"Apa yang terjadi? Leon ... ini ... bagaimana mungkin?" Suara Alice terbata-bata dan sedikit ketakutan. Pupil hitamnya menatap ke segala tempat untuk memastikan bahwa keduanya sungguh kembali ke masa lalu.
Leon juga bingung. Cakar kucingnya mengetik sangat cepat di atas papan keyboard monitor. Ekpresi bola bulu hitam itu sedikit memburuk, "Nona, aku ada kabar baik dan kabar buruk. Mana satu yang ingin kau dengar lebih dulu?"
Pikiran Alice yang linglung kembali fokus usai mendengar kalimat barusan. Mungkinkah ada kesalahan sistem lagi? Atau semacam bug dari pusat?
"Beri aku kabar buruknya dulu, Leon."
"Kabar buruknya, Yue Moran sepertinya terkontaminasi oleh energi dari Dewa Jahat. Alasan semangat hidupnya menurun cukup tajam karena bisikan manipulatif dari Dewa Jahat. Sejak awal perubahan ini sudah janggal, jelas-jelas Yue Moran ingin terus hidup untuk balas dendam dan mencari keadilan bagi Ibunya yang tiada."
"Terkontaminasi?" Gumam gadis itu dengan ekspresi terperangah, "Kau bilang Dewa Jahat tidak bisa menginvasi dimensi yang masih memiliki Pahlawan Dimensi!"
Mengerutkan wajah bulatnya, telinga Leon bergerak acak karena kesal atas plot tersembuyi yang akhirnya terkuak, "Memang seharusnya begitu, tetapi sepertinya kekuatan Dewa Jahat sudah meningkat banyak setelah dimensi-dimensi di Galaksi Bima Sakti mulai runtuh satu-persatu. Aturan Semesta tidak bisa lagi menekannya seperti dulu."
Alice berusaha bangun, perasaan ngeri saat jantung ditusuk oleh pisau masih membekas jelas dalam benaknya. Lalu tatapan mata merah sepekat darah segar yang kosong dan putus asa ... Sial. Ia mengumpat di dasar hati, "Dia membunuhku karena bisikan dari Dewa Jahat?" Tanyanya kesal.
"Ya, dan Dewa Jahat juga bisa membatasi Alam Sistem milikku. Aku tidak bisa keluar menyelamatkanmu karena aku ditahan."
"Aku pikir semuanya akan menjadi mudah," ujar Alice kemudian menghela nafas panjang untuk meringankan sedikit tekanan di hatinya. Rasa sakit yang tajam pada dada kirinya telah menghilang. Namun perasaan trauma atas kematiannya di kehidupan pertama sedikit membayangi psikisnya, "Beritahu kabar baiknya."
"Kita kembali ke masa lalu seperti yang terlihat di sekitar saat ini. Mungkin karena dimensi ini merupakan dimensi terbesar di bandingkan lainnya, ada keistimewaan yang diberikan dimensi pada Pahlawan Dimensi," Leon melompat turun ke tanah lalu kembali menjelaskan, "Setiap Pahlawan Dimensi mencoba bunuh diri, waktu akan diputar kembali. Seberapa jauh waktu diputar kembali ... ini tidak bisa di tentukan secara pasti."
"Jadi, kira-kira berapa banyak waktu diputar kembali kali ini?"
"Kita ke masa lalu yang cukup jauh."
[ Sistem ; Ding! Informasi berhasil dimuat, hari ini adalah hari patah hati Pahlawan Dimensi. Ibunya telah meninggal dunia dan tidak mendapatkan pemakaman yang layak! ]
Alice telah memikirkan rencana barunya. Mulai sekarang, dia akan mendekati Yue Moran secara agresif. Bagaimana pun caranya, dia harus membuat semangat hidup anak tersebut meningkat. Dengan begitu, dia bisa beralih ke misi lain dan segera membalas dendam.
Ia menarik leher Leon kemudian menggendongnya, berkata lembut, "Aku punya rencana bagus. Bantu aku mengurus beberapa hal."
