“Honey!” Angeline bergelayut di samping Jacob dengan tangisnya yang semakin pecah. Jacob melihat Angeline sekilas kemudian kembali menatap setajam pisau ke arah Morgan.
“Honey, Maafkan aku. Aku lupa saat hendak menasehati Morgan malah menggunakan pakaian seperti ini. Morgan tadi menyeretku masuk ke dalam kamar mandi. Dia akan melecehkanku, tapi untungnya aku menolak Honey!”
“Tapi, kamu enggak kenapa-napa ‘kan?” tanya Jacob dengan sangat lembutnya. Dia lebih memperdulikan Angeline daripada Anak sulungnya yang super badung itu.
Jacob beralih ke Morgan. Memicingkan mata sambil melangkah lebar. Sejurus, Melayangkan satu tamparan keras ke wajah anak sulungnya itu.
“Lancang sekali kamu berbuat amoral kepada calon mama tiri kamu sendiri hah! Percuma saja papa mendidikmu selama ini!” Jacob dengan wajah merah padam.
Morgan memegang rahangnya. Menatap nanar papanya. Papanya marah besar tanpa memberikannya kesempatan untuk menjelaskan.
“Papa salah sangka. Kejadiannya tidak seperti itu, Pa.” Belum sempat Morgan membela diri, perkataanya langsung dipotong.
“Enggak usah membela diri! Papa sudah muak dengan kamu. Berandal! Gak tahu diuntung!”
Jacob diam sesaat. Sesuatu membuncah di dadanya. Tak mampu ditahannya lagi. Dan dia pun dengan lantang berucap,
“Pergi kamu dari sini! Jangan pernah kembali!”
Morgan serasa ditikam. Gara-gara Angeline, papanya tega mengusirnya.
“Jangan Honey, jangan usir Morgan! walaubagaimanapun dia anak kandungmu sendiri,” Angeline pura-pura membujuk Jacob. Rasanya Morgan ingin meludah saja ke mulut manis Angeline itu.
“Sudahlah Honey! Biarkan dia pergi! Menyesal aku pernah punya anak dari rahim Mariam, kalau jadinya sampah seperti dia!”
Morgan menatap tidak percaya. Sering kali dia dikatai papanya. Namun, ini yang paling menyakitkan.
“Ok, Fine. Aku akan pergi.” Morgan bergerak ke almarinya, tapi bentakan Jacob menghentikannya.”
“Mau ngapain kamu! Jangan ambil apapun yang ada dirumah ini! Tinggal semua yang kamu miliki karena semua itu milik papa . Sebentar lagi papa juga akan membekukkan kartu atm kamu.”
Morgan geram tanpa membantah. Sementara, Angeline terlihat mendesis bak ular berbisa di lengan papanya. Bagaimana bisanya bisa meracuni pikiran papanya sampai hilang nurani. Morgan mendengus kasar. Untuk sekarang dia mengalah, tapi suatu saat dia akan membalasnya.
Morgan keluar dari rumah itu, hanya menggunakan celana boxer yang dikenakannya. Dia terbuang dengan cara yang hina.
“Tuan muda menginap di rumah saya saja untuk sementara waktu,” ucap security mansion itu yang iba melihat Morgan.
“Enggak perlu, Pak. Tolong panggilkan adik saya saja untuk menjemput di sini.” Morgan merendahkan nada bicaranya. Security tanggap. Dia langsung menggeser layar ponselnya. Menghubungi adik Morgan.
Lima belas menit kemudian, Sebuah mobil porsce berhenti tepat di hadapannya.
“Apa yang terjadi, Kak?” Markus bertanya dengan gaya lembutnya.
Morgan tidak segera menjawab. Dia berjalan memutar di kursi samping kemudi dan menyandarkan tubuh gempalnya yang basah di sana.
“Jalan!”
“Jalan, kemana, Kak?”
“Basecamp.” Morgan menyebut tempat yang paling membuatnya nyaman.
Sampailah di basecamp, di sana dia menangkap percakapan yang mengejutkan.
“Ayo kita rayakan keberhasilan kita menyingkirkan Morgan.” Gilang mengulurkan bir di tangannya yang diikuti Hendrik, Adrian, dan juga Andres. Kaleng bir mereka saling beradu.
Tos.
Ditegaknya bir itu bersama-sama. Tampak raut kegembiraan terpancar dari wajah mereka
“Sumpah lega sekali bisa terbebas dari si kunyuk yang suka ngatur itu.” Adrian menukas.
“Iya, semoga setelah ini dia tidak menampakkan batang hidungnya di basecamp. Jujur saja sudah eneg melihatnya.” Hendrik. Cepat menimpali.
