"Berapa usia kandungan kamu, Ve?" ulang Andrew berusaha untuk meredam emosinya yang tadi begitu menggelegak.
"Sudah tiga bulan," jawab Veronica kembali berbohong. Ia harus menjaga rahasia ini sampai kapan pun.Andrew terduduk lemas di sana. Ia menghela napas panjang. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Veronica. Pria itu mengingat-ingat tiga bulan yang lalu, Veronica bersama siapa? Dirinya, ataukah Zack?"Ini anak Zack ...," lirih Veronica mengulang ucapannya meyakinkan Andrew. Isak tangisnya mulai mereda. Akan tetapi, ia tidak mau menatap mata pria itu.'Benar, tiga bulan lalu aku ke Paris karena ada pekerjaan. Dan Veronica bersama suaminya,' bisik hati Andrew."Beberapa hari belakangan ini dan sampai beberapa bulan ke depan Zack tidak akan berani menyentuhku. Dokter bilang, kandunganku lemah. Zack khawatir kejadian dulu terulang, aku hampir meninggal karena keguguran dan pendarahan," terang Veronica. Zack saja begitu pengertian. I"Apa?! Veronica hamil? Yang bener kamu ...?" Jennifer terkejut mendengar berita kehamilan sang menantu dari putranya, "jangan sampai kalian membohongi kami lagi, Zack," lanjutnya mencoba meyakinkan diri. Meskipun ia bahagia mendengar berita tersebut, dirinya masih ingat dengan kebohongan anak dan menantunya waktu itu."Iya, Mom. Veronica benar-benar hamil sekarang," ujar Zack meyakinkan ibunya. Bibirnya senantiasa tersenyum senang menyampaikan berita bahagia ini."Syukurlah, Zack. Mommy turut senang kalau begitu. By the way, apa orang tua Veronica sudah mengetahui berita ini?""Sudah, Mom. Kemarin Veronica sudah menghubungi mereka," jawab Zack apa adanya."Hhh, bagus ... dan kamu baru ngasih tahu Mommy hari ini?" rajuk Jennifer."Sorry, Mom. Aku memang mau segera menyampaikan ke Mommy. Tapi, banyak sekali yang mesti aku urus kemarin. Aku rencananya akan kembali bekerja di LA, Mom," kilah Zack menjelaskan kepada sang bunda."Oh, y
Ternyata lelaki yang membonceng Nabila itu adalah sang security bakery shop tempat mereka bekerja."Makasih, Bang Kemal." Nabila menyerahkan helm yang ia pake kepada pria yang sudah mengantarnya itu.Kemal pun tersenyum manis. "Sama-sama, Nab. Jangan sungkan-sungkan," ucap pria itu. Sejurus kemudian, senyum itu luntur ketika melirik ke arah Zack. Dari tatapan itu, sepertinya pria itu tidak senang dengan suami Nabila tersebut.Kedua bola mata biru Zack pun menatap tajam ke arah sana. Ia juga tidak senang melihat pemandangan di hadapannya.Melihat sang ibu kembali, Zayn kembali berteriak-teriak menangis."Oh, Sayang ... dari tadi nunggu Bunda ya? Kasihaaan," bujuk Nabila seraya meraih putranya dari gendongan Zack. Wanita muda itu seperti menghindari kontak mata dengan sang pria. "Makasih, Pit. Sorry dah ngerepotin," ucap Nabila kepada Pipit."Aku sih, santai. Anakmu ini, tadi pas aku jemput anteng. Lepas magrib eeh, dianya ngamuk.
Mengapa Nabila tidak berontak dengan keras saat ini? Ya, wanita itu merasa akan sia-sia saja jika melawan, teringat kejadian malam itu. Yang jelas tenaganya tidak sebanding dengan tenaga sang pria. Lagi pula Zack adalah suaminya, bukan? Ia memang berhak untuk itu. Akan tetapi, sungguh, Nabila tidak rela jika diperlakukan dengan kasar."Kenapa, Sayang? Ja–Jangan menangis ...." Zack sontak tersadar ketika pipi yang ia kecup itu terasa basah oleh air mata. Pria itu teringat akan kekasarannya waktu itu kepada Nabila. "Zack, aku ... aku ...," lirih Nabila terisak dan terbata-bata.Zack menghela napas berat. Ia lalu merenggangkan pelukannya dari tubuh Nabila.Sang wanita menangis dengan lirih. Hatinya bimbang, di dalam hatinya merasa bercabang. Antara ingin dan tidak dalam melayani sang suami. Ia hanya merasa trauma dengan kekasaran Zack ketika itu. Ia juga takut akan terus berdosa jika menolak sebenarnya.Melihat tubuh wanitanya bergetar dan
"Zack, Mommy sudah pesan tiket ke Indonesia. Berangkatnya besok.""What?!" Zack terkejut mendengar perkataan sang ibu dari seberang benua sana. Baru saja dua hari yang lalu mereka saling telepon."Iya, Mommy sudah nggak sabar ketemu lagi sama cucu tampan Mommy. Heheheee." Jennifer terkekeh."Aku lagi di Bogor, Mom. Baru sampe kemarin." "Oh, gitu," balas Jennifer singkat."Aku minta Max saja besok jemput Mommy," ujar Zack akhirnya."Max siapa?" tanya Jennifer terdengar bingung."Oh, iya. Dia sahabatku di sini, Mom. Selama ini kami bekerjasama," jelas Zack. "Oh begitu. Oke, kalau gitu.""Mommy kirim saja jadwal keberangkatannya biar aku nggak lupa ya!" pesan Zack."Oke, Mommy kirim.""Ya sudah, Mommy jangan lupa kabari aku terus.""Oke, Nak!"Mereka pun memutus saluran telepon.Zack yang baru bangun tidur tadi dibangunkan oleh lalu beranjak dari ranjangnya. K
