“Bukan seperti aku yang mau datang!” timpal Putra tidak mau kalah, hati panas dibuat Candy yang melontarkan amarah sesuka hati tanpa mau meminta penjelasan lebih dulu. Putra tidak mau berbangga diri, tapi ia berkelahi karena membela Candy dari mulut-mulut keparat teman ayahnya! “Aku tidak mungkin datang kalau kau tidak memaksa,” imbuhnya.
“Kalau begitu pergi!” usir Candy, murka dibuat jawaban pemuda itu. Sudah terlambat untuk mengusir karena acara sudah selesai, tapi itu tidak mengartikan Putra tidak bisa angkat kaki. Pemuda itu beranjak setelah mata puas melototi Candy.
Putra menuju mobil yang terparkir di bagian samping hotel, pergi begitu saja dan membiarkan Candy serta yang lainnya menyaksikan.
Keisya adalah salah satu penonton yang setia. Menghela nafas frustasi, tak habis mempertanyakan soal apa yang sebetulnya terjadi di antara Candy dan Putra. Sebelumnya dua orang itu bersikap layaknya pasangan tak terpisahkan dan hari ini malah menampakkan sikap yang tidak pernah Keisya lihat atau bayangkan.
Sangat aneh. Keisya berharap untuk bisa tahu, tapi Candy menolak berbicara. “Sebaiknya kita pulang dan membicarakan masalah ini di rumah,” ujar Keisya yang tidak mau berdiri dan menyaksikan pasangan baru membeku di tempat masing-masing, entahlah sedang memikirkan apa.
Perhatian Candy sukses direbut dan dia menatap sang ibu sebelum mengganguk menyetujui. “Ibu pulang dan beristirahatlah,” kata Candy. Dia menghampiri dan mendaratkan pelukan hangat untuk dua orangtuanya.
“Kau yakin kau baik-baik saja?” tanya sang ibu cemas. Keisya tidak tahu apa yang ia cemaskan, hati hanya tidak tenang memikirkan sang putri menikahi Robert. Keisya tidak mau lagi membahas, tidak akan enak hati jika Robert salah paham dan berakhir tersinggung.
“Aku baik-baik saja,” jawab Candy setelah melepas pelukan.
“Tapi … Putra tampak sangat marah,” singgung Keisya yang mendadak teringat pada amarah di sorot mata Putra sebelumnya. “Berjanji padaku kau tidak akan berkelahi dengannya di rumah.” Keisya berpikir, bagaimana pun mereka pernah saling mencintai. Keisya tidak mau lagi menyaksikan mereka saling melototi dan berteriak.
“Aku tidak akan melakukannya,” jawab Candy segera. Terdengar serius, tapi nyatanya hanyalah sembarang menanggapi agar sang ibu berhenti cemas dan membiarkannya pulang. “Pulanglah, ini sudah malam,” tambah Candy.
Keisya mengganguk kecil sebelum menatap sang suami dan mereka berdua meninggalkan semua orang yang ada.
“Ibu, Ayah, kalian pun harus pulang.” Robert angkat bicara setelah memalingkan pandangan menuju dua orangtuanya.
Siapa yang merasa diajak bicara mengganguk sebagai jawaban. “Hati-hati di jalan,” kata wanita itu dan dia pergi begitu saja setelahnya.
Setelah dua mobil berbeda pelantara hotel, Robert dan Candy baru saling menatap. “Ayo pulang,” ajak Robert dan Candy mengganguk sebagai jawaban.
Perlu waktu dua puluh menit menggunakan mobil untuk tiba di rumah. Satu hal yang Candy sadari sebelum melewati pintu depan yaitu tidak ada mobil Putra di perkarangan luas yang artinya pemuda itu belum pulang.
Mungkinkah karena kejadian tadi? Cemas Candy berpikir. Tidak! Candy menggeleng cepat untuk membuang perasaan cemas yang tidak seharusnya hadir. Candy sudah bertekad balas dendam, jadi ia tidak boleh merasa kasihan hanya karena perkara kecil.
Candy ingin membalas Putra lebih dari mempermalukan atau menamparnya, oleh sebab itu hati tidak boleh lemah sama sekali.