“Kenapa kalian tidak mendepaknya dari dulu?” Andres melontarkan pertanyaan. Ketiga anggota gang itu saling pandang sejenak. Dan melihat Andres kembali.
“Sayang duitnya, Dia kan pewaris tunggal kekayaan Adam Persada Group.”
“Tapi itu dulu, sekarang kamu yang mengelola perusahaan itu. Kamu jauh lebih berkuasa daripada dia. Dan lagi, dia mungkin menjadi gelandangan sekarang karena diusir dari mansion.” Gilang cepat menyambung perkataannya di hadapan Andres yang diiringi suara gelak tawa yang lain.
Tiba-tiba, Morgan muncul dari samping pintu. Dengan kalap menyerang mereka. Namun, karena jumlah mereka lebih banyak. Morgan berhasil dilumpuhkan.
“Ayo bangun, pecundang!” Andres terkekeh sambil menginjak pipi Morgan. Pria naas itu terkunci di bawah sana.
Morgan berhasil bangkit. Membuat Andres terjengkang. Ketiga anggota gang langsung ambil tindakan. Morgan yang dikuasai rasa benci akibat pengkhianatan para sahabatnya itu lepas kontrol. Menghajar mereka sampai terkapar.
Kini, tinggal Andres yang sudah bangkit. Hendak memukul. Namun, Morgan terlebih dahulu mencekiknya dan mendorongnya ke tembok. Lebih parah dari itu, Morgan mengangkat leher Andres, sampai laki-laki itu kesakitan.
“Lepaskan Andres! bajingan!”
Pandangan Morgan langsung teralih ke pintu. Jacob datang bersama dengan Angeline. Namun yang mengherankan ada beberapa polisi juga di sekitarnya.
“Tangkap dia, Pak!” Jacob langsung menunjuk ke arah Morgan. Para aparat itu dengan sigap mendekati Morgan. Satu di antaranya siap dengan borgol.
“Bentar, maksudnya apa ini, Pa?” Morgan tidak mengerti mengapa papanya meminta polisi menangkapnya.
“Aku melaporkan kamu atas kasus asusila yang kamu lakukana terhadap calon istri papa.”
Morgan membuntang. Telinganya menangkap jelas kalimat papanya barusan. Tidak cukup dengan mengusirnya. Kini, Jacob, papa kandungnya sendiri menjebloskannya ke penjara!
Tubuh Morgan menegang. Dia seperti tidak mengenal Jacob lagi. Perangainya berubah. Pria yang seharusnya menjadi hero keluarga justru dibutakan hati. Terlebih Jacob menekankan kata ‘calon istri’ . Tanda obsesi besarnya kepada wanita racun itu.
“Saya juga mau melapor, Pa.” Kali ini Andres ikut andil. Dia memanggil Jacob apa tadi? Papa? Cih. Memuakkan!
Andres beralih ke komandan polisi yang membawa polisi di situ.
“Begini Pak, orang ini juga telah memperkosa Jennifer, pacar saya. Saya punya bukti rekaman percakapan telefon saat orang ini melakukan aksinya.” Andres menghidupkan rekaman di ponselnya. Di dengar oleh semua orang di sana. Liciknya, Andres memotong bagian perkataan Jennifer yang mengiba untuk digagahi Morgan. Terkesan bahwa Morgan adalah tersangkanya.
“Sekarang di mana saudari Jennifer.” Komandan bertanya.
“Dia sekarang di rumah sakit, Pak. Bagian intimnya hancur gara-gara ulah orang ini. Dia juga sepertinya trauma, Pak.”
“Makanya ketika saya akan melapor. Orang ini justru datang di basecamp. Menghajar kami semua sampai babak belur.”
Morgan mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal. Tapi, tidak ada yang bisa dia perbuat. Keadaannya tersudut. Sekilas, dia melihat raut wajah papanya yang murka.
“Papa malu punya anak seperti kamu. Kenapa kamu tidak mati saja dikandungan ibumu, daripada terus berbuat melampaui batas.”
Morgan diam. Terlihat Angeline menghampiri Andres yang masih merasakan tersiksa di tenggorokannya. Jacob juga menghampirinya. Menanyakan keadaan Andres sambil mengusap rambutnya. Menorehkan luka di hati Morgan. Seumur hidupnya, dia tidak pernah dielus kepalanya oleh Jacob. Tapi, perlakukan kebapakan itu justru ditunjukan kepada orang lain.
“Bawa dia Pak! Berikan hukuman seberat-beratnya, kalau perlu tempatkan dia di penjara paling ganas,” perintah Jacob.
