Share

Bab 5. Surat Panggilan

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-07 13:49:11

“Duh, bau banget lagi,” gerutuku membersihkan wc perempuan.

Sebelumnya, aku dan Adelio sudah berlomba memasuki wc siswa siswi. Aku sudah menasehati, supaya tidak membersihkan wc perempuan. Namun, Adelio enggan mendengarkan aku.

Tidak lama terdengar, suara keributan dari luar.

“Aaaaa, ihh mesum banget sih!”

“Ngapain di siniii!”

Aku pun membuka pintu wc yang aku bersihkan. Aku menganga lebar, terdapat Adelio dipukul-pukul dua siswi.

Aku tertawa terbahak-bahak, karena Adelio menderita di sana, namun Adelio berhenti di depanku.

“Udah dong, gue Cuma disuruh doang sama Ranesya,” tunjuk Adelio ke arahku.

Dua siswi itu berhenti memukuli Adelio, beralih mendekatiku. Sementara Adelio menjulurkan lidahnya, hendak pergi meninggalkan aku sendiri.

“Adelio, lo mau kemana!” Aku ingin mengejar, namun ditarik dua siswi itu.

“Ranesya, ini ternyata sifat asli lo yang suka cari perhatian ke guru,” kata Hani menghalangiku.

Anggita memberi tatapan sinis kepadaku. “Siswi pintar katanya, tapi bersihin wc.”

Hani dan Anggita adalah anak siswi kelas 11 MIPA 4. Cuma kali ini sepertinya nasib sial mengiringiku.

“Kenapa kalo gue bersihin wc? Itu bukan urusan kalian!” sergahku berkacak pinggang.

“Haha, nggak mencerminkan Ratu yang dipuji penggemar lo.” Hani memegang rambutku sambil tersenyum miring.

Anggita mengangguk setuju. “Sebagai Ratu di puja-puja seharusnya memberi contoh yang baik,” sahut Anggita bersedekap dada.

Belum aku membalas omongan mereka, Hani dan Anggita tiba-tiba saja menarik rambutku. Aku merasa sial jika berdekatan dengan Adelio.

Aku yang tidak terima menarik rambut mereka.

“Lo sembarangan nuduh gue!” teriakku bertatapan langsung dengan Hani.

“Kenyataan emang lo kan yang nyuruh Adelio!” tukas Hani tidak tau kebenarannya yang terjadi.

“Emang munafik kayak lo, seharusnya nggak ada di sekolah ini!” hina Anggita mendorong tubuhku ke dinding.

Aku tersudut apalagi melawan dua orang sekaligus.

Tiba-tiba, terdengar suara yang sangat aku kenal mendekat.

“Ibu, itu mereka berantem,” tunjuk Adelio membawa Ibu Aini menghampiri kami bertiga.

Adelio berusaha memisahkan aku. Ikut kena getahnya, aku menarik sekuat mungkin rambut Adelio karena emosi.

“Gara-gara lo! Gue selalu nasib sial! Adelio!” sesalku melampiaskan semuanya.

“Jangan tarik rambut gue, botak nih lama-lama.” Adelio meringis, ternyata Hani dan Anggita ikut membantuku.

“Rambut gue,” keluh Adelio melirik Ibu Aini memijit pelipisnya.

“Jika nggak ada yang mau berhenti, Ibu akan memberi tau kepala sekolah,” ancam Ibu Aini seketika aku, Hani dan Anggita berhenti.

Aku melirik Adelio berjongkok sambil memijit kepalanya, aku menahan tawa karena dia kesakitan. Tidak berlangsung lama karena Ibu Aini benar-benar marah.

“Kalian ini kayak anak kecil! Ranesya, Ibu nyuruh kamu membersihkan wc, bukan bertengkar!” sergah Ibu Aini melototi diriku.

“Ini bukan salah aku, Bu. Tapi karena Adelio,” ucapku memberitahu, aku menunduk takut.

“Nggak usah menyalahkan orang lain! Kalian semua ikut ke BK sekarang!” Ibu Aini berjalan terlebih dahulu. Aku berjalan beriringan dengan Hani, dan Anggita yang saling melirik sinis ke arahku.

Di ruang BK, hanya ada Ibu Aini mengintrogasi aku, Adelio, Hani, dan Anggita.

“Siapa yang salah di sini!” teriak Ibu Aini memainkan pena yang berada di tangannya.

“Ranesya!” tunjuk mereka bertiga ke arahku.

Aku yang disalahkan menyipitkan mata ke mereka secara bergantian.

“Bukan aku, Bu. Tapi Adelio duluan yang ingin membersihkan wc perempuan,” belaku karena tidak mau kena getah lagi.

“Fitnah Bu, dia yang nyuruh aku membersihkan wc perempuan biar cepat selesai!” balas Adelio tersenyum miring.