Menuju kamar yang terletak di lantai dua. Robert memasuki kamar dengan menutup pintu kembali setelah Candy. AC yang tidak dimatikan membuat ruangan terasa sangat sejuk, namun hening. Tidak ada siapa pun membuat benak Candy berkelana sembarang arah.
Candy menuju samping ranjang, tapi tidak jadi duduk di pinggirnya. Ini adalah pernikahan, Candy berpikir. Apa yang akan terjadi pada pasangan setelah mereka sah menikah? Candy tidak mau menebak, tapi jawabannya sudah terlalu jelas. Saat Robert mengunci pintu, jantung Candy bagai terpukul. Belum lagi saat lelaki itu mendekat dan menatapnya lekat.
Robert menyentuh dua pundak Candy dan merendahkan diri untuk menyamaratakan tinggi wajah. Terlalu cepat, Candy berpikir. Jantung berdebar sangat kencang sampai-sampai mata terpejam erat tanpa perintah. Candy berpikir sang suami akan mendaratkan ciuman, tapi Robert tiba-tiba melontarkan, “Kau … tahu istriku yang mati karenamu dan Putra.”
“Memanfaatkan keadaan?” Candy bergumam dan tenggelam dalam pikiran satu detik setelahnya. Candy tidak yakin bahwa saran dari Putra adalah apa yang ia butuhkan karena bagaimana caranya memanfaatkan keadaan setelah diperlakukan seperti badut?Candy bahkan berpikir akan lebih baik menggambar wajahnya agar terlihat seperti badut sungguhan daripada mempertimbangkan saran dari Putra. Tapi apa yang harus dikatakan? Candy kehabisan kata-kata untuk dicerna, dia hanya bangkit dari duduk dan pergi begitu saja meninggalkan Putra.Putra melihat Candy melewati pintu masuk dan dia pergi menyusulnya. “Ke mana kau akan pergi?” tanya Putra, berhasil menyita perhatian Candy dan membuat dia menoleh.“Aku tidak tahu,” jawab Candy sesuai dengan apa yang terpikirkan. Tidak, Candy bahkan tidak memikirkan apa pun, dia hanya tidak ingin berdebat dengan Putra atau mendengar lebih banyak pendapat darinya.“Pulang ke rumah, Candy,” kata Putra, tampak jelas bahwa dia bermaksud dengan kalimatnya tapi Candy tidak pa
“Ck!” Mandu tidak punya alasan tapi rasanya tidak menyenangkan disamakan dengan siapa pun. Meski begitu, Mandu tidak menanggapi. Dia mengeluarkan ponsel dari saku jas dan berhasil menyita perhatian Candy.“Apa yang kau lakukan?” tanya Candy penasaran.Mandu memberitahu, “Aku akan menelepon Robert dan meminta dia untuk menjemputmu pulang saja.” Jawaban itu menyentak Candy yang enggan berurusan dengan Robert, dia bergegas menghampiri dan menyambar ponsel dari tangan Mandu. Candy tidak mendapatkannya karena Mandu terlebih dulu menarik ponselnya menjauh.“Jangan menelepon Robert!” pinta Candy.“Tidak akan aku lakukan kalau kau masuk ke dalam mobil sekarang juga,” kata Mandu penuh penekanan, memberi Candy tidak ada pilihan lain selain menurut. Candy berpikir menuruti apa mau Mandu akan lebih baik daripada dia menelepon Robert dan membuat lelaki itu mengangkatnya pulang ke rumah seperti karung beras.“Baik, baik,” ketus Candy, dia memasuki mobil dan duduk di samping Mandu.Mandu tersenyum p
“Aku tidak berpikir kita punya hal lain lagi untuk dibicarakan,” tolak Candy. Robert bahkan tidak menyangkal apa pun setelah semua yang ia katakan, jadi Candy menggangap semuanya telah jelas.“Meski begitu aku tidak izinkan kau pergi begitu saja,” tegas Robert. Dia meletak tangannya di pintu, menutupnya sebelum Candy membukanya lebih lebar. Candy menarik ganggang pintu, dia berbalik menatap Robert saat lelah mengharapkan Roberet untuk menyingkir. Robert menambahkan, “Lagipula kau tetap adalah istriku. Jika aku bilang jangan pergi, kau tidak akan pergi.”Lagi-lagi sikap memerintah seperti itu seolah-olah Candy tidak adalah anak anjing yang patuh. “Suami atau istri, status kita tidak lebih dari itu. Lalu, apa gunanya?”Robert tidak bisa menjawab yang satu itu tapi tetap saja menolak untuk membiarkan Candy pergi begitu saja. Ini bukan soal harga diri atau sejenisnya, Robert hanya tidak ingin perempuan itu pergi. “Aku tidak akan menemui Bianca lagi jika itu maumu,” tawar Robert tapi sungg
