Share

Ramalan Hikaru

"Miss Kang, Sean Yoon tidak ada di sekolah. Satpam sekolah mengatakan kalau ia melihatnya pulang dengan teman sekolahnya sekitar jam 16.00." Chris Jung melaporkan melalui hubungan ponselnya ke Jessica Kangyang saat itu masih ada di TKP.

"Namanya Hikaru Kim, tapi satpam sekolah tidak mengetahui dimana alamatnya," lanjut Chris.

"Tidak ada petugas sekolah yang masih di kantorkah?" tanya Jessica.

"Tidak ada, yang memiliki akses ke data siswa keseluruhan hanya petugas tata usaha dan wali kelas  masing-masing hanya memiliki data siswa kelas yang dipegangnya."

"Satpamnya tidak tahu Sean Yoon kelas berapa?"

"Begitulah."

"Kalau begitu, minta nomor telepon petugas tata usaha. Minta ia datang ke sekolah."

"Yes, Miss." Chris menutup hubungan ponselnya dan langsung menjalankan perintah Jessica tanpa berlama-lama.

__________

Sekitar pukul 21.30, Chris sampai ke kompleks apartemen Hikaru. Ia memarkir mobilnya kemudian melepas sitbeltnya dan keluar. Ia berjalan menaiki tangga sambil mencocokkan alamat yang tertera di secarik kertas yang ia genggam

"Blok K nomor 313," baca Chris sambil mencari gedung yang dimaksud. "Ish, kenapa penerangannya dikit banget sih," gerutu Chris kesal menatap apartemen Hikaru.

Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Chris menemukan gedung yang dimaksud lalu mulai menaiki tangga menuju ke lantai tiga. Gedung apartemen tersebut sama sekali tidak mewah tetapi juga tidak terlalu kumuh.

Terdapat lima gedung setinggi lima lantai. Setiap lantai memiliki tiga puluh unit apartemen. Karena hanya lima lantai, apartemen itu hanya memiliki tangga.

Chris menatap pintu unit 313 sesaat sebelum memencet belnya. Tidak lama kemudian, suara seorang wanita dari dalam unit bertanya dari dalam.

"Chris Jung, polisi divisi kriminal dan kekerasan kantor pusat Kolea Hema," ujarnya memperkenalkan diri sambil memperlihatkan kartu identitasnya ke arah lubang kecil di pintu agar dilihat oleh orang yang ada di dalam.

"Ada apa? Kenapa polisi jauh-jauh datang kesini?" tanya seorang wanita setelah pintu terbuka.

"Saya mencari Hikaru Kim. Apa benar di sini tempat tinggalnya?"

"Hikaru? Kenapa mencarinya?" tanya si wanita dengan mata memicing curiga.

"Hanya ingin menanyakan satu dua hal mengenai temannya. Maaf, dengan siapa saya berbicara?"

"Elisa ... Elisa Kim, kakak dari Hikaru. Kalau begitu masuklah, dan silakan duduk di sana. Aku akan memanggil Hikaru," kata Elisa membukakan pintu agar Chris bisa masuk lalu menunjuk ruang TV. Karena mereka tidak memiliki ruang tamu.

_________

Kini, Elisa dan Hikaru sudah duduk di sofa tiga kursi sambil menatap Chris yang duduk di sofa single yang berada di sisi kanan mereka.

"Jadi, apakah kau mengenal Sean Yoon?"

Hikaru mengangguk mengiakan tanpa berminat bertanya lebih banyak.

"Apa kau tadi pulang dengannya?"

Lagi-lagi Hikaru hanya mengiakan dengan mengangguk.

"Apa kau tahu kemana dia sekarang?"

"Di rumahnya?" jawab Hikaru yang lebih mirip seperti pertanyaan. Membuat Chris bingung dengan ucapannya. Namun Hikaru melanjutkan ucapannya sebelum Chris kembali bertanya.

"Kami memang pulang bareng. Tapi hanya sampai perempatan dekat sekolah. Rumah kami berlawanan arah, lagipula Sean selalu dijemput supirnya."

"Jadi kau tidak tahu dia pulang ke rumah atau tidak?"

Hikaru menggeleng, menjawab pertanyaan Chris.