Zack memijat dahinya karena kini kepalanya terasa berdenyut. "Mom, sebaiknya Mommy jangan dulu menyampaikan semua kepada mertuaku," pinta pria itu terdengar memohon."Kenapa sih, Zack? Mommy cuma mau bantu kalian. Kalian 'kan, bingung bagaimana memulai cerita itu. Jadi, biar Mommy yang menyampaikan hal itu kepada mereka. Mommy yakin Yasmin dan Surya akan mengerti. Bahkan mereka akan senang jika tahu ternyata mereka sudah menjadi kakek dan nenek. Bukankah itu yang mereka idamkan sejak lama?" Zack meremas rambut kepalanya. Ia sudah tidak bisa lagi berkata-kata. Ia bingung harus bagaimana lagi membujuk ibunya."Kamu tenang saja. Mommy yang urus soal ini, oke?"Zack masih terdiam di sana. Kepalanya terasa penuh dan pikirannya kusut."Ya sudah. Mommy mau siap-siap dulu. Kamu jangan lupa bilang ke temanmu itu. Biar dia jangan jemput Mommy. See you later, Son!" Jennifer pun mematikan saluran teleponnya.Tinggallah Zack yang kebingungan
Melihat Nabila yang berlalu cepat, dengan segera Zack menyelesaikan biaya administrasi di klinik kesehatan tersebut. Setelah itu ia berlari menuju ke luar. Ternyata Nabila sudah tidak ada lagi. Oleh karena mobilnya mesti masuk ke bengkel, Zack akhirnya memesan ojek online. Tidak lama kemudian, pria itu pun sampai di depan halaman rumah kontrakan Nabila. Gegas pria itu turun dari motor ojek."Mister! Ongkosnya lupa!" seru tukang ojek mengingatkan."Ah, iya. Maaf," ujar Zack langsung mengambil dompet dari balik jaketnya. "Ini, Pak. Makasih!" Ia pun menyerahkan lembaran merah kepada si tukang ojek."Kembaliannya, Mister!" teriak tukang ojek lagi, karena uang bayaran Zack banyak lebihnya, dan pria Amerika itu sudah berbalik pergi."Ambil aja!" sahut Zack sembari berlari kecil menuju ke rumah Nabila."Oke, Mister. Thank you! Sering-sering aja yaaa!" balas tukang ojek senang.Sesampainya di depan rumah Nabila. Pintunya tampak terbuka lebar. Terlihat mata Nabila yang masih memerah karena ha
"Nabila ...." Zack memegang kedua bahu Nabila. Hatinya merasa terenyuh ketika melihat wanita muda itu menangis begitu sedih dan tampak putus asa."Kamu jahat ... Zack ...!" Nabila menepis kedua tangan sang suami. "Aku benci sama kamuuuu!" pekiknya sembari bangkit dan dengan segera meraih putranya yang kini merengek-rengek di sana. Brak!Nabila kemudian masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu itu dengan kencang."Yaa ... Allaah ...." Zack pun bangkit dari duduknya kemudian meremas rambut kepalanya sendiri. 'Perempuaaan ... perempuaaan! Mengapa kalian bikin aku pusiiing!' rutuknya di dalam hati. Kemudian pria itu pun terduduk di sofa di sana. Ia memijat tengkuknya sendiri. Merasa sangat lelah menghadapi problematika kehidupan ini.Tidak lama Zack duduk sembari merenung di ruang tamu itu, terdengar olehnya suara adzan yang berkumandang dengan kencang. Ia lalu bangkit, menutup pintu rumah, lalu masuk ke dalam dapur Nabila. Ia mencari kamar mandi untuk membuang air kecil.Setelah menuna
Mata Nabila melebar mendengar penuturan Zack. "Apa maksud kamu sudah membeli rumah di Bekasi?" Akhirnya wanita muda itu mau bicara juga."Iya, seperti yang aku bilang waktu itu sama kamu. Aku mau kamu berhenti bekerja di tempatmu sekarang. Dan kamu aku modali untuk usaha toko roti sendiri, karena kamu bilang ini adalah hobby kamu," jelas Zack. "Oh, Zack ... aku tahu kamu banyak uang. Tapi aku belum menyetujuinya, 'kan? Kenapa kamu tidak kompromi dulu sama aku??" "Nabila, aku akan bekerja di LA lagi. Jadi, aku mesti menyelesaikan semua dengan cepat. Aku tidak bisa lama di sini. Veronica hamil ...," ungkap Zack kemudian.Kembali kedua mata Nabila membola. "Dia hamil??" tanyanya memastikan.Zack mengangguk pelan. Bibirnya tersenyum tipis.Nabila tampak tertegun dan terdiam di sana. Namun, berikutnya entah mengapa bibirnya mengulas sebuah senyuman penuh arti."Kamu senang dengan berita ini?" tanya Zack karena melihat senyu