“Aku segera ke sana,” kata Robert sebelum mematikan panggilan secara sepihak. Seharusnya Robert tak lakukan ini tapi rasanya sungguh menjengkelkan, ia ingin tahu apa yang sebenarnya Candy lakukan dengan menemui Putra.Lelaki itu menyambar jas hitamnya dari gantungan di sudut ruangan dan berlari keluar meninggalkan ruangan. Robert mengendarai mobil dan tiba di lokasi yang Putra sebutkan dalam waktu lima belas menit.Masih di dalam café yang sama, bedanya adalah Candy tidak ada di sana. Robert menghampiri Putra dan menemukannya terduduk sendirian. Lelaki itu menatap sekitar, menemukan keadaan café yang lumayan sepi dengan hanya beberapa meja terisi tapi masih tidak ada Candy yang terlihat.Robert menatap Putra sebelum bertanya, “Di mana Candy?”Putra tidak menjawab pertanyaan Robert untuk memberitahunya di mana Candy, dia bangkit dari duduk dan melayangkan tinju keras di pipi Robert. Robert terhuyung dan terjatuh karena tidak siap menerima serangan tiba-tiba itu. Sontak mata semua pelan
FLASHBACKHari itu saat Candy melihat Putra memasuki kamar bersama Bianca, gadis itu pergi karena hati yang berdenyut menyakitkan, karena dia tidak bisa mendengar lebih lama lagi tapi apa yang terjadi tidak seperti yang dia duga.Putra yang sedang tidak sadar sepenuhnya mendorong Bianca tanpa sadar dan meracau, “Aku tidak akan melakukannya.” Tiba-tiba wajah Candy hadir di wajah Putra di saat matanya bahkan tidak bisa lagi terbuka untuk dua watt.Putra mengingat kembali mereka yang seharusnya sudah menikah dan semua itu gagal. Candy melihatnya sebagai seorang pengkhianat dan satu kali saja sudah cukup. Lelaki itu terhuyung, beruntung dia berhasil mencapai pinggir ranjang sebelum terjatuh. “Aku tidak mau … aku berharap aku tidak pernah menyakitinya.”Lelaki itu terus meracau, setelahnya tak sadarkan diri, sama sekali tidak mengingat keberadaan Bianca yang masih menatapnya.FLASHBACK ENDCandy tidak pernah ingin tahu sebelumnya tapi tiba-tiba dia kemari dengan hal yang seharusnya dia tan
Siang hari tiba, jarum pendek menunjuk tepat dua belas dan Candy masih tidak terlihat. Robert menghentikan pekerjaan dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi sebelum mendengus sebel.Padahal aku sudah mengizinkan dia untuk memasak dan mengantarkan aku makan siang tapi dia malah tidak datang, dasar tidak tahu diuntung, pikir Robert. Meminggirkan apakah Robert memakan masakan dari Candy atau tidak, Robert penasaran dengan apa yang sedang Candy lakukan. Daripada terus bertanya-tanya, Robert mengeluarkan ponsel dari saku jas dan melakukan panggilan telepon.Suara sistem terdengar, mengatakan bahwa nomor Candy sedang dalam panggilan lain. “Dengan siapa dia berbicara?” gumam lelaki itu penasaran sembari menatap layar ponsel.Namun, Candy tidak sedang berbicara dengan siapa pun. Panggilan yang Candy lakukan berakhir dengan tidak terjawab. Candy menatap layar ponselnya dan nama Putra yang tercetak. Sebelumnya, Candy sudah memblokir nomor itu tapi dia membatalkannya untuk suatu alasan.“Aku