Mag-log in“Kau ini bukan istri, Aruna. Kau adalah kompensasi.” Aruna Nirmala dijual keluarganya untuk melunasi hutang dan dipaksa menikah dengan Arden Kaeswara, duda dingin yang dibayangi rumor pembunuhan istri pertamanya, Layla. Terperangkap di Kaeswara Estate yang megah tapi penuh rahasia, Aruna menghadapi Reyna yang mencurigai, intrik keluarga, dan bayangan Layla yang tak pernah benar-benar mati. Pernikahan kontrak ini seharusnya soal utang, tapi semakin ia menentang Arden, semakin ia terjerat perasaan yang tak ia duga. Setiap langkahnya diawasi, setiap gerakannya diuji, dan setiap rahasia bisa menghancurkan hidupnya. Bisakah Aruna menuntut kebebasan, mengungkap kebenaran Arden, dan menemukan cinta sejati? Atau akankah gerbang hitam Kaeswara menelan semuanya?
view more“Aaggghhh…”
Erangan itu meluncur begitu saja, suara yang lebih mirip desahan frustrasi daripada pelepasan gairah. Aruna menarik napas panjang, menahan diri untuk tidak segera bangkit dan lari. Di atas ranjang king-size yang terasa terlalu besar, terlalu dingin, dan terlalu mewah untuk dirinya, ia baru saja meresmikan statusnya: ia adalah kompensasi. Properti yang diuangkan oleh kebangkrutan saudara tirinya.
Tubuh Arden Kaeswara ambruk ke sampingnya, menjauh dengan cepat, seolah sentuhan Aruna adalah racun yang harus segera dihindari. Sentuhan mereka telah usai. Tidak ada kelembutan, tidak ada bisikan. Hanya keheningan pasca-transaksi yang mematikan.
“Sudah selesai, Nona Nirmala,” suara bariton Arden dalam dan serak, memecah kesunyian. Ia tidak menatap Aruna, hanya menatap langit-langit kamar yang gelap, seolah sedang menghitung bintang yang tidak ada.
“Aku sudah tahu itu, Tuan Kaeswara,” balas Aruna cepat, suaranya dipenuhi amarah yang terbungkus kelelahan. “Aku tidak butuh laporan status completed. Aku butuh kebebasan. Atau setidaknya, bantal yang lebih lembut.”
Arden akhirnya menoleh, matanya gelap dan dingin. Tidak ada jejak kehangatan atau penyesalan. Ia melihat Aruna sebagai objek.
“Kebebasan? Kau bercanda?” Arden tertawa kecil, tawa yang kering dan tajam. “Kau pikir kau ini apa? Pengantin?”
Ia mencondongkan tubuh sedikit ke arah Aruna. Panas tubuhnya yang tersisa terasa mengancam.
“Tidak, Nona Nirmala. Aku sudah bilang. Kau adalah kompensasi. Harga dari utang darah yang dibuat keluargamu. Kau dibeli.”
Pernyataan itu menampar Aruna lebih keras dari sentuhan kasarnya tadi. Rasa malu berubah menjadi kebencian yang mendidih. Tentu saja. Pria ini hanya tahu cara bertransaksi, bahkan saat telanjang.
“Kalau begitu, Pembunuh,” balas Aruna, membalas tatapan Arden yang mengancam dengan kilatan perlawanan. Ia sengaja menggunakan julukan itu. Ia ingin melihat reaksinya.
Arden terkejut, kerutan samar muncul di dahinya.
“Nikmati saja kompensasimu. Tapi ingat,” lanjut Aruna, nadanya berubah tenang, tetapi mengandung racun, “setiap barang dagangan berhak menuntut kebenaran. Bahkan dari seorang duda yang terbungkus rumor gelap.”
Arden bersandar, sorot matanya menyiratkan kebosanan yang dipaksakan, seolah ia sering mendengar ancaman kosong seperti ini.
“Kebenaran apa yang kau inginkan?” tanya Arden, suaranya menusuk. “Kebenaran bahwa Layla tidak pernah mencintaiku? Atau kebenaran bahwa kau juga akan menyesal masuk ke gerbang ini?”
“Aku ingin kebenaran apakah kau yang membunuhnya atau tidak,” tantang Aruna, membiarkan kebenciannya meledak.
“Tentu saja tidak,” jawab Arden santai, namun matanya memancarkan peringatan. “Tapi silakan saja, percayai rumor itu. Itu akan membuat pekerjaanmu sebagai kompensasi lebih mudah.”
“Membunuh dan menyembunyikan bukti adalah pekerjaanmu. Berpura-pura percaya adalah pekerjaan kompensasi sepertiku. Adil, kan?” cibir Aruna.
