"Lihatlah menantu Luis itu, sungguh tidak tahu diri!"
"Datang ke pesta, tapi malah meminta uang. Dasar tidak tahu malu!"Semua orang langsung mencemooh Aditama yang masih bergeming di hadapan kakek Hermanto. Namun, Aditama tidak peduli. Demi ibunya, dia akan melakukan apapun, bahkan jika itu menjual harga dirinya sendiri!Kakek Hermanto tiba-tiba mengangkat tangannya, membuat tawa cemoohan dan olok-olok itu seketika berhenti.Kakek Hermanto menatap tajam Aditama. "Aditama, kau tahu bukan kau tak boleh menampakkan wajahmu di acara keluarga ini?" tanya pria tua itu."Aku tahu, Kek. Tapi saat ini aku sangat membutuhkan bantuan Kakek," ucap Aditama. "Ibuku akan melakukan operasi dan aku membutuhkan uang dua miliar."Dua miliar?!Anggota keluarga Hermanto lain langsung kasak-kusuk mendengar nominal yang diajukan Aditama.Bagi mereka, pemuda yang dijuluki menantu tidak berguna itu hanya ingin memeras dan menipu kakek Hermanto!Dengan pekerjaannya yang hanya sebagai kuli bangunan, bagaimana Aditama bisa mengganti uang tersebut? Bekerja seumur hidup pun belum tentu bisa menggantinya!Aditama lanjut berkata, "Aku akan mengganti uang itu nanti setelah semuanya beres, Kek."Awalnya, Kakek Hermanto ingin sekali memanggil penjaga untuk menendang Aditama keluar. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah senyum licik terbit dari bibirnya."Baik. Aku akan membantumu," kata Kakek Hermanto.Mendengar keputusan kakek Hermanto, seketika orang-orang menjadi ribut."Kakek! Yang benar saja!?" Salah satu cucu Kakek Hermanto angkat bicara. "Jangan mau ditipu olehnya, Kek!""Itu benar, Ayah. Dia hanya kuli bangunan! Berutang begitu besar, bagaimana bisa dia membayar Ayah kembali!" sahut salah satu anak Kakek Hermanto.Aditama menatap Kakek Hermanto untuk beberapa saat. "Kakek sungguh akan meminjamkan uangnya padaku?" tanyanya lagi, memastikan bahwa dia tidak salah dengar.Hermanto mengangguk. "Ya. Aku serius." Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman penuh arti. "Bahkan, kamu tak perlu menggantinya sama sekali," ucap kakek Hermanto sambil menyedot cerutunya.Mata semua orang terbeliak. Apa yang merasuki Kakek Hermanto malam ini!? Apa dia sedang berbuat amal karena sedang berulang tahun?!Akan tetapi, pertanyaan itu tidak dipedulikan Aditama. Dia hanya berulang kali mengucap syukur atas kebaikan pria tua itu."Terima kasih, Kakek. Terima kas--!""Tapi ada syaratnya," kata kakek Hermanto lagi.Syarat? Senyum Aditama pudar."Syarat apa yang Kakek maksud?" tanya Aditama dengan hati-hati.Kakek Hermanto tersenyum miring. "Kau harus menceraikan Vania dan pergi dari sini!"Aditama membeku.Apa-apaan ini? Ia akan mendapatkan uang dua miliar itu, tapi ia harus menceraikan Vania?Selagi Aditama terdiam kaget, Vania yang juga ada di tempat itu terbeliak. "Kakek!" Ada kekecewaan di matanya. "Bagaimana bisa Kakek mengucapkan hal itu!?""Diam!" bentak Kakek Hermanto, seketika membungkam mulut Vania. "Ini semua demi kebaikanmu!"Bukan tanpa alasan Kakek Hermanto memberikan penawaran tersebut.Selama ini, pria tua itu merasa begitu marah karena sebenarnya tidak sudi sang cucu menikah dengan pria tak berguna seperti Aditama. Dia yakin bahwa dengan kecantikan sang cucu, Vania bisa mendapat pasangan setingkat putra konglomerat di kota Ferandia. Dengan pernikahan macam itu, derajat keluarga Hermanto pun bisa ikut terangkat!Seketika mata semua orang berbinar saat menyadari rencana kakek Hermanto. Mereka merasa pria tua itu sangat cerdas dan elegan dalam caranya mengusir Aditama!Kakek Hermanto pun menatap Aditama dengan tangan terlipat di depan dada. "Bagaimana? Apa kau menerima tawaranku?"Aditama terdiam di tempatnya. Ia tak ingin kehilangan ibunya, tapi kalau harus menceraikan Vania sebagai ganti uang operasi sang ibu? Apa ia rela!?Satu bulan yang lalu, Vania telah melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Darren Alvaro Gandara. Sebagai bentuk untuk mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan anggota keluarga Gandara, khususnya bagi pasangan Aditama dan Vania, sekaligus untuk menyambut anggota keluarga Gandara yang baru, keluarga Gandara kembali menggelar pesta besar-besar an. Pesta diadakan di ruangan dan halaman rumah. Malam ini, ruangan dan halaman itu disulap menjadi tempat pesta yang megah. Ada ratusan undangan yang datang dalam acara. Kerabat dekat, kolega, rekan bisnis dan kenalan keluarga Gandara. Meja-meja makanan tampak tersusun rapi dengan menu spesial di atasnya. Dekorasi acara terhampar di setiap titik-titik paling pasnya. Juga halaman rumah dihiasi lampu-lampu yang membuat belakang rumah itu terlihat lebih menawan. Di saat ini, Aditama dan Vania—yang sedang menggendong bayinya—tampak berdiri di dalam ruangan menyambut para tamu yang terus berdatangan silih berganti. Tamu-tamu it
