Share

Bab 6. Pernikahan

last update Last Updated: 2024-11-07 13:55:03

Sebulan kemudian, tepat hari minggu biasanya untuk bersantai bersama keluarga. Berbeda dengan aku yang harus bangun pagi hanya untuk berhias. Waktu tidurku terganggu!

Aku menguap, selagi orang rias memberi bedak di wajahku, sedikit lagi selesai dan aku benar-benar membenci hari ini.

Pernikahan yang tidak pernah aku harapkan! Sialnya aku menikah dengan seorang berandal sekolah.

“Mbak, udah selesai?” Mama Cahaya menghampiriku, mengusap kepalaku dengan lembut. Tukang rias itu mengangguk pergi dari hadapanku.

Aku menghindari tatapan Mama Cahaya, aku tau jika ini semua untuk perusahaan. Tapi kenapa harus aku jadi korban yang diinginkan keluarga Andres?

Mama Cahaya menyadari aku yang berbeda, mencangkup pipiku. “Sayang, maafin Mama. Nggak bisa bantu apa-apa,” ucap Mama Cahaya sendu.

Aku geleng-geleng, tidak mau terlihat rapuh.

“Ranesya? Kamu kenapa?” Mama Cahaya panik, melihat tetesan air mataku jatuh.

Aku tidak menjawab, mulutku terasa kelu untuk berucap. Perasaanku tidak karuan, tidak menyangka akan secepat ini, kehidupan baru yang aku jalani.

Tanpa sadar, aku dipeluk erat oleh Mama Cahaya. “Sayang, jangan marah sama Mama.”

Tiba-tiba Papa Guntur datang, melihat apa yang terjadi kepadaku. “Ayo kita harus pergi sekarang,” perintah Papa Guntur, membuat Mama Cahaya menghela napas panjang.

“Ayo sayang,” kata Mama Cahaya, aku digandeng menuju rombongan mobil.

Aku hanya diam selama diperjalanan, semua ini seakan mimpi.

Cukup 30 menit sampai ke rumah keluarga Andres, aku menarik napas dalam-dalam melirik sekeliling ramai, hanya orang dari pihak keluarga besar yang datang.

Aku disambut dengan senyum oleh Ayah Liam dan Bunda Delyna. Aku masuk ke rumah, terlihat Adelio berpakaian rapi dan peci tertempel di kepalanya.

Aku digandeng Mama Cahaya untuk duduk berdampingan dengan Adelio, aku melirik Adelio yang tegang.

Tangan Adelio dan Papa Guntur berjabatan. “Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Adelio Andres dengan anak saya Ranesya Adipurna binti Guntur Adipurna dengan mas kawin uang tunai sebesar 20 juta 50 ribu rupiah dibayar tunai,” ucap Papa Guntur menatap tegas Adelio.

Sejujurnya, aku deg-degan berada di sini. Namun, aku hanya bisa diam mendengarkan.

Adelio menarik napas panjang. “Saya terima nikahnya dan kawinnya Ranesya Adipurna binti Guntur Adipurna dengan mas kawin yang tersebut dibayar tunai,” kata Adelio satu tarikan.

“Sah,” ucap saksi dan penghulu mengangguk.

“Sah.” Semua orang berteriak bahagia.

Aku merasa napasku berhenti saat itu juga. Kehidupanku akan bersama Adelio, aku tidak kuat Tuhan.

“Sayang, salam suamimu,” kata Bunda Delyna, memberi instruksi yang berada di belakangku.

Aku berhadapan dengan Adelio, mencium punggung tangannya.

“Nah, ini baru Istriku yang baik,” seru Adelio, disoraki orang-orang.

“Aduh yang udah nikah, romantis banget sama Istrinya,” goda Bunda Delyna terkekeh kecil.

Mama Cahaya menyahut, “Iya dong, kita udah besan.” Terlihat Mama Cahaya dan Bunda Delyna saling berpelukan, aku hanya bisa menatap datar apa yang terjadi.

Tanpa aku izinkan, Adelio menggenggam tanganku biar terlihat pasangan romantis di depan orang. Tapi aku enggan bersandiwara.

“Jangan berharap bisa sentuh gue lagi!” kesalku melepaskan genggaman, pergi dari tempat itu tanpa memedulikan, orang-orang memperhatikanku.

***

“Astaga! Kapan selesainya!” gerutuku, memijit kepala yang menyut.

Selama seharian full, aku memilih tidur, tanpa peduli acara masih berjalan. Sehingga malamnya aku harus stay untuk acara dansa.

Bahkan, aku dinasehati oleh Mama Cahaya karena meninggalkan Adelio sendiri di acara salam-salaman. Bodo amat, emang gue pikirin?!

Adelio menghampiriku. “Cepetan turun, enak ya yang tidur siang,” sindir Adelio menatapku kesal.

