Share

TellUs

— Hari kedua setelah keluarga Yoon ditemukan tewas dan Sean menghilang —

.

.

.

.

"Loh? Opsir Kim? Bukannya shift tugasmu nanti malam ya? Kau kan kemarin sudah bergadang?" tanya Kayden tidak putus-putus kepada Ethan.

Pemuda itu tadi habis mengkopi berkas yang dikirimkan oleh team forensik mengenai temuan sementara mereka atas peristiwa pembunuhan keluarga Yoon.

Dan begitu ia ingin kembali ke mejanya yang bersebelahan dengan Chris Jung, ia melihat Ethan yang melintas ingin melaporkan hasil penjagaannya kepada Jessica yang duduk di ujung, dekat dengan jendela.

"Oh? Aku tidak bisa tidur. Kau tahu, melihat keadaan TKP yang parah, membuatku sulit tidur. Kau sendiri apa sudah tidur?"

Ethan tentu saja berbohong. Ia jauh lebih sering melihat hantu orang mati yang bergentayangan dan keadaan mereka kadang jauh lebih parah dibanding yang kemarin mereka temukan. Namun ia butuh datang ke kantor untuk mencari tahu apa yang telah ditemukan oleh para detektif bukan.

"Benar. Aku bahkan tidak makan sampai tadi pagi. Setiap mengingat apa yang kulihat di TKP, aku selalu merasa mua ...," Kayden terbelalak ngeri sambil menutup mulutnya karena adanya tekanan tidak menyenangkan dari dalam perutnya yang meminta dikeluarkan paksa.

Pemuda tampan itu lalu memberikan asal berkas yang barusan ia fotocopy ke Ethan sambil berlari terburu-buru dengan menutup mulutnya ke arah toilet kantor polisi untuk membuang apapun yang masih tersisa di perutnya.

Ethan menoleh memperhatikan punggung Kayden yang berlari menjauh sambil memeluk berkas yang diberikan padanya. Lalu dengan perlahan, ia berjalan mundur sambil memperhatikan sekitarnya. Setelah merasa aman, lelaki yang kini bermarga Kim itu langsung berlari cepat menuju daerah tangga darurat dan mulai membaca berkas yang berada dipelukannya dengan cepat.

Terpujilah Kayden yang tidak kuat melihat jenazah, jadi ia tidak perlu bersikap seperti pencuri yang mengaduk-aduk meja divisi kriminal dan kekerasan.

Sesuai dugaannya, diketemukan zat Mescaline dengan jumlah yang tidak biasa. Sepertinya yang ditakutkan ia benar-benar terjadi.

¤¤¤

"Aku melihat Noona ...." Hikaru menatap Elisa dan Ethan yang menunggunya bicara. Dengan mengeratkan kedua tangannya yang bertautan, Hikaru mulai menceritakan apa yang ia lihat dalam ramalannya.

Pemuda yang tingginya enggak kira-kira itu seakan berada di sebuah ruangan berwarna kusam. Dimana tidak ada satupun orang yang bisa melihatnya. Seakan dirinya hanya bayangan. Itulah yang dihadapi oleh Hikaru saat ia mendapat penglihatan masa depan.

Tidak selalu jelas, karena hanya fragmen-fragmen yang harus disusun agar mendapatkan gambaran keseluruhan. Seperti sebuah puzzle.

Dalam fragmen terakhir yang ia lihat, ia berdiri dibelakang Sean Yoon yang tergantung di langit-langit dengan tangan bersimbah darah dan wajah pucat ketakutan. Ruangan tempat Sean tidak terlalu luas, hanya sebesar kamarnya dengan Ethan.

Hikaru tidak mengingat apa saja yang ia lihat di ruangan itu karena sekitarnya terlihat samar. Namun, ia mendengar suara rintihan di balik punggungnya. Suara yang ia sangat kenali.

Dengan takut-takut, Hikaru menoleh dan mendapati Elisa Noonanya dengan posisi tengkurap dan wajah menghadap kesamping. Yang Hikaru ingat, ia melihat mata Elisa terpejam karena aliran darah dari pelipisnya dan merintih diatas lautan darah.