“Benar Bu, kami saksi di sini,” timpal Hani diangguki Anggita.

“Nggak benar ini Bu, aku— “

Ibu Aini memotong perkataanku. “Ini surat panggilan orang tua, kamu bermasalah kali ini Ranesya.”

Aku menganga menerima surat itu, sementara Adelio tersenyum ke arahku.

Adelio sialan!

***

Aku pulang sekolah dengan lesu, menenteng surat panggilan. Tidak terasa hidupku berubah semenjak kenal Adelio.

Selama ini hidupku tentram, aku selalu dibanggakan di sekolah. Sekarang, aku jadi korban fitnah karena Adelio!

Masuk ke rumah melihat kedua orang tuaku duduk di ruang tamu. Aku menghampiri mereka, duduk samping Mama Cahaya.

“Sayang, kenapa kamu cemberut gitu?” tanya Mama Cahaya mengelus rambutku.

Aku manyun ingin menangis saja, Adelio demi apapun. Lo itu bikin gue sial!

“Mama, jangan marah ya,” ujarku memberi surat panggilan itu.

Mama Cahaya membuka, membaca keseluruhan, setelah itu melihatku dengan teliti.

“Mama, Ranesya kenapa?” tanya Papa Guntur ke Mama Cahaya karena kepo.

“Tanya aja ke anaknya sendiri.” Mama Cahaya langsung melirikku menunduk dalam.

“Aku dipanggil karena berantem sama temen kelas 11 MIPA 4 karena Adelio,” ucapku jujur menatap mereka berkaca-kaca.

Papa Guntur menoleh ke arahku. “Bagus dong!”

Aku mendengar seruannya melongo tidak percaya. “Papa nggak marah?”

“Nggak sayang, Papa senang kamu bisa nakal juga ternyata,” kelakar Papa Guntur, sementara Mama Cahaya tersenyum.

“Iya, tumben lo bikin masalah,” seru Jean tiba-tiba nongol dari belakang.

“Diem ah, ishh aku hampir nangis padahal,” sahutku cemberut diketawain keluargaku.

“Ihh, nyebelin!” lanjutku bersedekap dada memutarkan badan membelakangi mereka.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 172. Akhir yang Bahagia

    Akhirnya tidak ada gangguan ketiga manusia itu, malam ini kami rencananya ingin makan bakso di tempat langganan. Di mana waktu itu ada banci, semoga sekarang nggak ada. Takutnya Adelio risih dengannya. "Baksonya satu Mang!" seru Adelio dengan mengangkat tangannya berbentuk V. Mamang bakso itu hanya mengangguk, aku sangat senang berada di sini. Walaupun capek siang tadi, kan malamnya bisa berduaan kembali. Dalam suasana malam yang dingin dengan bintang bertaburan. "Baksonya enak?" tanya Adelio mendongak menatapku. Aku mengangguk dengan senyum manis. "Enak banget! Juaranya bakso ini mah.""Iya atuh Neng! Palinh enak bakso saya pastinya," sahut Mamang bakso itu dengan senang. Aku dan Adelio hanya terkekeh kecil, tapi memang seenak itu. Apalagi aku jarang ke sini, jadinya sangat rindu ya. "Kalo gitu gratisin kita dong, kan udah dipuji," goda Adelio ke Mamang bakso. Seketika gelengan Mamang bakso terlihat, aku hanya terkekeh. Orang jualan kok minta gratisan dasar Adelio. "Nggak u

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 171. Telinga Memerah

    Perjalanan kali ini tidak ada halangan sama sekali dari tiga orang gila itu, bahkan ini di bandara dijemput oleh keluarga kami. Aku merasa senang, mereka semua berada sini termasuk Jean. Walau hanya beberapa hari, setidaknya lebih baik cepat pulang daripada semua akan terbongkar seiring waktu. "Kalian ini!" kesal Jean menabok Adelio. Sementara hidungku ditariknya, ihh kenapa dia ini. Sok jadi Kakak pula yang jahil idih. "Sakit dodol," balas Adelio menatap sinis Jean hanya terkekeh. "Elah men gitu doang mah nggak sakit," kata Jean cengengesan. Pada akhirnya, Adelio membalasnya lebih kuat. Di mana kami menertawakan Jean terkena getahnya. "Gue pelan loh, lo balasnya kayak mau bunuh gue," kesal Jean menjauhi Adelio memilih mendekati Mama Cahaya. "Makanya, lo jadi Abang tuh waras dikit. Gue baru pulang nyari perkara lo," sahutku menatapnya sinis. Tidak merasa bersalah, Jean hanya tersenyum lebar. Dih apaan banget nih orang, untung gue sabar ya. Sementara Bunda Delyna memberi kode

