa yang akan didapatkan perampok elite bernama Michael itu. Tidak ingin gangster ini dibodohi. Kalau bisa mendapatkan lebih besar, kenapa harus terima kecil. Lagipula mereka gangster kejam. Harus lebih bengis dan licik. Kalau bisa merampok apa yang Michael sudah rampas dari keluarga Hartanto.
“Bagaimana Tuan?”
“Tetap cari Sarah. Biar aku yang akan bernegosiasi dengan Michael.” Morgan dengan rencana licik tersimpan di kepalanya.
Di sebuah restorant western, pertemuan besar terjadi antara keluarga Adam dan juga Michael beserta istrinya.“Demi kelancaran bisnis, apa tidak sebaiknya kita melakukan pendekatan secara kekeluargaan? Menjodohkan Andres dengan Sarah mungkin.” Angeline mencetuskan ide. Matanya mengerling penuh arti ke Michael dan istrinya Anggy.“Kenapa Mama bicara seperti itu?” Jacob menyikut pelan pinggang istrinya sambil berbisik pelan. Tatapannya tidak enak hati dengan Tuan besar pemilik Hartanto Internasional itu.“Memangnya ada yang salah, Pa? aku kan hanya menyampaikan ide. Lagian, sudah sering lho perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tuan Michael. Kebetulan masing-masing dari kita punya anak yang masih single. Kenapa tidak kita jodohkan saja?” Angeline berkata tanpa rasa sungkan. Jacob yang dibuat cemas. Takut kalau Michael murka dan membatalkan semua kerja sama bisnis. Bisa rugi besar perusahaan Adam Persada miliknya.
Morgan diam mengamati sosok yang tak lain adalah Anggy. Samar-samar dia mendengar suara tangis wanita itu di pinggir kolam.Morgan bangkit dari tempatnya duduk. Menghisap sisa rokok dalam-dalam dan membuangnya. Wanita itu sama sekali tidak menyadari adanya tatapan mata buas yang menelanjangi keseksian tubuhnya.“Ngapain mama seksi nangis di situ?” Morgan bergumam. Dia mengusap bawah hidungnya. Alih-alih menghampiri Anggy. Dia justru melangkah ke dalam.Benar saja. Dia melihat Michael yang sedang berkutat di meja kerjanya. Terlalu sibuk sampai mengabaikan Anggy. Mama montok itu ternyata kurang belain, begitu gumam Morgan.Sebelum beranjak dari sana, dia mendengar Michael mengangkat telefon. Telinganya menangkap jelas percakapan Michael dengan orang asing di seberang sana.“Sekarang, di mana posisi kamu?” Michael to the point. Nada bicaranya serius.“Bagus. Lebih baik kamu di sana sampai beberapa waktu ke de
Anggy mengulurkan ponsel itu dengan hati berdebar. Morgan terlihat mengotak-atik ponselnya sebentar dan menunjukan sesuatu kepada Anggy.“Nyonya lihat sendiri kan. Ini kelakukan Tuan Michael yang sering keluar kota, tapi tidak lupa membawa wanita cantik.” Morgan menunjukan foto-foto Michael menggandeng wanita yang berbeda-beda di setiap hotel yang pernah dia kunjungi.“Ini tidak mungkin. Dari mana kamu mendapatkan semua foto ini?” sanggah Anggy.Morgan terkekeh.”Nyonya Anggy lupa, kalau Black Cobra mempunyai usaha hotel. Di mana relasinya sampai tersebar di seluruh pulau. Jadi sebenernya bukan skandal Tuan Michael saja yang kami tahu, tapi hampir semua orang penting, artis, pejabat, dan pengusaha besar lainnya. Mafia seperti kami selalu mempunyai celah untuk memeras orang.”Morgan memaparkan. Hari-hari sebelum dia menjadi bodyguard keluarga ini. Terlebih dahulu, dia meminta anak buahnya untuk memata-matai Michael. Menca
Morgan melangkah dengan santai di lantai dua. Terdengar suaranya bersiul-siul. Di depan pintu kamar Michael, dia berhenti. Melihat sosok pria sepantaran Jacob itu tampak mengenakan baju tidur dengan wajah kuyu. Agaknya, dia baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sampingnya. “Selamat pagi, Tuan Michael.” Morgan menyapa sopan. “Ngapain kamu pagi-pagi sampai lantai dua?” “Saya sedang melihat situasi penjuru rumah saja, Tuan. Tugas saya kan memang menjaga situasi tetap aman.” Michael memicingkan mata. Melihat Morgan dari atas sampai bawah. Tak langsung percaya dengn anggota gangster ini apalagi wajahnya yang bengis, seperti perampok yang tidak segan menghabisi korbannya. Seolah bisa membaca pikiran Michael, Morgan menyeringai. Tahu bahwa Michael curiga dengan gerak-geriknya yang seperti mau merampok. Memang itu tujuan Morgan. Merampas habis semua kekayaan Hartanto internasional untuk kemudian mengintervensi perusahaan Jacob, kalau perl