Elisa terkejut mendengarnya namun dengan cepat mengendalikan diri.

"Tidak apa Hikaru. Kau tahu kan, potongan ramalan masa depan bisa berubah sesuai keputusan yang kita buat sebelumnya. Lagipula, bisa saja aku hanya terluka sedikit dan lautan darah itu bukan milikku," kata Elisa berusaha menenangkan walaupun sebenarnya dirinya juga merasa takut.

Hanya saja, mental Hikaru jauh lebih penting dibanding ketakutannya. Bagaimanapun, kemampuan meramal masa depan Hikaru terkadang terasa seperti kutukan karena Hikaru hanya mampu melihat masa depan yang buruk. Jadi sebisanya, Elisa harus lebih kuat agar Hikaru tidak terbeban.

"Sa ... sa ... isa ... ELISA!" Sebuah suara kencang menyadarkan Elisa dari lamunannya.

"Ih, dasar orang tua! Kau mengagetkanku tahu," gerutu Elisa mencibir ke arah Paman Kim yang duduk di depannya. Jarak mereka hanya dipisahkan oleh sebuah meja rendah.

"Yak! dasar anak kurang ajar. Aku masih muda! Umurku bahkan baru 33 tahun! Lagian, Paman sudah memanggilmu berkali-kali tapi kau tidak menanggapi. Kau melamunkan apa?" kesal Paman Kim yang kemudian terdiam, kembali menatap anak angkatnya, lebih tepatnya sepupu angkat.

Orang-orang tahunya, Elisa, Ethan, dan Hikaru adalah sepupu jauhnya. Makanya nama mereka diganti menggunakan marganya.

"Tidak. Aku hanya kurang tidur. Paman tahu, kemarin ada kasus pembunuhan, jadi Ethan tidak pulang. Makanya aku sulit tidur menunggunya pulang," bohong Elisa.

Paman Kim memicing menatap Elisa. Ia tahu kalau pemudi di hadapannya berbohong. Elisa bukanlah orang yang rela memotong jam tidurnya demi apapun. Ia bahkan bisa tertidur di mana saja dan kapan saja jika sudah waktunya dia tidur.

"Jadi kau mau apa kesini?" tanya Paman Kim yang memilih untuk membiarkan kebohongan Elisa.

"Mau pinjam mobil," cengir Elisa tanpa merasa bersalah.

"Kau tidak kerja? Memang mau kemana sampai minjam mobil? Katanya gak suka sama mobil Paman. Apa katamu? Mobil tua yang berisik?"

"Ish! Jangan cerewet, Paman. Kau itu laki-laki bukan sih? Aku perlu belanja bulanan. Ethan tidak bisa mengantarku karena kasus semalam. Dan karena belanjaannya banyak, aku malas menggunakan bus. Mumpung hari ini aku libur. Boleh ya?" bujuk Elisa dengan mata berbinar.

Paman Kim yang tadinya bersikeras tidak akan meminjamkan mobil tuanya karena Elisa sudah mengolok-olok mobil kesayangannya menjadi tidak berdaya. Ia saja suka heran, kenapa dirinya begitu menyayangi ketiganya. Padahal mereka suka sekali merepotkannya.

Dengan sedikit terpaksa, Paman Kim akhirnya menyerahkan kunci mobilnya ke Elisa yang diterima dengan cengiran yang begitu lebar. Tanpa berlama-lama, Elisa lalu berterima kasih, pamit dan langsung melesat keluar rumah Paman Kim menuju mobil Paman Kim yang terparkir di ujung gang.

"Yak! Bawanya pelan-pelan. Jangan ngebut! Kalau ada yang tergores sedikit saja, akan kuhukum kau!" teriak Paman Kim mengiringi langkah Elisa yang menoleh hanya untuk memberikan jempolnya sambil tersenyum.

"Tentu Paman. Nanti kubelikan cemilan untuk Paman," teriak Elisa menanggapi ocehan Paman Kim.