"Bisa ceritakan bagaimana Sean di sekolah?"

"Wait ... sebenarnya ada apa? Kenapa begitu penting menanyakan keberadaannya sampai bertamu semalam ini?" tanya Elisa yang geregetan.

"Sean tidak ditemukan di rumahnya. Dan saat saya mencarinya di sekolah, satpam mengatakan kalau Sean pulang bersama Hikaru."

"That's weird. Bukankah polisi baru akan bergerak mencari orang hilang setelah tidak ada kabar lebih dari 24 jam?"

"Benar, tapi ...." Chris terdiam ketika dering ponsel Elisa berbunyi, memotong ucapannya.

Elisa melihat nama Ethan yang keluar di layar ponselnya, lalu meminta ijin pada Chris untuk mengangkatnya. Ia kemudian beranjak dan berdiri agak jauh dari Chris dan Hikaru namun tidak mengalihkan pandangannya dari mereka. Sehingga Chris memutuskan untuk menunggu Elisa selesai baru melanjutkan pertanyaannya.

"Aku pulang pagi hari ini. Ada kasus mendadak dan aku harus menjaganya," ujar Ethan.

"Ada kasus apa?"

"Pembunuhan satu keluarga. Jadi aku harus menjaga TKP."

"Pembunuhan?" Elisa bertanya lebih ke dirinya sendiri lalu mengernyitkan dahinya, menatap Chris yang sedang meminum teh yang ia sajikan tadi.

"Apa ada sangkut pautnya dengan keluarga Yoon?" tanya Elisa.

"Bagaimana kau tahu?"

"Seorang polisi bernama Chris Jung menanyakan keberadaan Sean Yoon ke Hikaru karena kebetulan tadi Sean pulang bersamanya."

"I see. Jawab saja apa yang ia tanyakan. Kalau dia sudah pulang, jangan lupa kunci semua pintu dan jendela. Atau minta Paman Kim menginap."

"Hah? Untuk apa? Tidak usah, kami bisa jaga diri. Kau bekerja sajalah. Biar aku yang mengurusnya disini, tidak usah khawatir."

"Right! Tapi kabari aku kalau ada apa-apa."

"Okay." Elisa menutup ponselnya lalu kembali duduk di samping Hikaru.

"Sampai mana tadi?"

"Hmmm ... Sean Yoon, siswa yang seperti apa?"

"Dia seorang yang keras kepala. Berkali-kali ditolak tapi selalu kembali. Kurasa dia cukup pintar karena selalu ranking. Memiliki banyak teman ... kurasa," jawab Hikaru.

"Kurasa?"

"Iya. Aku tidak tahu, apa mereka benar temannya atau tidak. Kau tahu, Sean adalah orang yang disebut sebagai anak tetangga yang sempurna. Dia ketua OSIS, nilainya juga baik, disayang guru dan kudengar ia kaya. Jadi aku tidak tahu, apa mereka benar temannya atau tidak, karena Sean sendiri sangat supel dan mudah bergaul dengan siapapun."

"Apa kau dekat dengannya?"

"Entahlah. Yang pasti Sean selalu terlalu berusaha keras menemaniku."

"Baiklah, pertanyaan terakhir. Apa kira-kira kau mengetahui tempat Sean menghabiskan waktu kalau tidak pulang?"

"Hmm, aku tidak tahu. Aku tidak pernah bertanya apapun padanya jika bukan ia sendiri yang bercerita."

"Begitu ... baiklah. Terima kasih atas waktunya. Jika tiba-tiba ingat sesuatu, tolong kabari saya," ucap Chris, memberikan kartu nama pada Hikaru lalu bangkit berdiri.

"Kalau begitu, saya permisi dulu," tutur Chris sambil sedikit menunduk hormat.

"Sama-sama. Hikaru akan menghubungimu kalau ada yang ia ingat." Elisa menjawab untuk Hikaru yang terdiam sambil berjalan di samping Chris. Mengantarnya hingga ke pintu keluar.

¤¤¤

Pukul 3.42 dinihari, Ethan menatap bangunan mewah yang ia jaga. Divisi kriminal dan forensik sudah meninggalkan TKP sejak sejam yang lalu. Dan dirinya yang hanya pegawai polisi rendahan bertugas untuk mengamankan TKP agar tidak dirusak.