Leon yang berbagi beberapa pikiran dengan Alice lewat kontrak, seketika berbinar karena rencana Nonanya kali ini pasti akan berhasil dengan baik dan misi akan segera selesai. Ekor gemuknya bergerak riang, "Berikan sisanya padaku, Nona. Semua akan beres tanpa masalah."
***
Alice berteleportasi ke paviliun usang dan bobrok milik Yue Moran. Suasana lingkungannya sangat sepi, banyak dedaunan kering berjatuhan tanpa ada yang membersihkan. Belum lagi kondisi paviliun yang sebagian besar bangunannya telah rusak parah.
Setahunya, Yue Ming Li—ibu dari Yue Moran adalah putri kesayangan dari Ketua Klan. Sayangnya karena Yue Ming Li berdosa karena berzinah dengan Iblis dan bahkan melahirkan seorang Demigod, status mulianya jatuh menjadi pelayan yang di sia-siakan. Perempuan itu sakit parah usai melahirkan Yue Moran.
Hanya bisa berbaring di tempat tidur dan menunggu kematian. Sama sepertinya. Setelah melahirkan putra bungsunya, Alice kehilangan segalanya. Mulai dari kehilangan daya guna kaki, kekuatan api, dan semangat hidupnya sendiri.
"A Niang ..."
Suara isak tangis anak laki-laki terdengar memilukan. Orang lain bisa merasakan kesedihannya dari seberapa keras anak itu menangis dan memanggil.
"A Niang ... jangan tinggalkan aku ... jangan tinggalkan aku ... A Niang ..."
Alice berhenti di pintu masuk paviliun. Hanfu putih bersihnya sedikit ternoda oleh debu yang di bawa tiupan angin. Iris hitamnya menatap nanar pada punggung kurus yang saat ini berlutut di sebelah ranjang berisi mayat yang mulai mendingin.
Reinhart ... Leon ... apakah kedua putranya juga menangisinya seperti Yue Moran yang menangisi kematian Ibunya? Membayangkannya saja sudah bisa mengiris-iris hati kecilnya.
Alice berjalan lebih jauh, memanggil lembut, kali ini dia tidak memiliki dendam pada anak malang itu, "Yue Moran."
Pemilik nama sontak berbalik, mata merah familier yang sedikit memiliki emosi kini menatap nyalang pada Alice.
Yue Moran seketika berdiri, menarik tangan Ibunya kuat-kuat seolah takut jika mayat Ibunya akan dilukai. Wajah kecilnya yang kotor dan lebih kurus dari sebelumnya terlihat waspada, "Pergi! Mau apa kau ke sini?! Memukulku?!"
"Yue Moran, aku tahu semuanya. Kau sering bolak-balik ke masa depan dan masa lalu setelah berhasil bunuh diri. Ingatanmu juga tidak di hapus meski sering melintasi waktu. Jika aku menebak, usiamu seharusnya sudah masuk usia dewasa, 'kan?"
Yue Moran menggeram marah, energi hitam mulai bocor dari tubuhnya kemudian menyebar ke seluruh ruangan, "Kau tahu semuanya ... kau tahu semuanya ... bagaimana mungkin? Hanya aku ... hanya aku yang ingat tentang semuanya!"
Anak laki-laki bersurai perak itu mulai meracau karena bingung. Bahkan mengeluarkan belati yang mirip dengan belati yang dia gunakan untuk membunuh Alice.
"Aku hanya mengetes. Tapi sepertinya dugaanku benar saat melihat reaksimu yang seperti itu. Kau telah hidup cukup lama dan terus mengulang-ulang waktu. Sayangnya kau tidak bisa berbuat apa pun untuk mencegah kematian Ibumu."
Tubuh kecil Yue Moran hampir ambruk ke depan. Seluruh daksanya bergetar kuat. Mata merahnya bertambah merah, "Dia menipuku ... dia menipuku ... Dia bilang semua siklus ini akan berhenti begitu aku membunuhmu ..."
