Share

#4. Terbunuh

"Mengapa kau menyelamatkan aku?"

Alice pikir kepala Yue Moran telah rusak hingga ke tahap paling parah. Lengan kirinya bergerak maju ingin menyeka wajah anak tersebut, tapi melihat hanfunya basah kuyup. Ia menarik mundur tangannya dengan sedih, "Nak—"

"Pukul saja, kenapa kau menarik tanganmu?" Yue Moran bertanya tenang.

Terdiam, Alice teringat masa lalu tubuh asli yang sering menindas Pahlawan Dimensi karena memiliki mata merah khas Iblis. Tubuh asli kehilangan kakak laki-lakinya karena peperangan dengan Iblis di masa lalu, sehingga dia melimpahkan kebencian pada Yue Moran yang setengah Iblis.

Anak ini ... seberapa jauh kerusakan mental dan emosinya? Dia hampir saja mati sungguhan jika nafasnya tidak kembali pada saat genting. Alice mau tak mau berkata lembut untuk menjawab, "Aku tidak ingin memukulmu, aku hanya ingin menyeka wajahmu yang basah."

Gadis itu memperlihatkan lengan hanfunya, diikuti tawa renyah, "Lihat, ini basah? Jadi aku tidak bisa menyeka wajahmu."

"Untuk apa menyeka wajahku?"

Ekspresi tenang Yue Moran membuat Alice frustasi. Nak, tidak bisakah kau menunjukkan sedikit trauma atau ketakutan sehingga dia bisa maju dan bertindak sebagai penyelamat yang hangat dan baik hati?

"Lupakan tentang menyeka wajah, sekarang jawab pertanyaanku. Siapa yang mengajarimu untuk bunuh diri? Melompat ke Sungai Dao sangat berbahaya!"

"Bukan urusanmu."

Alice hampir muntah darah karena sakit hati. Ia berenang begitu lama di dalam air, berjuang untuk tetap membuka mata sebelum sampai ke permukaan. Lalu anak ini bilang 'Bukan urusanmu' ini sangat menyedihkan.

Alice tiba-tiba teringat akan satu mantra, dia mencobanya. Usai membaca mantra, hanfunya dan hanfu lusuh Yue Moran langsung kering seketika.

Alice mengeluarkan sebuah sisik dari kantongnya dan memberikan itu pada Yue Moran, "Ambillah, ini Sisik Jantung Naga. Dia akan selalu melindungimu di mana pun kau berada. Anggap saja sebagai permintaan maaf atas perbuatan burukku di masa lalu."

Iris merah Yue Moran terpaku pada sisik berkilauan di depan matanya. Alice tersenyum bahagia karena mendapatkan respon yang baik, anak ini tetaplah bocah berusia sepuluh tahun yang tertarik pada hal-hal bagus, "Jika kau menerima ini, maka aku anggap kau memaafkan aku."

"Makan."

"Ya?"

"Beri aku makanan."

"Eh, kau tidak mau sisik ini?"

Alice dibuat heran tatkala Yue Moran menggelengkan kepala kecilnya dengan lucu.

"Kerang itu tidak bisa dimakan."

Tunggu, jangan bilang Yue Moran berbinar melihat sisik ini tadi karena berpikir sisik ini akan terasa enak jika dimakan? Alice melihat kembali fisik Yue Moran, anak ini lebih kecil dari ukuran anak-anak seusianya. Tubuhnya sangat kurus dan tulang-tulangnya menonjol, pakaian kebesaran membuat dia tampak seperti orang-orangan sawah.

Leon muncul dan duduk di sebelah Alice, "Setelah Ibunya mati, dia kehilangan tamengnya. Bahkan untuk akses makanan, dia hanya memakan makanan sisa. Itu pun jarang bisa dia makan."

Informasi tentang Pahlawan Dimensi sebelumnya tidak sedetail ini untuk sampai ke sudut makanan. Alice kembali menatap mata merah Yue Moran yang di benci semua orang, "Maaf, aku tidak membawa makanan. Cincin ruangku juga kosong. Bagaimana kalau aku bawa kau pulang? Aku akan memberimu banyak kue dan daging, setuju?"

"Hum." Deheman dalam Yue Moran menghantarkan keterkejutan pada Alice.