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 170. Pulang

    Malamnya aku merenung, apa besok pulang saja? Daripada mereka bertiga mengira melakukan hal lebih dari ini. Bagaimanapun, Zara dan Gracia mengetahui. Jika kami memesan satu ruang, walau satu kamar aku pasti sedikit menjauh tidurnya dari Adelio. "Setuju nggak, kalo kita pulang aja besok?" tanyaku ke Adelio yang sedang makan dengan tenang. Yap, setelah seharian mengobrol dan tidur. Kami tidak kemana-mana lagi, karena mengetahui ketiga manusia itu akan merusuh. Adelio mendongak dan tatapan kami bertemu. "Gue ngikut aja," balas Adelio tersenyum. Aku menghela napas panjang mengingat beberapa hari ini bukannya bahagia. Tapi banyak hal yang tidak diduga aku rasakan, belum lagi Ghifari bisa-bisanya menghampiriku ke Bali. "Yaudah, gue mau besok pulang. Nggak betah di sini," balasku kembali memakan udang goreng tepung. Enak banget asli, kayak masakan Mamaku hehe. Jadi rindu mereka apalagi Jean huhu. Setelah selesai makan, kami ke ruang santai untuk menonton televisi. Sebenarnya sangat

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 169. Berdua denganmu

    Pada akhirnya kami berada di pantai, menikmati hari berdua. Namun, itu tidak berjalan semestinya. Karena gangguan dari ketiga gila itu masih berlanjut, inipun aku ditarik Ghifari untuk pergi berdua."Gue bakal ngajak lo ke tempat yang indah di sini," paksa Ghifari dengan wajah memelas. Aku melirik Adelio yang kini dipegang dua orang sekaligus, siapa lagi kalo Zara dan Gracia. Mereka ini, astaga! Aku dan Adelio ingin berlibur saja susah, pasti ada masalah datang. "Lepasin nggak! Gue nggak mau Ghifari," kataku mengamuk di depan banyak orang melintas. "Ini lagi kalian berdua, apa nggak sadar? Gue tuh mau berdua sama Ranesya," ucap Adelio terdengar dingin. Aku menatap Adelio menarik paksa tangannya sampai jeratan dari dua manusia itu terlepas. Adelio mendekatiku berusaha melepaskan aku dari Ghifari yang tidak mau mengalah. "Seharusnya lo jangan deketin Ranesya, dia bakal jadi milik gue." Ghifari berkata percaya diri. Aku tertawa karena menyadari, jika Ghifari terlalu berlebihan.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 168. Couple Pink Strawberry

    Aku menguak sangat lebar merasakan kehangatan luar biasa, saat aku membuka mata terdapat Adelio terlelap. Aku tersenyum lembut mengelus pipinya, mataku melotot karena menyadari kami tidur bersama. "Eh? Kok bisa sih," gumamku memperhatikan sekitar. Menyadari jika kami berada di kamarku, kejadian malam tadi hanya dikejar Adelio dan saling bercanda. Oh ya! Tidak sengaja tertidur berdua. Huh, syukurlah kukira kami melakukan hal berlebihan. "Duh, jangan bangun ya," kataku melepaskan diri dari Adelio perlahan. Aku berdiri menatap wajah Adelio yang begitu menawan, apa tidak salah Tuhan memberikan Adelio kepadaku?Bahkan, banyak dari cewek-cewek mengejarnya. Walaupun tingkah nakalnya membuat guru kesal, tapi dia adalah suami terbaik untukku. "Masak apa ya?" gumamku menuju dapur. Apa aku masak nasi goreng saja ya? Pasti enak banget, tapikan nggak ada peralatannya. Huh! Yasudahlah, aku memilih menonton tv di mana suara teleponku begitu nyaring di kamar. "Ganggu banget, ini jam 7 loh,"

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 167. Salah Bicara

    Khusus hari ini, aku tidak ingin keluar karena takut bermasalah lagi dengan kedua makhluk gila itu. Membayangkan saja kejadian kemarin membuatku naik darah, huh! Apa aku buang saja ke lubang buaya sehingga tidak ingin merebut Adelio. "Lo kenapa sih remas remote itu kuat banget?" tanya Adelio menatapku bingung. Aku menggigit bibir bawah, saat melihatnya. Ya gimana lagi, aku masih sangat kesal tau!"Gapapa kok," jawabku seadanya dengan senyuman kecil. Kami berada di ruang santai menonton sebuah film romantis, adegannya begitu manis membuatku melayang. Tapi sesaat membayangkan tadi, moodku hancur seketika. Untungnya Adelio menyuapiku seperti sekarang. "Suka nggak?" tanya Adelio memberikanmu sebuah susu kotak. Aww, pagi-pagi sekali Adelio membawakan beberapa makanan entah dari mana. Aku yang baru bangun melihat Adelio tersenyum saat aku membuka mata, romantis bukan? "Ngelamun lagi?" kata Adelio membuatku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil, memakan beberapa cemilan di atas meja.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status