Lima tahun kemudian,“Sampai kapanpun, Gua enggak akan melupakan kejadian itu, Markus.” Morgan mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal.Markus begidik. Dia menjadi saksi kakaknya diseret dari basecamp. Dilempar ke mobil polisi.Dia sempat memohon sama Jacob untuk melepaskan Morgan. Namun, pikiran papanya itu sudah teracuni oleh bisa wanita ular dan juga anaknya itu. Morgan hanya diam, tapi picingan matanya saat itu terlihat jelas.Ada yang Markus takutkan dari perubahan kakaknya sekarang.Penampilan buas dengan rambut gondrong. Jambang dan kumis dibiarkan tumbuh liar. Menghiasi wajah kotaknya yang tampak sangar. Perawakannya lebih lebar berotot ditempa ganasnya belantara penjara. Tempat berkumpulnya penjahat besar negeri ini.Kabar yang Markus dengar dari sipir. Kakaknya menjadi tahanan paling mematikan. Nyaris setiap hari ada saja tahanan yang sekarat akibat ulahnya. Sampai-sampai ada bekas rantai di kakinya. Bekas ditah
Di sebuah restorant western, pertemuan besar terjadi antara keluarga Adam dan juga Michael beserta istrinya.“Demi kelancaran bisnis, apa tidak sebaiknya kita melakukan pendekatan secara kekeluargaan? Menjodohkan Andres dengan Sarah mungkin.” Angeline mencetuskan ide. Matanya mengerling penuh arti ke Michael dan istrinya Anggy.“Kenapa Mama bicara seperti itu?” Jacob menyikut pelan pinggang istrinya sambil berbisik pelan. Tatapannya tidak enak hati dengan Tuan besar pemilik Hartanto Internasional itu.“Memangnya ada yang salah, Pa? aku kan hanya menyampaikan ide. Lagian, sudah sering lho perusahaan kita bekerja sama dengan perusahaan Tuan Michael. Kebetulan masing-masing dari kita punya anak yang masih single. Kenapa tidak kita jodohkan saja?” Angeline berkata tanpa rasa sungkan. Jacob yang dibuat cemas. Takut kalau Michael murka dan membatalkan semua kerja sama bisnis. Bisa rugi besar perusahaan Adam Persada miliknya.
Morgan diam mengamati sosok yang tak lain adalah Anggy. Samar-samar dia mendengar suara tangis wanita itu di pinggir kolam.Morgan bangkit dari tempatnya duduk. Menghisap sisa rokok dalam-dalam dan membuangnya. Wanita itu sama sekali tidak menyadari adanya tatapan mata buas yang menelanjangi keseksian tubuhnya.“Ngapain mama seksi nangis di situ?” Morgan bergumam. Dia mengusap bawah hidungnya. Alih-alih menghampiri Anggy. Dia justru melangkah ke dalam.Benar saja. Dia melihat Michael yang sedang berkutat di meja kerjanya. Terlalu sibuk sampai mengabaikan Anggy. Mama montok itu ternyata kurang belain, begitu gumam Morgan.Sebelum beranjak dari sana, dia mendengar Michael mengangkat telefon. Telinganya menangkap jelas percakapan Michael dengan orang asing di seberang sana.“Sekarang, di mana posisi kamu?” Michael to the point. Nada bicaranya serius.“Bagus. Lebih baik kamu di sana sampai beberapa waktu ke de
Anggy mengulurkan ponsel itu dengan hati berdebar. Morgan terlihat mengotak-atik ponselnya sebentar dan menunjukan sesuatu kepada Anggy.“Nyonya lihat sendiri kan. Ini kelakukan Tuan Michael yang sering keluar kota, tapi tidak lupa membawa wanita cantik.” Morgan menunjukan foto-foto Michael menggandeng wanita yang berbeda-beda di setiap hotel yang pernah dia kunjungi.“Ini tidak mungkin. Dari mana kamu mendapatkan semua foto ini?” sanggah Anggy.Morgan terkekeh.”Nyonya Anggy lupa, kalau Black Cobra mempunyai usaha hotel. Di mana relasinya sampai tersebar di seluruh pulau. Jadi sebenernya bukan skandal Tuan Michael saja yang kami tahu, tapi hampir semua orang penting, artis, pejabat, dan pengusaha besar lainnya. Mafia seperti kami selalu mempunyai celah untuk memeras orang.”Morgan memaparkan. Hari-hari sebelum dia menjadi bodyguard keluarga ini. Terlebih dahulu, dia meminta anak buahnya untuk memata-matai Michael. Menca