“Enaklah, gue juga ogah kali mau nikah sama lo!” Aku membalas tatapannya lebih tajam.

“Apalagi gue! Nggak banget sama otak udang,” timpal Adelio mengejekku.

Aku menggeram ingin memukul wajah sok tampan itu, keadaan dalam kamar juga sepi hanya kami berdua.

Terpaksa aku turun bersama Adelio, aku juga muak dengan acara pernikahan ini.

Semua tertuju kepada aku dan Adelio. Turun perlahan sesuai tujuan kami ditengah kerumunan.

“Baiklah, karena mempelai sudah ada di sini. Kita mulai sekarang.” Suara Mc menggema, aku menghela napas berat.

Tangan Adelio menyodorkan ke arahku, tapi aku hanya melihat dan mengabaikan. Suara alunan lagu terdengar, aku berdansa dengan caraku, tanpa memedulikan Adelio akan malu.

“Sialan,” umpat Adelio mengikutiku, setiap kali Adelio ingin memegang aku selalu menghindar.

“Nggak sudi gue dipegang lo,” ucapku menatap sinis Adelio berdecak kesal.

Aku tertawa dalam hati bisa membuatnya kesal. Tidak hanya kami, semua orang ikut berdansa dengan pasangan.

Sampailah, semua orang sibuk sendiri. Aku diam-diam pergi masuk kembali dalam kamar, sementara Adelio mengikutiku.

“Ngapain lo ngikutin gue?!” ketusku berkacak pinggang menatap dirinya.

Adelio mengangkat satu alisnya. “Gue mau tidur kali,” seru Adelio, langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur.

Aku yang tidak terima menariknya. “Turun nggak lo?! Gue mau tidur!” tukasku hingga Adelio terjatuh.

“Gue tidur di mana,” kata Adelio berusaha berdiri.

“Itu bukan urusan gue!” sergah mendorong Adelio keluar dari kamar. Pokoknya, aku harus tidur nyenyak tanpa ada gangguan Adelio!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 172. Akhir yang Bahagia

    Akhirnya tidak ada gangguan ketiga manusia itu, malam ini kami rencananya ingin makan bakso di tempat langganan. Di mana waktu itu ada banci, semoga sekarang nggak ada. Takutnya Adelio risih dengannya. "Baksonya satu Mang!" seru Adelio dengan mengangkat tangannya berbentuk V. Mamang bakso itu hanya mengangguk, aku sangat senang berada di sini. Walaupun capek siang tadi, kan malamnya bisa berduaan kembali. Dalam suasana malam yang dingin dengan bintang bertaburan. "Baksonya enak?" tanya Adelio mendongak menatapku. Aku mengangguk dengan senyum manis. "Enak banget! Juaranya bakso ini mah.""Iya atuh Neng! Palinh enak bakso saya pastinya," sahut Mamang bakso itu dengan senang. Aku dan Adelio hanya terkekeh kecil, tapi memang seenak itu. Apalagi aku jarang ke sini, jadinya sangat rindu ya. "Kalo gitu gratisin kita dong, kan udah dipuji," goda Adelio ke Mamang bakso. Seketika gelengan Mamang bakso terlihat, aku hanya terkekeh. Orang jualan kok minta gratisan dasar Adelio. "Nggak u

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 171. Telinga Memerah

    Perjalanan kali ini tidak ada halangan sama sekali dari tiga orang gila itu, bahkan ini di bandara dijemput oleh keluarga kami. Aku merasa senang, mereka semua berada sini termasuk Jean. Walau hanya beberapa hari, setidaknya lebih baik cepat pulang daripada semua akan terbongkar seiring waktu. "Kalian ini!" kesal Jean menabok Adelio. Sementara hidungku ditariknya, ihh kenapa dia ini. Sok jadi Kakak pula yang jahil idih. "Sakit dodol," balas Adelio menatap sinis Jean hanya terkekeh. "Elah men gitu doang mah nggak sakit," kata Jean cengengesan. Pada akhirnya, Adelio membalasnya lebih kuat. Di mana kami menertawakan Jean terkena getahnya. "Gue pelan loh, lo balasnya kayak mau bunuh gue," kesal Jean menjauhi Adelio memilih mendekati Mama Cahaya. "Makanya, lo jadi Abang tuh waras dikit. Gue baru pulang nyari perkara lo," sahutku menatapnya sinis. Tidak merasa bersalah, Jean hanya tersenyum lebar. Dih apaan banget nih orang, untung gue sabar ya. Sementara Bunda Delyna memberi kode