Morgan masuk ke mobil setelah Anggy. Morgan tersenyum saat wanita itu memilih duduk di kursi depan dibandingkan di belakang. Bukankah biasanya majikan lebih memilih menjaga jarak dengan bawahannya? “Kok senyum-senyum? Memangnya ada yang lucu?” Masih dengan sikap judesnya walau berdua. Morgan berdecak. Apa Anggy lupa dengan rasanya semalam. “Enggak, aku kasihan saja melihat Maya yang dibentak sama Nyonya tadi.” Morgan berkata sambil menjalankan mobil. “Oh, kamu suka kalau dekat-dekat dengan wanita gatel itu?” “Memangnya kenapa? Nyonya cemburu?” Anggy bungkam. Wajahnya memerah. Surga semalam menjadikan Anggy begitu ingin memiliki Morgan. Makanya dia sangat keras membentak Maya tadi. “Karena suamiku sudah membayar mahal ke Bos kamu untuk menyewa kamu. Bersamaku sepanjang waktu.” Morgan tersenyum kecil. Wanita konglomerat ini ternyata masih bertahan akan gengsinya. Morgan tidak buru-buru memaksanya menyerah. Pelan-pelan saja. Morga
Sosok itu membalikan badan. Berjalan dengan sangat cepat. Seandainya, Morgan berada di lantai dasar, pasti sosok itu berhasil dikejar. Namun sayang, dia hanya bisa memantau dari atas.Morgan tidak kehilangan akal. Langsung menelfon anak buahnya. Memintanya untuk bergerak di daerah Thamrin. Mencari sosok misterius itu. Dia menduga sosok itu sedang merencanakan sesuatu. Yang pasti sangat membahayakan bagi Anggy. Well, selama rencananya belum berhasil, dia harus memastikan keselamatan Anggy. Jam makan siang, Anggy kembali masuk ke ruangannya. Mendapati Morgan tertidur dengan posisi menyandarkan diri di sofa. Samar-samar terdengar suara dengkuran halus.Anggy mengulum bibir. Melihat posisi kedua paha besar Morgan yang terbuka.Ingin sekali dia menaikinya. Menempelkan susu besarnya ke bongkahan dada bidang Morgan. Menggesek sesuatu yang menjulang dengan perkasanya. Menyatukan kuluman panas bibir tebal Morgan yang berbau rokok. Memikirkannya membuat dara
Morgan membalikan badan. Di hadapannya, ada Liana. Wanita bertubuh pendek dengan body yang cukup sekal. Sangat mantap digendong dari depan. Saling berhadapan.Liana terperangah. Tas yang dibawanya sampai jatuh. Isinya berserakan di luar.Morgan memicingkan mata. Dia merapikan celananya ala kadarnya untuk berjalan mengambil isi dari dompet itu. Liana justru berdebar-debar. Menganggap Morgan akan melakukan itu di toilet ini.“M-morgan,” Liana mendesis sambil mencegah Morgan untuk jongkok. Tapi, dengan kasar Morgan menepis tangan Liana dan mengambil dompet yang menjadi perhatiannya itu.Morgan memegang dompet itu. Melihat foto yang terpampang jelas di sana. Itu foto Gilang sahabat yang mengkhianatinya dulu.“Itu Gilang anakku, kamu kenal dengan dia?”Morgan menoleh cepat. Pantas saja, dia agak familiar dengan wajah Liana yang mirip dengan seseorang. Iya, memang mirip sekali denga
Anggy meminta untuk di antarkan ke butik, karena ada beberapa pejabat penting yang datang melakukan fitting baju pengantin. Kehadirannya di sana akan sangat lama, Morgan memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke Markas.“Tuan, saya sudah mendapatkan informasi mengenai sosok asing yang Tuan maksud. Dia tinggal tidak jauh dari daerah Thamrin.” Hadyan melapor saat Morgan duduk di singgasananya. Dia tampak melepas beberapa kancing bajunya karena merasa kegerahan padahal ruangan full Ac.“Kira-kira siapa orang itu? Dan apa motifnya mengintai butik milik Anggy?”“Saya kurang tahu, Tuan. Mungkin saja dia adalah musuh Michael yang berniat mencelakai Anggy.”Morgan tercenung. Mungkin itulah alasan kenapa Michael menyewa bodyguard untuk melindungi Anggy sepanjang waktu.“Apa perlu saya suruh anggota kita untuk menculiknya?”“Tidak perlu. Cukup berikan alamatnya kepada saya. Biar saya yang ak