"Kamu pernah punya kekasih? Atau saat ini ada hubungan dengan seorang lelaki?" ulang Zack bertanya kembali.
Dengan kecanggihan teknologi, walaupun Nabila tidak pernah terlihat bertemu dengan seorang pria, tentu bisa saja ia mempunyai hubungan secara online—mungkin—pikir Zack."Oh ... nggak. Aku nggak punya," jawab Nabila dengan wajah terasa menghangat. Ia mengalihkan pandangan, takut pria tampan itu menyadari rona di wajahnya. Bagaimana tidak, ia baru saja membayangkan tubuh pria di hadapannya itu tadi.Zack mencebik. "Gadis secantik kamu nggak punya kekasih?"Oh, astaga ... Nabila semakin salah tingkah mendengar pujian Zack tentang wajahnya. "Aku ... aku nggak cantik," bantahnya sambil bangkit dan berjalan menuju ke ruang tengah.Zack mengekorinya. "Siapa bilang kamu nggak cantik? Kamu cantik, Nabila," puji Zack tanpa beban.Nabila mendaratkan bokongnya ke atas sofa di depan televisi. "Menurut kamu aku cantik?" tanyanya memastikan ketika Zack ikut duduk di sebelahnya dan mengambil remote control lalu menyalakan televisi. Wajahnya masih terasa menghangat."Tentu saja." Zack menoleh ke arah Nabila sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah acara berita di hadapan mereka."Ya, tentu saja aku cantik. Kalau ganteng itu laki-laki.""Hahahaaa!" Zack tertawa terbahak, "aku serius. Pria mana saja pasti tertarik denganmu," lanjut pria tersebut membuat desir di dalam darah Nabila.Nabila menatap lekat ke arah pria itu. 'Termasuk kamu?' Pertanyaan itu hanya mampu terucap di dalam hatinya. Kemudian wanita manis tersebut mengalihkan pandangan, karena wajahnya terasa semakin memanas, tentu sudah memerah sekali."Akh ...!" Tiba-tiba Nabila tersentak dan meringis memegang perutnya.Zack terkejut dan refleks mendekat melihat hal itu. "Kenapa?" tanyanya cemas sembari menyentuh lengan Nabila.Nabila melipat bibirnya menarik kemudian mengembuskan napas perlahan. "Nggak apa-apa. Cuma kaget sedikit, sepertinya bayinya bergerak." Ia masih sering kaget sebab baru-baru ini merasa sesekali ada gerakan agak kencang di perutnya."Oh ya?" Manik biru milik Zack tampak berbinar. Ia sangat antusias dengan perkembangan anaknya di dalam kandungan Nabila."Iya. Sudah beberapa kali berkedut seperti ini," jawab Nabila lirih. Usia kandungan sekian memang sudah mulai aktif."Boleh aku menyentuhnya?" tanya Zack ragu-ragu.Nabila terdiam sejenak.Zack tampak menunggu jawaban dari wanita muda di hadapannya itu."Iya, boleh." Akhirnya jawaban itu yang keluar dari lisan Nabila.Dengan perlahan Zack meletakkan telapak tangannya ke perut Nabila, membuat darah wanita muda itu berdesir hangat.Dengan ragu Nabila memegang punggung tangan lelaki itu untuk mengarahkannya. "Itu ... terasa?" tanyanya melihat wajah tampan Zack yang jaraknya cukup dekat darinya.Zack menatap manik hitam Nabila. Ia menarik kedua sudut bibirnya ke atas sembari mengangguk pelan."Nah, dia bergerak lagi.""Iya ... iya!" seru Zack dengan menahan suaranya. Telapak tangannya merasakan kedutan di perut Nabila.Nabila menggigit bibirnya sendiri ketika denyar-denyar halus merambat dari rambut kepala hingga kakinya ketika Zack dengan intens menyentuh kulit perutnya yang sensitif.Deg!Nabila sedikit terlonjak ketika Zack tiba-tiba menunduk. Lelaki itu meletakkan telinganya di atas perut Nabila. Detak jantungnya seakan berhenti sejenak tadi."Hallo, Baby Boy ... this is your Dad."Hal tersebut membuat degup jantung wanita itu semakin menggila. 