Sekali lagi, Alice menatap nanar pada bocah di depannya. Kakinya berjalan perlahan, mendekat dan terus mendekat saat Yue Moran masih sibuk meracau kebingungan. Ia berlutut, kedua lengan rampingnya terulur ke depan untuk merengkuh bayi harimau yang baru saja kehilangan induk, "Tenanglah, aku tidak membencimu."
"Ssshh ..." Alice menahan jeritan dari mulutnya. Pisau yang di bawa Yue Moran menancap pada perutnya. Meski sakit, ini juga satu-satunya cara untuk mencuri banyak kepercayaan darinya, "Tusuk saja, tusuk aku lebih dalam jika itu membuatmu puas. Aku tidak akan mati lagi karena pisaumu tidak memiliki aura jahat."
"Kau seharusnya balas dendam ... kau seharusnya membunuhku ..."
"Ya, aku ingin balas dendam. Tapi aku tidak bisa, dunia ini sudah terlampau kejam padamu. Begitu pula dengan aku dan orang-orang lainnya, kau tidak salah. Kau tidak bisa memilih agar tidak dilahirkan sebagai seorang Demigod. Kau menanggung kebencian semua orang meski kau hanya diam dan tidak melakukan apa pun."
Sepasang jemari kecil yang memegang erat gagang pisau, perlahan mengendur dan terlepas sepenuhnya. Pupil merahnya yang pekat manatap hanfu kotor Alice dengan perasaan campur aduk.
Alice menarik pisau keluar dari perutnya. Menahan pendarahan menggunakan energi spiritual. Kulit putihnya sedikit pucat, namun mata hitamnya tetap bertekad kuat. Ia menatap Yue Moran, bertanya serius, "Apa kau ingin hidup panjang untuk bangkit lalu balas dendam?"
Terima kasih sudah mampir, aku akan usahakan update 2 bab dalam sehari. Jangan lupa share, vote, komen, dan follow jika kalian suka buku ini 💗💗
"Meski peristiwa ini mungkin telah terulang berkali-kali, kamu masih belum bisa menerimanya," Alice berkata lirih dari belakang. Ekspresi wajahnya tertutup topi bambu bertirai.Yue Moran sempat berpikir ketika dia kembali ke masa saat Ibunya mati, dia akan menguburkan mayatnya di belakang paviliun dengan tidak layak seperti dulu. Namun berkat Alice, dia bisa menguburkankan Ibunya di tempat yang sunyi dan damai, bahkan memiliki energi spiritual lingkungan yang cukup murni.Yakni, Alam Manusia.Lokasi yang dipilih oleh Alice sangat tenang, tempat ini nyaris tidak di jamah oleh manusia karena lokasinya yang terlalu masuk ke dalam hutan. Di berbagai tempat terdapat banyak tanaman seperti bunga, tumbuh."Aku selalu datang pada detik-detik terakhir Ibuku akan mati," sahut Yue Moran tanpa menoleh. Ia kembali melanjutkan, "Terkadang aku tidak terlalu membenci siklus reinkarnasi yang terus terjadi. Karena setidaknya, aku memiliki kesempatan untuk melihat Ibuku tersenyum dan menyentuh kepalaku."