Arden mengabaikan sindirannya. Ia bangkit, mengambil jubah mandi tebal dari sandaran kursi, dan melilitkannya di pinggangnya. Postur tubuhnya yang tinggi dan berotot dipahat sempurna di bawah cahaya rembulan yang samar.
Tiba-tiba, melodi piano yang lembut nan melankolis mengalun dari kejauhan. Suara itu begitu pilu, mengisi kesunyian dengan kesedihan yang tak terucapkan.
Arden membeku di dekat jendela. Semua amarah dan dinginnya hilang seketika, digantikan oleh kesedihan yang mendalam dan kerinduan yang nyata. Ia terpaku, matanya menatap Sayap Kiri yang gelap.
Layla. Hantu itu. Aruna menyadari, dalam pernikahan ini, ia bersaing dengan orang mati.
“Suara apa itu, Pembunuh?” bisik Aruna, suaranya kembali dingin.
Arden tidak menjawab. Ia hanya berdiri di sana, mendengarkan. Ia menoleh ke Aruna, matanya penuh peringatan, seolah ia baru saja melanggar aturan tak terlihat.
“Di rumah ini, kau diam dan mematuhi,” katanya, suaranya kembali dingin. “Kompensasi dibayar untuk tutup mulut.”
“Aku tidak bisa tutup mulut ketika hantu istrimu memainkan musik latar untuk drama pernikahan kita,” balas Aruna sinis. Astaga, aku setengah berharap dia menyanyikan lagu perpisahan sekarang.
Arden mengabaikan sindiran itu, berbalik ke jendela. “Tidur. Aku akan menangani urusan Kaeswara.”
Aruna memutuskan ia tidak bisa tidur. Ia harus mendekati sumber suara, sumber ketakutan Arden. Saat kakinya menyentuh lantai dingin, ia melihat sesuatu di karpet tebal di bawah meja rias, seolah terjatuh saat Arden melewatinya.
Itu adalah selembar kertas tebal. Aruna memungutnya. Itu adalah Aturan Emas Kaeswara yang pasti disiapkan Arden sebelum mereka bertemu. Matanya terpaku pada butir-butir yang dicetak tegas.
Aturan Emas Kaeswara
Pertama, Kepatuhan Publik. Di hadapan publik, Anda adalah Nyonya Kaeswara.
Kedua, Batasan Pribadi. Hubungan kita adalah transaksi.
Ketiga, Rahasia Keheningan. Jangan pernah berbicara tentang Layla Nirmala.
Keempat, Zona Terlarang. JANGAN PERNAH MASUK KE SAYAP KIRI.
Kelima, Harga Kebebasan. Penuhi aturan ini setahun penuh, dan Anda bebas.
Benteng hantu. Aruna mendongak, menatap Arden yang masih berdiri di jendela. Butir 5 adalah yang paling manis dan paling beracun: satu tahun kebebasan.
Tiba-tiba, Aruna menyadari sesuatu. Di antara lipatan Aturan Emas itu, terselip selembar kain kecil. Aruna membukanya. Itu adalah sapu tangan sutra putih, kainnya dingin, dan di sudutnya, terbordir huruf tunggal: ‘L’.
Bukan hanya Layla yang hadir di kamar ini melalui suara piano. Layla meninggalkan jejak fisik.
Arden berbalik, melihat Aruna memegang kertas dan sapu tangan itu. Ekspresinya yang dingin berubah drastis menjadi terkejut, panik, dan terancam. Pria yang baru saja menuduh dirinya Pembunuh kini tampak lebih takut daripada Aruna.
“Berikan itu padaku,” perintah Arden, suaranya tajam, memecah keheningan dengan ancaman yang nyata. Ia melangkah cepat mendekat.
Layla tidak mati. Layla ada di sini.
Aruna mencengkeram sapu tangan itu erat-erat. Ia melihat ke matanya, ke dalam ketakutan terdalamnya. Ia tidak lagi melihat Pembunuh. Ia melihat Penjaga yang panik.
“Kau akan membunuhku jika aku melanggar aturanmu, Tuan Kaeswara?” tanya Aruna, suaranya pelan dan menguji. Ia membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara.
Arden berhenti tepat di depannya. Ia mengambil satu napas dalam, memejamkan mata sejenak, lalu membukanya. Tatapannya kini penuh bahaya.
“Tergantung, Nona Nirmala,” bisik Arden, membungkuk sedikit agar mata mereka sejajar.
“Tergantung seberapa besar kerusakan yang kau timbulkan pada bentengku.”
Aruna merasakan panas tubuh Arden yang tersisa, namun ia tidak mundur. Ia tahu, permainan baru saja dimulai. Ia bukan hanya kompensasi lagi. Ia adalah pemegang rahasia.