'Ya Allah ...,' bisiknya di dalam hati sembari memejam."Mmm ... sebaiknya aku tidur sekarang," kata Nabila setelah Zack merenggangkan posisinya. Wanita muda itu berusaha menetralkan rasa aneh yang seketika datang sebab kedekatannya dengan Zack barusan."Masih awal begini?" Kedua alis lebat kecoklatan milik Zack bertautan."Rasanya aku sudah lelah." Nabila pun bangkit dari sofa."Oke kalau begitu. Istirahatlah," ucap Zack seraya menarik kedua ujung bibirnya ke atas.Nabila lantas melenggang menjauhi ruangan itu menuju ke kamarnya. Sesampai di kamar, ia meletakkan bokong ke bibir ranjang sembari mendongakkan kepala dan menghela napas panjang. "Huuuuft ... aku tak boleh menyukainya," lirihnya pada diri sendiri.***Pagi itu langit masih tertutup sedikit awan. Mentari merangkak malu-malu menyapa alam semesta.Dari jendela dapur netra Nabila tidak bisa lepas dari sesosok pria yang tengah berolah raga di pinggir kolam renang di taman belakang rumah.Pria yang tengah fokus memainkan barbel di sana mengenakan kaus abu-abu tanpa lengan yang mengekspose ketiak serta dada bidang yang kini basah karena keringat. Terlihat begitu menarik bagi Nabila. Otot bisep dan otot dada yang menonjol itu begitu memanjakan matanya."Akh! Shhh ...!" Nabila mengempaskan lengannya ke udara. Tanpa sengaja wanita manis itu mengiris jarinya sendiri ketika sedang menyiapkan sarapan.Dengan segera ia membuka keran lalu membersihkan darah yang keluar dari jari telunjuk kanannya itu dengan air yang mengalir. Ia meringis karena merasa perih."Kenapa? Luka?"Nabila terlonjak kaget sebab tiba-tiba saja Zack sudah berada di sampingnya. "Ah, i–ya. Nggak sengaja kena pisau," sahutnya gugup seraya menunjukkan jarinya yang terluka kepada pria yang menjadi penyebab dirinya tidak fokus beberapa waktu belakangan ini.Zack mendekat, lantas meraih tangan Nabila.Sekali lagi pria itu membuat Nabila tertegun karena memasukkan jari yang terluka itu ke dalam mulutnya.Deg!Nabila sontak menundukkan pandangan dan menggigit bibirnya sendiri karena hangat kuluman di mulut Zack membuat sensasi yang sangat aneh pada perasaannya. Darahnya terasa berdesir seketika. Denyar-denyar halus membuat perutnya terasa tergelitik.Kemudian Zack membuka salah satu laci di meja dapur, ternyata di sana terdapat sebuah kotak P3K. Ia mengambil sehelai plaster kemudian memasangkan benda itu ke jari telunjuk Nabila yang terluka. "Lain kali hati-hati, Nabila."Bibir Nabila sedikit berkedut. Ia tersenyum tipis. "Maaf," sahutnya."Hehehee ... kenapa minta maaf?" tanya Zack heran.Nabila menjadi salah tingkah. "Mmm ... maksudku oke, lain kali aku akan lebih hati-hati," ujarnya meralat ucapan sebelumnya.Zack tersenyum manis ke arah Nabila. "Hallo, Boy ... how are you today?" Tiba-tiba Zack memegang perut Nabila dan menunduk di hadapannya. "Wah, dia menendang!" seru Zack sambil mengangkat kepalanya melihat ke arah Nabila yang seketika saja terdiam. Wajah pria itu tampak sangat semringah."Iya ...," lirih Nabila menanggapi. Bulu-bulu halus di wajahnya terasa meremang.Cup!Untuk ke sekian kali Zack membuat Nabila terkaget-kaget dengan sikapnya. Lelaki itu tiba-tiba saja mengecup perut wanita muda itu. Astaga ... Zack tidak sadar apa yang telah ia lakukan itu sangat berpengaruh pada kondisi jantung wanita berwajah manis di hadapannya.Nabila perlahan mundur beberapa langkah, kemudian pura-pura kembali berkutat dengan masakannya. Wajahnya terasa sangat panas dengan perlakuan Zack yang benar-benar di luar dugaan. Jantungnya berdebar sangat kencang saat ini.Next"Kamu mau buat apa?" tanya Zack seakan tidak terjadi apa-apa. Ia melongok ke arah perlengkapan masak Nabila."Ah ... ini, aku ... mau buat sandwich," jawab Nabila semakin gugup.Zack mencebik. "Oke! Aku mau mandi dulu!" Lelaki itu pun berlalu meninggalkan ruang dapur tersebut dengan santai.Ketika bayangan pria itu sudah tidak tampak lagi, Nabila sontak menyandarkan pinggangnya ke meja dapur. Kakinya tiba-tiba saja terasa lemas bagai jelly. Ia menarik napas panjang-panjang, lantas mengembuskannya perlahan. "Ya Allah ... mengapa begini?" bisiknya pada diri sendiri.***Hari ini hari senin. Tampak Zack merapikan diri di hadapan sebuah cermin besar di ruang tengah. Rutinitas bekerja di kantor kembali menghampiri.Nabila berada di meja dapur. Ia tengah sibuk berkutat dengan tepung dan telur. Ia berniat membuat roti panggang untuk camilan. Beberapa hari ini dirinya sering merasa lapar. Tidak seperti beberapa bulan yang lalu, justru makanan banyak ditolaknya karena tidak berselera, hanya me