Gadis tersebut terpikirkan sesuatu, dan dia bertanya, "Jawab pertanyaanku dengan jujur, apa kau sering dipukuli oleh anak-anak di sini dengan alibi akan diberi makan setelah dipukuli?"

Yue Moran mengangguk lagi.

Anak ini ... Alice merasakan hatinya seakan diperas oleh sesuatu tak kasat mata, dia tanpa sadar ingin menangis. Hati Ibu Yue Moran pasti sangat sakit jika mengetahui perlakuan yang diterima anaknya, karena jika dia Ibu Yue Moran, dia pasti akan sedih dan sangat marah.

Ia mengulurkan tangannya, "Apakah aku dimaafkan? Aku meminta maaf secara tulus atas perlakuan burukku selama ini padamu. Aku tidak terlalu membencimu, hanya saja kakakku mati karena Iblis, jadi aku merasa kesal saat melihat mata merahmu di masa lalu."

Sentuhan jemari kecil mulai memasuki telapak tangan lebarnya, Alice terharu karena Yue Moran sangat mudah di bujuk di awal dengan iming-iming makanan, "Tapi sekarang aku tidak membencimu lagi karena itu bukan kesalahanmu," sambungnya.

"Dimaafkan."

Terkejut karena sangat mudah dimaafkan, Alice berujar, "Mudah sekali?"

"Ibunda bilang, harus saling memaafkan. Jangan membalas keburukan dengan keburukan."

Leon berkata senang dari sisi lain, "Rasa suka Pahlawan Dimensi meningkat karena rayuan makanan. Ini adalah senjata utamamu, Nona."

Alice diam-diam mengangguk dan berteleportasi bersama Yue Moran. Kunci pembuka misi selanjutnya mulai dia taklukan sedikit demi sedikit, suatu saat akan tiba masanya untuk dia benar-benar bangkit dan menyiksa Alan serta Malia.

Keduanya sampai di halaman Paviliun Qu tempat Putri Chang Zui tinggal. Alice membiarkan Yue Moran duduk di atas ranjangnya, "Tunggu disini, aku akan meminta pelayan mengambil beberapa makanan di dapur."

Alice berlalu pergi dan kembali setelah beberapa saat. Ia menutup pintu kemudian meletakkan nampan berisi banyak makanan ke atas meja, dia melambaikan tangan, "Sini, mari makan bersama."

Yue Moran menurut dengan diam. Turun dari ranjang yang nyaman, berjalan mendekati meja dan duduk di sana. Ia hanya membisu tatkala melihat gadis di sisinya sibuk menumpuk banyak makanan pada mangkuknya.

Alice berhenti menyumpit lauk, mendorong dua sumpit bersih ke Yue Moran, "Makanlah."

Yue Moran hanya angguk-angguk kepala dan mulai makan dengan lahap.

Melihat nafsu makannya, hati keibuan Alice menghangat. Anak ini bahkan tidak khawatir andai saja makanannya diracun, sebegitu lapar kah?

Leon muncul kembali di udara, berguling malas, "Dia sendiri ingin mati karena semua orang di sekitarnya terus saja memintanya untuk mati. Kalaupun diracun, dia mungkin bahagia karena mati dalam kondisi kenyang."

Benar juga. Alice menambahkan lauk lain ke mangkuk Yue Moran, dan menuangkan air, "Minumlah airnya, agar pencernaanmu lancar," tuturnya lembut. Ia menunggu Yue Moran selesai makan, lalu menarik mangkuk anak itu lima menit kemudian atau perut kecilnya akan sakit jika makan terlalu banyak.

Alice mengambil kue bunga osmantus, "Ini, rasanya manis dan ringan. Bagus untuk pencernaan."

Setelah mangkuknya di ambil, ekspresi Yue Moran meredup, berkat rasa manis di lidahnya, dia mulai berbinar lagi.

"Terima kasih."

Betapa manis, dia juga sangat sopan dan tahu cara berterima kasih. Alice tersenyum dan memberikan kue lain, "Sama-sama, jika lapar. Datang saja padaku, aku akan memberikan banyak makanan. Tapi kau harus janji padaku, jangan bunuh diri lagi, mengerti?"