“Kau sudah tahu, Tuan Kaeswara? Rendra datang. Dia menggunakan utangku yang sudah lunas sebagai senjata baru. Dia bilang, status Layla sekarang adalah utang yang bisa digandakan tiga kali lipat jika aku tidak bekerja sama.”Aruna mengucapkan kata kata itu begitu menutup pintu ruang kerja Arden. Ini adalah rapat darurat, dan Aruna ingin memastikan Arden tahu bahwa taruhannya kini jauh lebih tinggi, melibatkan kebebasan Aruna sendiri.Arden berdiri di dekat jendela, berbalik. Wajahnya keras namun menunjukkan kekhawatiran yang tidak dapat disembunyikan.“Aku tahu. Aku menerima pesanmu,” jawab Arden, suaranya rendah dan tajam. Merujuk pada pesan tertulis yang disampaikan Elise sebelumnya. “Aku tahu dia tidak akan diam. Tapi aku tidak menduga dia akan secepat ini menggunakanmu.”“Dia memaksaku menjadi mata-matanya, mencari kelemahan di Sayap Kiri, dan membuktikan Layla masih hidup dan tidak kompeten,” je
“Oh, pesta apa ini? Aku kira rumah ini melarang tamu yang tidak diundang, terutama tamu yang baunya seperti tagihan utang berjalan.”Aruna mengucapkan dialog hook itu begitu melihat Rendra dan Ibu Ratna di ruang tamu. Ia harus mengendalikan dirinya; Rendra adalah ancaman nyata bagi jaminan kebebasannya.Rendra tertawa kecil, suara serak yang menjengkelkan. “Selamat pagi, Aruna. Kami datang untuk melihat keadaanmu. Apakah suamimu memperlakukanmu dengan baik?”“Aku baik-baik saja, terima kasih. Bahkan jauh lebih baik setelah aku yakin tidak ada ‘tamu’ yang akan menjualku lagi,” jawab Aruna, duduk di sofa, mempertahankan sikap santai. “Lupakan basa-basi drama. Katakan saja apa yang kalian inginkan. Ini rumah Arden, bukan balai pertemuan keluarga Nirmala.”Ibu Ratna segera memasang wajah sedih. “Nak, Ibu sangat mengkhawatirkanmu. Rendra memberitahu Ibu, kamu bekerja sangat keras di sini…”“Aku tidak ‘bekerja’, Ibu. Aku adalah aset. Aset yang dibeli dengan utang Ayah. Fokus pada bisnis, bu
“Aku melihat lumpur itu sudah bersih, Tuan Kaeswara. Tapi aku rasa ini bukan pekerjaan satu kali. Pagar besi itu akan selalu punya lubang jika ada yang terus menerus mencoba memanjatnya dari dalam.”Aruna membuka pembicaraan, menyerang langsung pada inti masalah Layla, seolah-olah ia sedang membahas laporan risiko perusahaan, bukan istri pertama Arden yang mencoba melarikan diri. Ia menyentuh garpu di tangannya, matanya terpaku pada Arden yang sedang mendongak dari piringnya. Keheningan yang biasanya terasa mematikan kini terasa personal dan penuh ketegangan strategis.“Aku sudah menanganinya. Seperti yang aku bilang,” jawab Arden, nadanya datar, namun ketegangan di rahangnya jelas terlihat. "Aku sudah menjamin tidak akan ada lagi insiden seperti itu."“Kau menanganinya dengan baik secara fisik. Tapi secara strategis? Itu kegagalan,” kritik Aruna. “Kau hanya menutupi jejak, bukan menyelesaikan motif. Kau punya tameng mahal di sini, yang sudah kau beli dengan lunas. Kau tahu aku bukan
“Aku menemukan noda lumpur yang mencurigakan di tangga utama, Tuan Kaeswara. Aku curiga ini pekerjaan hantu, bukan hanya pelayan ceroboh.”Aruna mengucapkan kalimat itu dengan nada santai, seolah ia sedang mengomentari cuaca, sambil menyesap kopi di ruang makan. Sapu tangan 'L' yang ia sembunyikan memberikan kepercayaan diri yang berbahaya.Arden sudah duduk di sana, membaca laporan, namun terlihat jelas ia tidak fokus. Ketegangan memenuhi udara pagi, lebih pekat daripada aroma kopi termahal sekalipun.“Hantu apa?” tanya Arden tanpa mendongak, suaranya pelan dan mengancam.“Hantu yang basah. Dan suka bermain lumpur di dalam rumah,” jawab Aruna, mengabaikan ancamannya. Ia meletakkan cangkirnya dengan bunyi klik yang disengaja. “Mungkin dia kedinginan dan ingin pindah dari benteng Sayap Kiri. Atau mungkin, dan ini hanya spekulasiku ya, pagar besi Anda punya lubang.”Arden perlahan meletakkan penanya. Ia mendongak, matanya yang gelap penuh kewaspadaan. Ini bukan kemarahan. Ini kepanikan.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.