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 170. Pulang

    Malamnya aku merenung, apa besok pulang saja? Daripada mereka bertiga mengira melakukan hal lebih dari ini. Bagaimanapun, Zara dan Gracia mengetahui. Jika kami memesan satu ruang, walau satu kamar aku pasti sedikit menjauh tidurnya dari Adelio. "Setuju nggak, kalo kita pulang aja besok?" tanyaku ke Adelio yang sedang makan dengan tenang. Yap, setelah seharian mengobrol dan tidur. Kami tidak kemana-mana lagi, karena mengetahui ketiga manusia itu akan merusuh. Adelio mendongak dan tatapan kami bertemu. "Gue ngikut aja," balas Adelio tersenyum. Aku menghela napas panjang mengingat beberapa hari ini bukannya bahagia. Tapi banyak hal yang tidak diduga aku rasakan, belum lagi Ghifari bisa-bisanya menghampiriku ke Bali. "Yaudah, gue mau besok pulang. Nggak betah di sini," balasku kembali memakan udang goreng tepung. Enak banget asli, kayak masakan Mamaku hehe. Jadi rindu mereka apalagi Jean huhu. Setelah selesai makan, kami ke ruang santai untuk menonton televisi. Sebenarnya sangat

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 169. Berdua denganmu

    Pada akhirnya kami berada di pantai, menikmati hari berdua. Namun, itu tidak berjalan semestinya. Karena gangguan dari ketiga gila itu masih berlanjut, inipun aku ditarik Ghifari untuk pergi berdua."Gue bakal ngajak lo ke tempat yang indah di sini," paksa Ghifari dengan wajah memelas. Aku melirik Adelio yang kini dipegang dua orang sekaligus, siapa lagi kalo Zara dan Gracia. Mereka ini, astaga! Aku dan Adelio ingin berlibur saja susah, pasti ada masalah datang. "Lepasin nggak! Gue nggak mau Ghifari," kataku mengamuk di depan banyak orang melintas. "Ini lagi kalian berdua, apa nggak sadar? Gue tuh mau berdua sama Ranesya," ucap Adelio terdengar dingin. Aku menatap Adelio menarik paksa tangannya sampai jeratan dari dua manusia itu terlepas. Adelio mendekatiku berusaha melepaskan aku dari Ghifari yang tidak mau mengalah. "Seharusnya lo jangan deketin Ranesya, dia bakal jadi milik gue." Ghifari berkata percaya diri. Aku tertawa karena menyadari, jika Ghifari terlalu berlebihan.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 168. Couple Pink Strawberry

    Aku menguak sangat lebar merasakan kehangatan luar biasa, saat aku membuka mata terdapat Adelio terlelap. Aku tersenyum lembut mengelus pipinya, mataku melotot karena menyadari kami tidur bersama. "Eh? Kok bisa sih," gumamku memperhatikan sekitar. Menyadari jika kami berada di kamarku, kejadian malam tadi hanya dikejar Adelio dan saling bercanda. Oh ya! Tidak sengaja tertidur berdua. Huh, syukurlah kukira kami melakukan hal berlebihan. "Duh, jangan bangun ya," kataku melepaskan diri dari Adelio perlahan. Aku berdiri menatap wajah Adelio yang begitu menawan, apa tidak salah Tuhan memberikan Adelio kepadaku?Bahkan, banyak dari cewek-cewek mengejarnya. Walaupun tingkah nakalnya membuat guru kesal, tapi dia adalah suami terbaik untukku. "Masak apa ya?" gumamku menuju dapur. Apa aku masak nasi goreng saja ya? Pasti enak banget, tapikan nggak ada peralatannya. Huh! Yasudahlah, aku memilih menonton tv di mana suara teleponku begitu nyaring di kamar. "Ganggu banget, ini jam 7 loh,"

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 167. Salah Bicara

    Khusus hari ini, aku tidak ingin keluar karena takut bermasalah lagi dengan kedua makhluk gila itu. Membayangkan saja kejadian kemarin membuatku naik darah, huh! Apa aku buang saja ke lubang buaya sehingga tidak ingin merebut Adelio. "Lo kenapa sih remas remote itu kuat banget?" tanya Adelio menatapku bingung. Aku menggigit bibir bawah, saat melihatnya. Ya gimana lagi, aku masih sangat kesal tau!"Gapapa kok," jawabku seadanya dengan senyuman kecil. Kami berada di ruang santai menonton sebuah film romantis, adegannya begitu manis membuatku melayang. Tapi sesaat membayangkan tadi, moodku hancur seketika. Untungnya Adelio menyuapiku seperti sekarang. "Suka nggak?" tanya Adelio memberikanmu sebuah susu kotak. Aww, pagi-pagi sekali Adelio membawakan beberapa makanan entah dari mana. Aku yang baru bangun melihat Adelio tersenyum saat aku membuka mata, romantis bukan? "Ngelamun lagi?" kata Adelio membuatku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil, memakan beberapa cemilan di atas meja.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status