"Lu mau pinjam berapa?" tanya Nabila setelah beberapa detik terdiam. Sudah ia duga, Metta sedang ada masalah."Mmm ... dua puluh juta, Nab," jawab Metta terdengar ragu-ragu."Ehmm." Nabila berdeham. Uang dua puluh juta bukan sedikit, pikirnya. "Lu ada masalah apa?" tanyanya hati-hati."Nyo–nyokap gue sakit, gula darahnya tinggi banget," ungkap sang sahabat.Nabil menyimak."Udah sepekan nyokap gue di rumah sakit, Nab. Waktu itu operasi, ada gumpalan darah kotor di pahanya. Ini alhamdulilah, kata dokter sudah baikan. Mungkin satu atau dua hari lagi udah boleh pulang. Tapi gue mesti bayar biaya rumah sakit dan obatnya, Nab," jelas Metta dengan suara bergetar seperti hendak menangis.Metta jarang meminta tolong. Justru wanita itu yang sering menolong Nabila. Selama tiga bulan lebih Nabila tinggal bersamanya di satu ruangan, ia hanya sering memikirkan uang patungan untuk membayar kamar saja. Sementara Metta, hampir setiap hari membagi makanan kepadanya. Bahkan Metta-lah yang menolongnya k
Beberapa detik kemudian–"Lu gila!" Metta terdengar kesal di sana."Gue ... gue nggak bisa ngendaliin perasaan gue, Met," lirih Nabila. Wajahnya tertunduk lesu."Lu di situ cuma nolongin dan sekaligus ngambil keuntungan dari mereka! Lu sendiri yang bilang ini cuma demi uang! Lagi pula udah gue bilang, pernikahan kalian juga itu ... aaah! Dari awal gue bilang semua udah nggak benar. Tapi lu nekat!" omel Metta. Sejak awal Metta tidak pernah setuju dengan keputusan yang diambil Nabila untuk menjadi seorang ibu pengganti. Karena jelas melanggar ketentuan agama. Kemudian walaupun mendengar Nabila menikah, ia sama sekali tidak mendukung hal itu. Namun, Nabila tetap tidak mau mendengarkan. Ia bersikukuh ingin mengubah nasib, katanya."Lu kok, malah marah-marah gini sih, Mett, sama gue?" Nabila menyatukan alisnya, entah mengapa ia menjadi kesal sebab diomeli oleh Metta. Apa gadis itu lupa, dengan uang itu juga ia bisa membayar biaya rumah sakit ibunya."Gue ngekhawatirin lu, Nab. Elu di neger
"Tuan Andrew ...?" lirih Nabila pada diri sendiri. Ia terdiam, napasnya seakan tersekat melihat keakraban ... oh, tidak! Itu bukan keakraban biasa, melainkan suatu kemesraan!Veronica tampak refleks mendorong tubuh Andrew. Ia lalu berlari menuju ponsel yang mana panggilan video masih terhubung dengan Nabila. "Nanti lagi, Nabila!" Veronica memutus sambungan video call-nya.Nabila masih tergamang dengan apa yang ia saksikan barusan. 'Kak Ve .... Apa mungkin dia ...?' Wanita muda itu mengernyitkan dahi. Netranya masih menatap lekat ke arah layar ponsel di hadapannya yang lamban menggelap. Pikirannya menerka kalau ada hubungan terlarang antara Veronica dengan Andrew. Ya, tidak salah lagi. Ketika di butik beberapa waktu lalu, ia juga pernah memergoki Veronica dengan pria itu dalam posisi yang sangat dekat.Waktu itu Andrew merangkul pinggang Veronica hingga tubuh mereka kian rapat tanpa jarak. Kakak madunya tersebut juga terlihat kaget, ketika tiba-tiba Nabila masuk ke dalam ruangannya sa