"Tidak bunuh diri, boleh makan kue?"

"Makanlah berapa pun."

"Aku janji."

Berhasil! Alice menahan kegembiraan dihatinya. Dia melirik hati-hati ke pergelangan tangan Yue Moran yang lebam, "Bisakah aku memegangmu? Aku ingin menyembuhkan lukanya."

"Um."

Alice pertama-tama menyeka rambut peraknya yang terlihat sangat menawan setelah bersih dari debu. Dia mengobati luka di dahi Yue Moran seraya menahan kagum pada rambut perak yang jarang dimiliki orang-orang di kehidupan pertamanya.

"Rambutmu sangat indah," pujinya tulus.

Yue Moran hanya memandang Alice dalam diam. Perlahan mulai mengantuk saat rasa hangat yang kaya energi mulai memasuki tubuhnya.

Alice membiarkan Yue Moran tertidur bersandar padanya. Selesai pada pengobatan, beberapa luka ringan di tubuh anak ini sudah sembuh. Untuk bekas luka serius masih membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Ia bangkit sembari menggendong Yue Moran, berbaring bersama di atas ranjang. Tak lupa mengunci pintu dan memberikan mantra di sana.

Jaga-jaga jika ada pergerakan dari luar. Kemudian ia berbaring di sebelah Yue Moran, tangannya gatal untuk menyentuh surai peraknya sekali lagi, "Bahagialah dan tumbuh sebagai anak yang sehat." Tuturnya dengan keinginan murni, tak berselang lama, dia menyusul Yue Moran karena kelelahan.

Puluhan menit berlalu, Alice sudah terlelap begitu nyenyak. Nafasnya juga berhembus secara teratur.

Saat kondisi ruangan cukup sunyi, tiba-tiba Yue Mo Ran membuka kelopak mata. Sorot iris merahnya bersinar terang dengan rasa ingin tahu saat dia menatap wajah damai Alice yang tertidur.

Bibir kecilnya bergumam sangat pelan, "Chang Zui." Ia berubah posisi menjadi duduk, bergeser sedikit ke samping untuk memudahkan dirinya sendiri. Sebuah bayangan hitam bermata ungu muncul dipundak kirinya, tertawa dengan suara jahat kemudian berbisik, "Bunuh dia, Yue Moran ... Bunuh dia. Dan setelah itu, siklus pengulangan waktu akan berakhir. Aku tidak berbohong padamu, jika kau membunuhnya. Kematianmu akan menjadi mudah."

"Kematian akan menjadi mudah ..." Gumamnya dengan sorot mata merah yang mulai bergetar.

Di sisi lain, Leon mengotak-atik layar monitor karena terjadi bug pada sistem. Sinyal berwarna merah menyala dengan berisik, peringatan bahaya datang mengancam terus bermunculan memenuhi layar monitor. Leon ingin keluar dari Alam Sistem, tapi tubuhnya terpental oleh dinding hitam yang datang entah dari mana.

"Sialan, energi Dewa Jahat!" Umpatnya, Leon mengaktifkan komunikasi batin dan berteriak, "Alice! Alice! Cepat bangun, darurat! Nyawamu sedang terancam!" Jangan sampai eksekutor kali ini juga gagal dalam misi. Jika Alice mati, dia harus menunggu lama untuk kembali mendapatkan jiwa yang cocok.

Leon terus berteriak tanpa henti, dan Alice mulai merasakan pusing dalam tidurnya. Perempuan itu meringis, bangun pelan-pelan. Penglihatannya masih sedikit kabur saat dia melihat siluet familier Yue Moran tengah duduk di depannya. Ia memanggil lirih setelah meringis sakit karena rasa pusing, "Yue Moran? Sudah bang--ugh!"

Iris hitam Alice bergetar terkejut, pupilnya yang bisa melihat kembali dengan jelas kini menatap horor pada anak kecil bermata merah tersebut. Ia melirik dada kirinya yang ditusuk oleh pisau aneh dengan energi gelap yang kental, "K-kau ..." Ucapnya terbata-bata karena rasa sakit yang mendera.

Yue Moran menusuk pisaunya semakin dalam ke jantung Alice, berkata tanpa emosi, "Mati."

"Agh!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status