"Kau ... apa yang kau katakan barusan? Aku pikir kepalamu mungkin hanya sedikit rusak, tapi sepertinya itu sudah rusak dengan sangat parah," seloroh Yue Moran tak percaya. Kedua mata merahnya bersinar was-was dengan sinar peringatan, menolak secara tegas. Dia bahkan tidak memiliki dendam apa pun dengan Kaisar Langit. Yue Moran hanya memiliki dendam pada Klan Malaikat Yue serta beberapa orang tertentu. Alice juga paham betul tentang hal yang saat ini pasti sedang berputar-putar menghantui kepala Yue Moran. Anak ini ingin balas dendam tapi semangatnya sama sekali tidak matang, usahanya juga sangat minim, hanya tahu cara melarikan diri lalu menyerah pada hidup. Alice harus keras ke depannya, atau Dimensi ini benar-benar akan hancur karena Pahlawan Dimensinya terlalu lemah serta plin-plan. Mau tak mau gadis itu berlutut, tindakan yang sebenarnya sangat di larang baginya yang memiliki status Dewi sekaligus Putri Mahkota Langit. Namun Alice ingin menunjukkan ketulusannya sebanyak mungkin
Bola api berwarna hitam melayang bebas ke udara, sepasang mata ungu yang berkobar sedikit meredup. Bola itu berhenti di depan Huang Di Chen, berkata dengan nada bersungut-sungut karena kesal, "Kali ini tumbalkan Chang Zui. Putri dari Dewa Petir dan Dewi Bunga." Di Chen sontak mengerutkan kening. Dia barusan tidak salah dengar, 'kan? Ia menutup matanya sejenak, baru kemudian membalas usai pikirannya mulai tenang, "Jangan bercanda. Kekuasaan Dewi Bunga mempengaruhi seluruh tumbuhan di Enam Alam, dan Dewa Petir adalah penguasa tertinggi tepat setelah aku. Andai aku menyinggung keduanya, Alam Surga akan terpecah." "Aku akan mengurus sisanya, cukup bunuh dia untukku. Karena dia akan menjadi penghalang terbesar bagi rencanamu yang susah payah kau susun selama ini. Dia akan membunuhmu jika kau tidak membunuhnya lebih dulu." *** Alice berhasil sampai ke pemukiman warga yang berlokasi di bawah gunung terdekat dari lokasi hutan yang dia datangi sebelumnya. Ia menyimpan topi bambunya ke ruan
Kepala Desa berlarian kecil ke pintu masuk Balai Doa dengan tergesa-gesa. Wajah paruh bayanya yang sudah keriput sebagian tampak ceria, dia berkata sopan pada Alice, "Nona Immortal, anda datang. Mari masuk! Doa akan segera di mulai!" Alice mengangguk sebagai tanda persetujuan. Berusaha untuk mengacuhkan hiruk-pikuk dari hantu serta Iblis yang bergentanyangan ke sana ke mari seperti mainan rusak. Ia melihat sekaligus memindai wajah para penduduk satu-persatu. Berharap dia bisa menemukan sesuatu. Namun semua penduduk desa memiliki energi kehidupan yang murni dan tidak terkontaminasi. Jika seorang manusia telah bermain-main dengan Iblis dan Hantu, aura kehidupannya akan meredup kemudian berakhir terkontaminasi lalu meninggal dunia. "Nona Immortal?" Kepala Desa memanggil dari samping meja persembahan. "Apakah ada yang salah? Anda merasa tidak nyaman? Tolong katakan saja pada saya!" Melambaikan tangannya seraya tersenyum, Alice menjawab ramah, "Tidak, Kepala Desa. Aku hanya ingin meliha