Ia tidak sendiri. Ditemani rekan polisi lainnya, Samuel Lee yang sedang sibuk menggerutu sambil meminum kopi panasnya.

"Yak! Kau mau kemana?" seru Samuel begitu melihat Ethan menunduk melewati garis polisi di depan pintu pagar.

"Melihat ke dalam."

"Kau gila! Kita tidak boleh melakukannya. Tugas kita cuma menjaga agar tidak ada yang memasuki TKP ini di tengah cuaca dingin di penghujung musim gugur. Sial, tahu begini mending tadi aku pura-pura sakit ... Yak!" gerutu Samuel tapi kemudian sadar kalau Ethan sama sekali tidak mendengar ucapannya dan terus melangkah masuk.

Dengan cepat, Samuel menyusul Ethan lalu mencekal tangannya. "Kau bisa mendapat masalah jika masuk," peringatnya.

Ethan hanya melihat teman polisinya yang seumur dengannya dengan tatapan datar lalu mengacuhkannya dan kembali akan melangkah. Namun cekalan tangan Samuel kembali menahannya.

"Baiklah-baiklah. Jika kau benar-benar ingin masuk kesana setidaknya gunakan pengaman," ucap Samuel menyerah sambil memberikan sarung sepatu ke Ethan.

"Aku akan tutup mata. Tapi janji, jangan sentuh apapun apalagi merusak TKP. Bukan hanya kau yang akan mendapat masalah." Samuel lalu meninggalkan Ethan untuk kembali ke posisi awalnya.

Ia hanya terlalu mengerti mengapa Ethan seringkali ikut memeriksa TKP setelah selesai diperiksa. Tidak mengetahui apa alasan jelasnya, namun sudah tidak asing dengan kelakuan temannya itu karena bukan hanya sekali ini ia melakukannya. Samuel hanya yakin kalau ada yang dicarinya dan pasti berkaitan dengan kematian keluarganya.

Mereka memang bukan teman akrab, tapi setidaknya ia tahu kalau Ethan kehilangan seluruh keluarganya tujuh tahun lalu dan kini pemuda itu tinggal bersama saudaranya yang tersisa.

Ethan mempelajari ruang keluarga yang menjadi tempat kejadian perkara. Sudah tidak ada jenazah disana karena sudah dibawa team forensik. Sebagai gantinya, tape yang ditempel di lantai mengikuti bentuk jenazah dan kertas yang terdapat tuElisan angka di tempatkan di daerah-daerah yang dianggap sebagai bukti.

Ethan menghela napas lalu menatap sekitarnya dengan seksama. Roh jahat selalu meninggalkan jejak lebih banyak dibanding roh gentayangan biasa. Sebagai keturunan shaman yang melegenda, Ethan memiliki mata yang mampu melihat jejak roh jahat, selain roh orang yang sudah mati.

Pemuda berpakaian polisi itu menatap TKP sambil berpikir keras. Ruang tamu itu jelas begitu berantakan. Darah menyiprat hingga ke langit-langit.

Bentuk jenazah juga terlalu mengenaskan, rasanya tidak mungkin seorang manusia biasa mampu melipat-lipat tubuh manusia lain dengan bentuk yang tidak masuk akal. Sekalipun manusja itu sudah mati.

Mau dipikir seperti apapun, jelas itu perbuatan roh jahat, tapi kenapa ia tidak menemukan jejak apapun, pikir Ethan.

Pemuda itu melipat tangannya, berdiri dalam diam sambil menutup matanya. Berusaha memikirkan segala kemungkinan. Jika tidak ada jejak roh jahat di ruangan ini, berarti roh jahat yang membunuh tidak pernah berada di TKP. Ia membunuh keenamnya melalui kutukan, simpul Ethan.

¤¤¤

Elisa terbangun ketika alarm di ponselnya berbunyi nyaring. Dengan malas ia membuka matanya sambil meraba-raba nakasnya untuk mengambil ponselnya yang berisik.