¤¤¤

"Lihat siapa yang datang ke sekolah." sebuah suara sinis mengalun membahayakan di balik punggung Hikaru yang sudah duduk nyaman di kursi kelasnya. Jam pelajaran pertama belum dimulai, jadi sebagian besar siswa masih bercengkerama di luar kelas.

"Hari ini pahlawan lo gak dateng. Jadi gak akan ada yang bisa ngejaga lo," desis suara yang sama, namun kini si pemilik suara yang adalah Byounggon sudah duduk di atas meja Hikaru sambil menepuk-nepuk pipi Hikaru cukup kencang.

Hikaru hanya diam dan malah menyibukkan diri dengan buku pelajaran yang sejak tadi dibacanya. Membuat Byounggon marah.

Pemuda itu hampir menarik buku Hikaru sebelum sebuah pengumuman yang meminta para siswa kelas sebelas berkumpul di aula menggema memenuhi setiap sudut sekolah.

Kasak-kusuk para siswa kini memenuhi koridor yang menuju ke aula besar yang sudah diisi oleh beberapa staf sekolah, wali kelas, dan kepala sekolah.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa kepala sekolah sesaat setelah para siswa kelas sebelas sudah duduk manis di atas lantai aula.

"Kalian mungkin bertanya-tanya mengapa Bapak memanggil kalian."

Ucapan Pak kepala sekolah langsung diikuti dengan suara-suara malas dari para siswa. Kenapa sih kepala sekola suka bertele-tele, gerutu sebagian besar siswa. Sehingga suasana aula menjadi begitu ramai hingga mata mereka menatap dua orang pemuda yang tidak mereka kenal naik ke panggung dan berdiri di samping kepala sekolah mereka.

"Perkenalkan, mereka detektif Kayden Kim dan Chris Jung ...," Pak kepala sekolah terpaksa menghentikan ucapannya karena lagi-lagi para siswanya kembali berisik. Butuh waktu sekitar beberapa menit untuk kembali menarik perhatian para siswa kelas sebelas itu.

Kepala sekolah hampir kembali berbicara sebelum Chris menghentikannya dan agak menggeser dirinya untuk berbicara. Hingga sang kepala sekolah mau tidak mau mempersilakannya.

"Selamat siang semuanya. Seperti yang diperkenalkan, kami adalah detektif dari Divisi Kriminal dan Kekerasan kantor pusat Kolea Hema. Tidak perlu takut, kami disini hanya ingin bertanya beberapa hal pada kalian secara bergiliran. Jadi kami mengharapkan kerja samanya," ucap Chris singkat, padat, dan jelas.

Keributan kembali terjadi namun dengan cepat dikendalikan dan masing-masing siswa bergantian masuk ke dalam ruang ganti kostum di belakang panggung yang disulap menjadi tempat wawancara sementara.

Untungnya ada empat ruangan di sana, jadi mereka bisa melakukan investigasi secara bersamaan kepada empat siswa yang berganti-gantian masuk.

"Siang." Hikaru menyapa detektif yang duduk sambil meneliti berkas wawancara siswa-siswa sebelumnya di laptopnya.

"Oh? Hikaru Kim, benar?"

Hikaru mengangguk sambil menarik kursi di hadapan si detektif yang adalah Chris.

"Hmmm ... karena aku sudah bertanya banyak hal kemarin. Sepertinya hari ini aku hanya ingin bertanya hal-hal yang mungkin belum kau katakan kemarin. Apa kau mengingat sesuatu?"

"Tidak ada, Sir. Seperti yang kubilang kemarin, Sean dan aku berpisah di perempatan jalan. Oh iya, Sean hari ini tidak masuk. Tapi harusnya Pak Polisi sudah tahu, bukan?"

"Apa kau tahu mengapa Sean tidak masuk? Apa dia mengabarimu?"

"Tidak. Sean tidak mengabari apapun. Lagipula selama ini ia hanya suka mengirimkan meme atau pertanyaan seputar tugas. Kami sepertinya tidak terlalu dekat sampai berbagi masalah keluarga. Seperti yang kubilang kemarin, Sir."

"Jadi sama sekali tidak ada kabar. Tapi apa kemarin Sean sempat memberi pesan?"