Selama ini Nabila tidak pernah menyentuhnya secara langsung seperti ini, sebab biasanya dirinyalah yang duluan memulai. Namun, ia berusaha bersikap normal dan hanya bisa terdiam tanpa menolak apa yang dilakukan Nabila terhadapnya."Kamu kelihatan capek banget hari ini," ujar Nabila sambil terus memijat pria itu."Ah, iya. Beberapa hari ini di perusahaan sedang banyak proyek yang mesti aku kerjakan." Zack tersenyum kaku. Beberapa hari ini Zack memang berusaha menghindar dari Nabila sejak sikap aneh wanita muda itu muncul ketika ia membantu membersihkan matanya dari tumpahan tepung di dapur hari itu.Nabila mengitari sofa, kemudian mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Zack. Namun, tiba-tiba pria itu bangkit. "Aku mau mandi dulu. Setelah itu mau tidur," ucapnya seraya hendak melangkah pergi menuju ke kamarnya. Zack sengaja ingin menghindar dari Nabila."Tunggu!" Nabila meraih pergelangan tangan pria di hadapannya.Zack menoleh ke arah wanita manis yang mengenakan piyama satin berwarna
"Apa kita akan menyiapkan makan malam di sini?" tanya Nabila basa-basi meskipun yang sebenarnya ia sama sekali tidak mengharapkan Veronica kembali. Ia menjadi membenci wanita itu sejak melihat kejadian di kamar hotel tersebut waktu itu."Aaah ... kamu benar!" seru Zack, "kita siapkan makan malam spesial buat Veronica!" Pria tampan itu tampak sangat antusias.Nabila kembali tersenyum palsu di hadapan Zack. "Oke," sahutnya singkat."Kita belanja habis ini!" ajak Zack dengan penuh semangat."Kamu nggak ke kantor?" tanya Nabila heran. Ini hari Jum'at, mestinya Zack harus ke kantor."Pekerjaan sudah banyak yang beres. Aku nanti bilang ke Suzan kalau tidak pergi ke kantor hari ini.""Oke. Terserah kamu," sahut Nabila dengan bibir yang setia tersenyum.Usai sarapan, keduanya pun pergi ke sebuah supermarket. Mereka memilah dan memilih bahan-bahan makanan yang akan mereka masak untuk menyambut kedatangan Veronica.***"Sorry, Babe, tadi batre hapeku kehabisan daya. Pesawatnya juga delay dua ja
Betapa terkejutnya Nabila menerima perlakuan intim seperti saat ini. Namun, ia benar-benar tidak dapat menolak. Bukankah hal seperti ini yang selalu ia idam-idamkan di dalam kesendiriannya selama ini?Dua detik. Tiga detik. Empat detik.Zack begitu intens memainkan bibir yang belum pernah dijamah seorang pria mana pun itu. Nabila pun kian terlena.Setelahnya, seakan tersadar, sang pria pun langsung meng-cut aktivitasnya. "So–sorry ...," lirih pria itu dengan mata yang berlari ke sana kemari. Entah mengapa ia malah menjadi gugup seperti itu.Nabila terpaku. Diam membisu. Hanya detak jantungnya yang seakan memburu. Bahkan napasnya terasa tersekat, hatinya tak ingin semua berlalu begitu saja.Zack lantas bangkit dan gegas melangkah ke luar kamar Nabila dan menutup pintunya tanpa berkata-kata lagi. Meninggalkan Nabila dalam ketermanguan. Ya, wanita muda itu seakan tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Zack ... Zack yang sangat mencintai dan sangat memuja Veronica baru saja mencium bi
Sebelumnya wanita muda itu terbiasa melihat kemesraan mereka. Namun, rasanya kini ia benar-benar tidak rela Zack berlaku manis kepada wanita yang ia tahu telah mengkhianati suaminya tersebut."I miss you too," sahut Veronica sembari menyambut kecupan sang suami.Keduanya tidak sadar, ada sepasang mata dan sepasang telinga yang mengawasi kegiatan intim mereka dengan hati yang panas terbakar.Akhirnya Nabila memutuskan untuk kembali masuk ke kamarnya. Ia benar-benar muak dengan pemandangan yang ada di depannya itu. Sebelum-sebelumnya ia memang sudah terbiasa melihat kemesraan kedua kekasih tersebut dengan sembunyi-sembunyi. Ia dulu berharap Zack bisa memberi hati juga kepada dirinya dan membagi menjadi dua. Untuk Veronica sebagian, untuknya sebagian. Ia tidak mengharap Zack memberi seluruh hati kepadanya seorang.Akan tetapi, tidak untuk saat ini. Semenjak ia mengetahui kalau Veronica bermain api di luar sana. Wanita tersebut telah mengkhianati cinta tulus seorang Zack. Ia sungguh-sung