Setelah mematikan alarmnya, Elisa bangkit duduk dengan mata masih terpejam. Namun semenit kemudian ia berdiri, memakai sandalnya dan berjalan menuju kamar mandi.

Sehabis mencuci muka dan menyikat giginya, Elisa berjalan ke kamar Hikaru dan Ethan dan mengetuknya sebelum membukanya.

"Hikaru ... Ayo bangun. Kau harus mandi lalu sarapan," panggil Elisa sambil mengelus rambut Hikaru dengan sayang. Lalu ia beranjak ke luar karena tahu kalau Ethan tidak pulang semalam.

Elisa mulai mempersiapkan bahan makanan dan memotong-motongnya untuk dimasak ketika ia mendengar suara pintu terbuka. Tanpa berpaling, Elisa tahu kalau Ethanlah yang datang. Karena Paman Kim bukan tipe orang yang rela bangun pagi untuk datang ke apartemen orang lain.

"Bersihkan dirimu dulu, lalu sarapan bersama," ujar Elisa tanpa menoleh.

"Hikaru?"

"Tadi sudah kubangunkan. Mungkin sedang mandi."

Ethan lantas berjalan menuju tempat cuci baju untuk melepas seragamnya dan mulai mencuci mukanya menggunakan air yang ditampung di ember dekat mesin cuci karena sepertinya Hikaru sedang berada di dalam kamar mandi.

Setelah merasa lebih segar, Ethan yang hanya mengenakan kaos putih berlengan pendek berjalan masuk lalu duduk di meja makan yang diperuntukkan empat orang.

"Sepertinya ia kembali," lirih Ethan yang masih terdengar jelas oleh Elisa yang sedang membuat omelet.

"Dia? Roh tujuh tahun lalu? Apa kau menemukan jejaknya?" Elisa menghentikan kegiatannya sementara untuk menatap Ethan.

"Aku tidak menemukan jejaknya, tapi kau akan berpikiran sama jika melihat TKP nya. Tidak mungkin manusia melakukan hal yang sama."

"Jika kau tidak menemukan jejaknya, apa maksudmu pembunuhan itu sebuah kutukan?" tanya Elisa yang kini sudah menyelesaikan kegiatan masaknya dan mulai menata hasil masakannya di atas piring.

"Justru itu aku membutuhkan keahlianmu. Aku tidak ingin membuat kesimpulan terlalu cepat."

"Apa maksudmu, Ethan? Aku tidak mungkin masuk ke TKP kan," kata Elisa yang sedang menata hasil masakannya ke atas meja makan.

"Noona, Hyung ... kita harus menemukan Sean sebelum polisi," ujar Hikaru yang tiba-tiba sudah berada di samping meja makan dengan rambut masih basah dan handuk yang tergantung di leher. Membuat kedua kakaknya menatap dirinya bingung.

"Kau melihat sesuatu?" tanya Elisa yang sadar lebih cepat dari keterkejutannya.

"Hmmm ... ia akan bunuh diri. Tapi aku hanya melihatnya dengan samar."

"Duduklah, Hikaru. Coba pelan-pelan diingat. Apa saja yang kau lihat," tutur Ethan dengan tenang.

Hikaru mengikuti saran kedua kakaknya sambil menelungkupkan tangannya. Ia memejamkan matanya, mencoba mengingat potongan memori yang tiba-tiba muncul di otaknya. Dirinya tahu betul kalau apa yang ia lihat saat itu adalah ramalan masa depan dan yang menyebalkan, tidak ada ramalan yang berbentik kepingan utuh.

"Sebuah ruangan ... terlihat terbengkalai. Sean Yoon tergantung di langit-langit ...." Hikaru memegang kepalanya sambil mengernyit. Berpikir keras untuk memunculkan penglihatan masa depan yang tiba-tiba saja muncul saat ia sedang mandi.

"Aku bisa melihat ... poster? Banner? Tapi gambarnya tidak jelas." Hikaru kembali terdiam, memiringkan kepalanya berusaha keras mengingat.

"Hikaru ... tenangkan dirimu. Pelan-pelan saja. Pertama-tama, jelaskan keadaan Sean Yoon," kata Ethan menggenggam kedua tangan Hikaru yang sedang mengepal di atas meja.