"Tidak. Sama sekali tidak ada pesan masuk. Bukan hal aneh jika ia tidak mengirimkan pesan dalam sehari. Ia tidak selalu mengirimiku pesan. Kau mau melihat pesan yang biasa ia kirimkan padaku?" tanya Hikaru yang merasa kalau ia memberitahukan isi pesan di ponselnya akan lebih cepat.

"Kalau kau tidak keberatan."

"Tentu tidak, Sir. Ini." Hikaru menyodorkan ponselnya yang sudah ia buka di aplikasi pesan.

Selagi Chris membaca pesan-pesan yang pernah dikirim oleh Sean, pikiran Hikaru melayang ke peringatan Ethan saat mereka sedang sarapan bersama.

"Jangan katakan apapun mengenai ramalanmu kepada siapapun selain kami, okay. Tidak semua menganggap ramalanmu sebagai peringatan. Mereka bisa saja menganggapnya berbeda. Hyung akan mencari keberadaan temanmu, jangan khawatir."

Bukan tanpa sebab, Ethan berkata seperti itu. Manusia pada dasarnya selalu mencari celah untuk menyalahkan orang lain ketimbang mensyukuri cobaan yang ia terima. Dan kejadian itu pernah terjadi. Kemampuan Hikaru yang masih terkunci tanpa sengaja muncul. Ethan dan Elisa menyebutnya ramalan yang merembes karena terlalu berat untuk ditampung kunci yang dibuat oleh keluarga Hikaru.

Saat itu, Hikaru melihat kecelakaan bus yang menewaskan belasan orang sekaligus. Karena tidak ingin melihat orang terluka dan tewas seperti keluarganya, ia memberi tahu si supir bus untuk tidak melakukan perjalanan bahkan ke staf yang ada di halte bus.

Karena tidak mengindahkan peringatan Hikaru, bus tersebut terguling ke jurang dan menewaskan semua orang di dalamnya. Sayangnya, bukan mengakui kekuatan Hikaru, mereka yang juga mendengar peringatan Hikaru malah megatakan kalau Hikaru adalah shaman jahat yang mengutuk bus itu hingga terguling ke jurang.

"Ini, terima kasih," kata Chris menyodorkan kembali ponsel milik Hikaru setelah mengeceknya. Menarik Hikaru kembali ke masa sekarang.

"Ngomong-ngomong, apa kau kenal Ethan Kim?" tanya Chris karena melihat nama yang ia kenal di kolom wali siswa.

"Iya. Dia kakakku."

"Begitu. Baiklah, kurasa wawancaramu sudah selesai. Terima kasih sudah meminjamkan ponselmu."

"Sama-sama, Sir. Semoga bisa membantu menemukan Sean." Hikaru tersenyum tipis ke arah Chris sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.

¤¤¤

Ethan menatap bangunan putih yang berkesan modern dan dibuat terlihat seperti sebuah restoran berkelas karena kaca-kaca semi transparan yang mengelilinginya. Selain juga karena taman rumput dan bunga yang terhampar di bagian sisi samping dan belakangnya.

Walaupun — jika Ethan tidak terpaksa sekali — ia memilih untuk tidak pernah menginjakkan kakinya ke tempat ini.

Ethan lagi-lagi menghela napasnya sambil memantapkan hati. Ia melangkah hati-hati, berusaha sebisanya untuk tidak menatap arwah-arwah gentayangan yang jumlahnya tidak sedikit.

Saat ini, Ethan sedang berada di halaman gedung forensik. Tempat dimana jenazah-jenazah yang kematiannya dicurigai berada. Tidak banyak juga jenazah tanpa identitas yang berakhir di semayamkan di taman belakang forensik dalam bentuk abu karena tidak ada yang mengklaim setelah otopsi.

Polisi muda itu datang ke bangunan milik team forensik atas permintaan Jessica. Maksudnya atas pengajuan diri Ethan sendiri yang menawarkan untuk mengambil data yang sudah diteliti oleh Jayden Park, anggota team gorensik bagian digital.