Morgan melangkah dengan santai di lantai dua. Terdengar suaranya bersiul-siul. Di depan pintu kamar Michael, dia berhenti. Melihat sosok pria sepantaran Jacob itu tampak mengenakan baju tidur dengan wajah kuyu. Agaknya, dia baru menyadari kalau istrinya tidak ada di sampingnya. “Selamat pagi, Tuan Michael.” Morgan menyapa sopan. “Ngapain kamu pagi-pagi sampai lantai dua?” “Saya sedang melihat situasi penjuru rumah saja, Tuan. Tugas saya kan memang menjaga situasi tetap aman.” Michael memicingkan mata. Melihat Morgan dari atas sampai bawah. Tak langsung percaya dengn anggota gangster ini apalagi wajahnya yang bengis, seperti perampok yang tidak segan menghabisi korbannya. Seolah bisa membaca pikiran Michael, Morgan menyeringai. Tahu bahwa Michael curiga dengan gerak-geriknya yang seperti mau merampok. Memang itu tujuan Morgan. Merampas habis semua kekayaan Hartanto internasional untuk kemudian mengintervensi perusahaan Jacob, kalau perl
Morgan masuk ke mobil setelah Anggy. Morgan tersenyum saat wanita itu memilih duduk di kursi depan dibandingkan di belakang. Bukankah biasanya majikan lebih memilih menjaga jarak dengan bawahannya? “Kok senyum-senyum? Memangnya ada yang lucu?” Masih dengan sikap judesnya walau berdua. Morgan berdecak. Apa Anggy lupa dengan rasanya semalam. “Enggak, aku kasihan saja melihat Maya yang dibentak sama Nyonya tadi.” Morgan berkata sambil menjalankan mobil. “Oh, kamu suka kalau dekat-dekat dengan wanita gatel itu?” “Memangnya kenapa? Nyonya cemburu?” Anggy bungkam. Wajahnya memerah. Surga semalam menjadikan Anggy begitu ingin memiliki Morgan. Makanya dia sangat keras membentak Maya tadi. “Karena suamiku sudah membayar mahal ke Bos kamu untuk menyewa kamu. Bersamaku sepanjang waktu.” Morgan tersenyum kecil. Wanita konglomerat ini ternyata masih bertahan akan gengsinya. Morgan tidak buru-buru memaksanya menyerah. Pelan-pelan saja. Morga
Sosok itu membalikan badan. Berjalan dengan sangat cepat. Seandainya, Morgan berada di lantai dasar, pasti sosok itu berhasil dikejar. Namun sayang, dia hanya bisa memantau dari atas.Morgan tidak kehilangan akal. Langsung menelfon anak buahnya. Memintanya untuk bergerak di daerah Thamrin. Mencari sosok misterius itu. Dia menduga sosok itu sedang merencanakan sesuatu. Yang pasti sangat membahayakan bagi Anggy. Well, selama rencananya belum berhasil, dia harus memastikan keselamatan Anggy. Jam makan siang, Anggy kembali masuk ke ruangannya. Mendapati Morgan tertidur dengan posisi menyandarkan diri di sofa. Samar-samar terdengar suara dengkuran halus.Anggy mengulum bibir. Melihat posisi kedua paha besar Morgan yang terbuka.Ingin sekali dia menaikinya. Menempelkan susu besarnya ke bongkahan dada bidang Morgan. Menggesek sesuatu yang menjulang dengan perkasanya. Menyatukan kuluman panas bibir tebal Morgan yang berbau rokok. Memikirkannya membuat dara
Morgan membalikan badan. Di hadapannya, ada Liana. Wanita bertubuh pendek dengan body yang cukup sekal. Sangat mantap digendong dari depan. Saling berhadapan.Liana terperangah. Tas yang dibawanya sampai jatuh. Isinya berserakan di luar.Morgan memicingkan mata. Dia merapikan celananya ala kadarnya untuk berjalan mengambil isi dari dompet itu. Liana justru berdebar-debar. Menganggap Morgan akan melakukan itu di toilet ini.“M-morgan,” Liana mendesis sambil mencegah Morgan untuk jongkok. Tapi, dengan kasar Morgan menepis tangan Liana dan mengambil dompet yang menjadi perhatiannya itu.Morgan memegang dompet itu. Melihat foto yang terpampang jelas di sana. Itu foto Gilang sahabat yang mengkhianatinya dulu.“Itu Gilang anakku, kamu kenal dengan dia?”Morgan menoleh cepat. Pantas saja, dia agak familiar dengan wajah Liana yang mirip dengan seseorang. Iya, memang mirip sekali denga