"Sean, kesakitan. Darah ...," Hikaru menatap Elisa dan Ethan yang duduk di hadapannya. "Sean berdarah ... kurasa ia ketakutan karena sesuatu. Kemudian ... seseorang atau sesuatu menyeretnya."

"Deskripsikan sekitarnya, Hikaru. Apapun yang menarik disana."

"A-aku melihat ... tunggu ada suara lagu, Hyung. Rasanya familiar, tapi aku lupa." Hikaru mengernyit bingung masih memejamkan matanya. "Suara yang sering aku dengar saat berjalan pulang. Tapi dimana?"

"Baiklah berarti kejadiannya di jam pulang sekolah. Apa masih terang?"

"Sepertinya begitu."

"Okay, waktunya kemungkinan dari jam 17.00 saat kau pulang skolah sampai pukul 20.00 sebelum matahari terbenam. Mengenai suaranya, kau bisa mengatakannya kalau kau ingat nanti. Tapi sekarang katakan sekitarmu. Apa saja yang dilihat."

"Banyak lampu ... Sean diseret di koridor. Tunggu ...." Hikaru membuka matanya dengan sorot khawatir. "Aku melihat gedung tinggi dari jendela. Saat Sean tergantung, ada gedung tinggi yang bentuknya aneh. Seperti pemainan jenga."

"Jenga? Maksudmu mainan balok yang ditumpuk-tumpuk itu?" tanya Elisa.

"Benar. Bentuk gedungnya seperti itu. Agak tidak beraturan, bukan hanya lurus."

"Apa yang kau maksud gedung ini?" tanya Elisa, memperlihatkan gambar gedung yang baru saja ia cari di ponselnya kepada Hikaru.

"Benar. Aku melihat gedung itu. Tapi aku juga melihat semacam banner disana. Hanya saja, aku tidak bisa membaca apa tulisannya."

"Ini gedung Brightstar kan? Milik keluarga Yoon?"

"Benar. Itu milik keluarga Sean." Ethan menjawab pertanyaan Elisa lalu mengalihkan pandangannya ke arah Hikaru. "Hyung dan Noona akan mencari tahu. Kau makanlah lalu bersiap sekolah. Hyung yang antar. Jika kau mengingat hal lainnya, tuliskan di kertas."

"Kau akan kembali ke kantor? Bukannya kau belum tidur?" Elisa menatap Ethan khawatir.

"Aku harus mencuri dengar apa yang sudah Miss Kang dapatkan, Lis. Karena kau benar. Kau tidak mungkin masuk ke TKP. Kau tahu kan, menurut mereka yang tidak percaya kutukan, orang yang terkena kutukan selalu memiliki dosis zat Mescaline yang tidak wajar di otak mereka."

Elisa mendengus menatap Ethan. Alasannya terlalu masuk akal sampai dia tidak bisa membantah.

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan mencari di gedung terbengkalai yang bisa melihat gedung itu." Elisa memutuskan kemudian kembali menyuap sarapannya.

"Tidak! Noona harus di rumah. Siapa tahu Hyung memerlukan informasi dari rumah," ucap Hikaru terlalu tiba-tiba hingga ia keselek.

"Apa? Dicari oleh dua orang akan lebih cepat, Hikaru."

"Tidak! Tidak boleh. Noona hari ini ... beberapa hari ini di rumah saja ya. Sampai kita yakin posisi Sean," pinta Hikaru mencoba membujuk Elisa. Hal yang membuat Ethan menatap Hikaru dengan aneh.

"Kau tidak menceritakan semua ramalanmu pada kami ya?" tanya si pemuda menatap Hikaru yang salah tingkah dengan tatapan menyelidik.

"I ... itu." Hikaru menunduk dalam-dalam sambil memainkan ujung kaosnya. Terlihat jelas bagaimana gugupnya.

"Katakan apa yang kau lihat, Hikaru. Dengan begitu, aku bisa menghindarinya, 'kan?" ucap Elisa lembut.

Hikaru menatap mata bulat Elisa dengan khawatir, lalu menelan saliva nya. Berusaha agar terlihat tetap tenang sambil berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya ia lihat dalam ramalan masa depannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status