Suara teriakan, tawa gila, lalu tangisan. Segala jenis raungan yang mengandung berbagai emosi telah mengalun sebagai pengiring seiring Ritual Doa terus berlangsung. Para penduduk masih tidak terganggu dan tetap berdoa khusyu. Berbeda dari Alice yang saat ini entah sudah keberapa kali dia bekerut kening. Kitab yang dia baca hampir sampai pada lembaran terakhir. Anehnya, semakin dia mendekat dengan lembaran terakhir, raungan dan geraman buas serta cekikikan hantu justru bergema kian ramai. Memenuhi Balai Doa dengan suara berisik mereka. Alice sudah menemukan jawaban dari keragu-raguan di hati. Ia berhenti membaca doa, menutup kitab kemudian membakarnya dengan api. Sontak saja, para Hantu dan Iblis yang semula tampak jinak, kini berubah menggila berusaha menyerbu ke arahnya. "Kitab dan patung di sini, semuanya sudah tercemar sangat parah," tuturnya rendah. Su Mian bertanya bingung, "Nona Immortal? Kenapa anda berhenti membaca doa? Ritual Doa belum selesai!" Ada pantangan untuk tidak
[ Sistem : Ding! Darurat! Sangat darurat! Ayah Pahlawan Dimensi hampir kehilangan nyawa! Hampir kehilangan nyawa! Misi Utama ; Menyelamatkan Ayah Pahlawan Dimensi dari kematian! Rincian Tugas ; Obati Ayah Pahlawan Dimensi yang terluka, pertemukan Ayah Pahlawan Dimensi dengan Pahlawan Dimensi. Buat keduanya akur! Bonus Misi ; Rasa suka lima puluh persen untuk Pahlawan Dimensi! ] Alice berteleportasi ke lokasi yang ditunjukkan oleh peta sistem. Dirinya berakhir di sebuah jurang gelap nan curam seolah tak memiliki dasar. Kabut serta awan hitam menutupi sebagian jurang, dia sama sekali tidak bisa melihat apa pun! "Leon, pastikan tabirmu cukup kuat untuk memblokir aura Dewiku agar tidak menyebar kemana-mana!" Leon datang, berputar-putar di udara dengan membawa monitor merah pertanda bahaya, dia menjawab yakin, "Serahkan padaku, Nona. Tugas ini harus anda lakukan sendiri karena bonus yang pusat berikan juga tinggi." "Aku tahu! Aku akan pergi!" Alice akhirnya melepas kekuatan yang semp
"Semuanya menyingkir!" Teriak Alice sekuat tenaga, jemarinya membentuk benang spiritual yang mana segera bergerak liar menggapai patung bangkai. Patung bangkai menangis darah kian banyak, sampai-sampai darah busuknya mengotori lantai. Menyebarkan bau busuk yang membakar isi perut. Patung itu menjerit seperti orang gila, "Beri aku tumbal! Beri aku tumbal! Aku ingin balas dendam! Aku ingin balas dendam! Kalian harus menyembahku! Akulah Dewa kalian! Berikan aku persembahan nyawa lebih banyak!" "Diam! Kau sudah gila! Kau menjadi jiwa yang terkontaminasi!" "Hahaha! Dia lebih buruk! Dia lebih terkontaminasi! Dunia ini akan hancur! Dunia ini akan hancur!" Alice membalas beberapa teriakan patung bangkai, berniat ingin mengorek informasi. Sayangnya patung bangkai ini hanya tahu cara mengatakam tumbal, balas dendam, dan nyawa. Akhirnya Alice menebas patung tersebut kemudian membakarnya dengan Segel Phoenix Surgawi. Balai Doa kembali tenang. Yue Moran berkedip saat menatap punggung rampi
"Astaga!" Erangan frustasi lolos dari celah bibir Alice. Gadis itu meminta Leon pergi dan dia berganti pakaian ke hanfu putih tipis. Berlari ke luar untuk mengecek kondisi, Su Mian yang tinggal tidak jauh dari sini pun ikut keluar karena suara gaduh Yue Moran. Su Dai juga ada di sana. Keduanya ketakutakan karena surai Yue Moran masih berwarna perak, matanya juga merah, begitu pula dengan Mo Zheng Liao yang memasang muka tembok begitu melihat Su Dai beserta Su Mian. Bisakah malam ini sedikit santai untuknya? Alice sangat lelah. Ia berjalan ke halaman luar, terbatuk sebentar sebelum menjelaskan, "Nenek, Su Dai. Aku akan menjelaskan semuanya besok. Maaf karena anakku dan suamiku sudah membuat keributan bagi kalian." Mo Zheng Laio berkerut kening. Tidak suka dianggap sebagai suami gadis tersebut. Namun tatapan panas Yue Moran terpaksa membuat dia diam seribu kata. Dan kembali berdiri tenang ke posisinya. Su Dai menjawab waspada sambil sesekali melirik ke dua lelaki di belakang sana, "