Share

Part 7

Ucapan Reyhan membuat semangat baru bagiku, Reyhan memang ada benarnya. Namun, masalah jatuh cinta lagi sepertinya belum terpikirkan, ada trauma bagiku untuk jatuh cinta lagi. 

 

Sore ini jadwal operasiku, saatnya untuk bangkit untuk tidak dibayangi masa lalu. 

 

"Dok, ruangan operasi sudah siap."

 

"Baik, Sus, saya akan segera kesana."

 

Menyiapkan fisik ketika operasi sangat penting, kali ini operasi berat, operasi tumor payudara seorang gadis muda. Ketika sampai ruang operasi dada ini bergetar karena satu tim dengan Andra. Terlihat dia sedang menyiapkan diri sebelum masuk ruang operasi. Dengan langkah percaya diri tanpa memedulikannya kusiapkan diriku sebaik mungkin, ini adalah tujuanku mengambil spesialis bedah agar bisa bertarung dengannya.

 

Ketika membersihkan tangan sebelum masuk ruangan, Andra berada disampingku. Rasa ini jangan ditanya, tapi profesional dalam bekerja lebih diutamakan. Suasana hening, begitu pula dengan dia. 

 

"Kita satu tim, apa kamu mengambil bedah umum?" tanyanya, dia pasti sudah tahu, paling hanya sekedar basa basi. Aku hanya diam, tidak sedikit pun ada rasa hanya sekedar basa basi dengannya.

 

Di dalam ruangan kami fokus dengan tugas masing-masing.

 

"Selamat datang, Dok," sapa tim yang sudah siap.

 

"Mari kita mulai." Kali ini Andra sebagai ketua tim operasi. 

 

Suasana tiba-tiba hening, berada di ruang operasi selalu membuat jantungku berdegup kencang,  semangat selalu tumbuh untuk menyelamatkan pasien. Kali ini pasien muda yang menjadi pasien kami. Sebelum operasi biasanya aku mendekati pasien, memberikan semangat bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tidak mudah bagi pasien menjalani operasi, beberapa dari mereka bahkan mundur teratur karena takut disamping biaya yang tidak sedikit. Andra terus memandangku mungkin heran melihatku yang dekat dengan pasien, biarkan saja dia dengan pikirannya.

 

"Bisa kita mulai?" 

 

"Bisa, kita berdo'a dulu sebelum mulai." Kebiasaanku dari awal adalah mengajak tim untuk berdo'a, dokter adalah manusia biasa yang tidak bisa melawan takdir. Ketika Do'a dan usaha telah dilakukan hasil akhirnya kita serahkan kepada yang Maha Kuasa . Lagi-lagi Andra seperti terpukau. 

 

Setelah berdo'a semua tim bersiap dan memulai operasi.

 

"Cutter." Tim yang bertugas memberikan pisau bedah ke Andra.  Andra mulai membuka sayatan, operasi tumor payudara biasanya  membutuhkan waktu 2-5 jam, tergantung dari tim yang bekerja. Ini sudah menjadi hal biasa bagi kami sebagai spesialis bedah.

 

Andra di meja operasi sangat fokus, keuletannya jangan diragukan lagi. Sejak dulu dia terkenal sebagai si 'Raja Pisau' dan aku belajar banyak darinya.

 

Semua fokus seperti terpana melihat kami yang kompak dalam operasi kali ini. Meski semua heran melihat kami yang tak banyak bicara hanya suara alat yang terdengar. 

 

"Bagaimana keadaan pasien?" tanya Andra yang sudah selesai pengangkatan tumor pasien. 

 

"Normal, dok. Semuanya normal."

 

"Oke, terima kasih." Dengan cekatan kuambil alih untuk menjahit, Andra lagi-lagi seperti terpana, tidak menyangka mantan istrinya ini bisa berbagi peran dengannya.

 

"Kalau megang jarum, dokter Nadhine jagonya, Dok." Salah satu tim membuka suara. Tidak peduli dengan dia yang heran kulanjutkan aktivitas dalam menjahit, ini butuh keterampilan dan fokus agar rapi dan tidak salah.

 

"Alhamdulillah selesai."

 

"Alhamdulillah," timpal Andra.

 

"Sisanya dibereskan, ya," ucapku pada tim yang lain, leher ini sudah tidak bisa dikondisikan. 

 

Hari ini dua operasi berat dan untuk pertama kali satu tim dengan mantan. Yang kusyukuri hanya satu, bisa dengan tenang di meja operasi bersama sang mantan, sesuai dengan misiku untuk bertarung dengannya di meja operasi tanpa memedulikan kenangan masa lalu.

 

"Terima kasih dokter Andra dan semua tim. Saya pamit duluan, ya." Aku berlalu meski raut wajah Andra jangan ditanya lagi. 

 

Setelah keluar ruangan segera kubersihkan diriku, Andra mendekatiku. Sebenarnya ada apa dengan Andra? Bukankah hidupnya sudah lebih bahagia. Kenapa dia seperti ingin mengusikku kembali.

 

"Nad ...." Ucapannya terputus.

 

"Kenapa, Dok? Ada masalah?" Dia menggeleng.

 

"Aku duluan, dokter Andra."

 

"Kenapa kamu menghindariku, Nad!" ya Ampun apalagi Andra! Bukannya kita sudah end, jangan berikan harapan lagi.

 

"Kita sudah tidak ada hubungan sejak 8 tahun yang lalu, Dok."

 

"Itu kamu, bukan aku!"

 

"Lalu masalahnya dimana, Dok. Semua sudah jelas."

 

"Iya sangat jelas jika kamu selingkuh dariku, bukan begitu, Nad!" apalagi ini, sampai kapan tuduhan selingkuh ini. Tidak keluarganya, kali ini dia juga ikut mengadiliku.

 

"Mana buktinya, Dokter Andra yang terhormat!" 

 

"Ikut denganku!" Dia menarik tanganku, tidak peduli banyak pasang mata yang melihat kami. Ada apa sih sebenarnya dengan Andra ini!

 

Kami masuk ruangan, Andra segera membuka tasnya dan mengeluarkan foto kebersamaanku dengan seorang laki-laki. Fitnah apalagi ini, terus apa gunanya membela diri semua sudah tamat delapan tahun yang lalu.

 

"Ini, Nad! Tolong jelaskan. Delapan tahun yang lalu aku menyimpannya, fotomu dengan laki-laki ini. Apa ini alasannya kamu tidak mau berhubungan denganku, Nad. Kamu menyiksaku lahir bathin, dan tidak cukup dengan iti kamu juga main dibelakangku!" mataku terbelalak melihat puluhan foto yang dikeluarkan Andra. Fotoku bersama seorang laki-laki. Jika membela diri gunanya untuk apa? Sudah sangat jelas keluarganya tidak menerima kehadiranku.

 

Tak ada yang perlu kujelaskan, ini sudah masa lalu bagi kami.

 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Satina Rina
sangar bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status