Karena bukti fisiknya tidak mungkin dikirim via email, maka mereka harus mengambilnya sendiri.

"Opsir Kim," sapa Jayden dari dekat meja resepsionis yang melihat kedatangan Ethan.

"Siang, Sir." Ethan memberi hormat kepada Jayden yang bagaimanapun pangkatnya lebih tinggi darinya yang hanya seorang polantas.

"Ini berkasnya berikut barang buktinya. Katakan pada Detektif Kim untuk menghubungiku jika ada pertanyaan," ujar Jayden menyerahkan sebuah amplop coklat yang berisikan barang bukti dan beberapa map kulit hitam dengan lambang team forensik ke Ethan.

"Terima kasih sudah jauh-jauh datang. Aku tinggal dulu ya. Kasus keluarga Yoon benar-benar membuat pusing," ucap Jayden lagi sambil menepuk ringan bahu Ethan lalu undur diri.

__________

Ethan memejamkan matanya dan mengatur napasnya agar tenang. Ia kemudian menoleh ke arah kanannya, menatap berkas yang baru saja diberikan oleh Jayden.

Setelah memantapkan hati, Ethan mengambil berkas di sampingnya dan mulai membacanya.

"TellUs?" ucap Ethan tanpa sengaja bersuara. Ia lalu membaca keterangan dibawahnya yang mendeskripsikan kalau TellUs adalah sebuah forum dimana ada platform khusus yang mempersilakan para penggunanya berkeluh kesah. Sean adalah salah satunya.

Dalam berkas itu, Sean menuliskan kegusarannya sebagai anak pertama keluarga Yoon yang memiliki aset yang fantastis dan kekesalannya karena ia seperti tidak bisa menjadi dirinya sendiri karena tuntutan kakek nenek serta orang tuanya. Ia juga menuliskan kalau dirinya iri dengan kedua adiknya yang diperbolehkan berbuat yang mereka mau.

Meskipun jejak digital Sean ditemukan, dari berlembar-lembar berkas yang sedang Ethan baca, tidak diketemukan keberadaan Sean. Bahkan sejak kemarin, setelah perempatan sekolah, keberadaan Sean tidak ditemukan.

"~Telllllusss .... Aku pernah bermain di forum ituuu ~," lirih suara samar yang duduk di kursi belakang mobil patrolinya.

Ethan menghela napas malas lalu membereskan berkas-berkas yang baru ia baca dan menaruhnya di kursi sampingnya. Ia sudah cukup mengerti dengan informasi yang tertulis dalam bentuk laporan itu dan sekarang waktunya memberikan kepada Detektif Kim.

"Jangannn tidak mempedulikannkuu ...." lirih suara yang sama. "Akuu jauhh lebih tahu soalll TellUs ~," lirih hantu remaja laki-laki yang matanya terlihat bolong.

"Akuuu kehilangaannn keluargaa dannn ... nyawaku karenaa forummm ituuuu~," katanya lagi dengan sedikit melengking karena marah.

Membuat Ethan jengkel setengah mati karena diganggu terus oleh si hantu yang kini sudah mencondongkan badannya melalui tengah kursi agar bisa sejajar dengan Ethan.

Dengan kasar, Ethan menepikan mobilnya lalu menoleh, menatap hantu remaja yang matanya bolong itu.

"Katakan informasi yang kau ketahui. Jika sama sekali tidak berguna, jangan harap aku melepaskanmu," ujar Ethan jengkel.

Si hantu yang memakai seragam sekolah berwarna keperakan di beberapa bagian itu terkejut dengan hardikan Ethan namun tetap berusaha tenang.

"Akuuu pernah menggunakannyaa .... Hanyaaa bermodalkannn bintanggg ... kauu bisaa membunuhhh siapapunnn~~," lirih si hantu yang seketika setelah selesai mengatakan apa TellUs itu, merasa kesakitan sambil mencengkeram lehernya dengan tatapan mata terbelalak ketakutan.

Kemudian tanpa aba-aba hantu itu menghilang begitu saja. Meninggalkan jejak asap putih. Membuat Ethan kebingungan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status