Begitu melihat sang suami memasuki rumah, Vania yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama sang ibu—langsung bangkit dari duduknya—segera berhambur setengah berlari ke arah Aditama, lantas langsung memeluknya dengan erat. "Kenapa malam sekali pulangnya, Tam ... aku sungguh mencemaskanmu tadi ... takut terjadi apa-apa denganmu. Juga Papa. Aku tidak bisa tidur, sayang. Entah kenapa, rasanya tidak tenang saja kalau kamu belum pulang." Ucap Vania dalam posisi wajah tenggelam di dada suaminya. Di saat yang sama, Vania merasa sangat lega karena sang suami pulang dengan selamat. Dalam keadaan baik-bajk saja. Begitu pula dengan sang Ayah. Aditama menghela napas. "Maafkan aku, sayang karena baru sampai rumah. Karena urusannya baru selesai. Jadi, aku dan Papa baru bisa pulang." Balas Aditama seiring menghembuskan napas lega, mengusap kepala sang istri dengan lembut, juga terus mengecup keningnya. Aditama lanjut berkata. "Sekarang aku sudah pulang sesuai janji aku tadi, Van ... p
Sementara itu, Aditama dan sang Ayah memutuskan beranjak dari perumahan Paradise hendak pulang. Di dalam mobil, tiba-tiba ponsel Aditama berbunyi menandakan ada panggilan masuk yang membuat perhatian pria tampan itu teralihkan. Seketika ia merogoh saku jas, mengeluarkan ponsel dari dalam sana, nama Heru terpampang jelas di layar ponsel. Melihat hal itu, mata Aditama melebar! Mendadak, ia teringat sesuatu. Apakah Kak Heru hendak memberitahu kabar mengenai Edwin? Juga Robert dan Andika? Pikir Aditama. Melihat sang anak laki-lakinya bersikap demikian, Laksana Gandara mengernyitkan kening. "Telepon dari siapa, Tam?" tanya Laksana Gandara seraya menghadap Aditama.Mendapatkan pertanyaan dari sang Ayah membuat Aditama menoleh. Dia kemudian menjawab. "Kak Heru, Pa,"Laksana Gandara mengerjap mendengarnya. Dia kemudian buru-buru berkata. "Cepat angkat, Tam ... sepertinya dia mau mengabarkan sesuatu tentang Edwin." Laksana Gandara langsung mendesak Aditama yang dijawab angg
Sementara itu, tiba di gedung kasino milik Robert dan Andika, Edwin disambut keributan dan kericuhan oleh orang-orang di sana. Kesibukan pun menyertai. Para petugas pemadam kebakaran tengah berusaha memadamkan api yang melahap gedung kasino tersebut. Beberapa mobil-mobil tampak keluar, sebagian besar adalah para pengunjung kasino yang sedang bergegas pulang, tapi ada pula yang masih berada di sana—menonton. Namun Edwin tidak mempedulikan hal tersebut, ia bergegas mencari dua orang yang sebelumnya ia agung-agungkan, tapi kini ia telah berubah benci pada keduanya.Selang sebentar saja, tiba-tiba Edwin menghentikan langkah saat melihat dua orang yang sedang ia cari—berdiri di dekat salah satu mobil—menyaksikan kesibukan. Melalui ekor matanya, Robert menyadari kedatangan Edwin, ia pun segera menoleh diikuti Andika setelahnya. Kemudian, Robert memicingkan pandangan. Detik berikutnya, dia terhenyak. Begitu pula dengan Andika. Edwin!? Selama sesaat, keduanya kompak tercengang. Seg
Begitu melihat sosok Arumi dan Haikal, Laksana Gandara langsung murka bukan main. Seketika ekspresi wajahnya menjadi masam, seruan marah, sumpah serapah dan makian terlontar keluar dari mulutnya. Mendapati hal tersebut, Arumi dan Haikal hanya bisa pasrah. "Aku pikir kau sudah takut denganku, Arumi ... sudah takut dengan keluarga Gandara ... tidak mau berurusan dengan keluargaku lagi setelah kuusir dirimu," seru Laksana Gandara dengan emosi menggebu seraya menunjuk-nunjuk Arumi. "Tapi apa yang malah akan kau lakukan kepada anggota keluargaku, wanita iblis!? Kau bahkan berencana mau membunuh anggota keluarga tercintaku!?" Lanjut Laksana Gandara. Mendengar itu, Arumi refleks mengangkat wajah menatap Laksana Gandara. Kemudian, ia langsung menggeleng cepat. "Tidak, tuan. Bukan seperti itu. Itu bukan ide saya. Saya tidak ada niatan sedikit pun mau menghabisi anggota keluarga anda. Itu sepenuhnya adalah ide tuan Robert, tuan Andika, juga Edwin." Jawab Arumi yang langsung dibenarkan
Aditama menatap Arumi dan Haikal dengan saksama. Juga dengan dingin. Ekspresi wajahnya datar. Kemudian, ia pindah menatap Arumi untuk beberapa saat. "Akhirnya kita bertemu lagi, Nona Arumi ... setelah sekian lama," ucap Aditama. Dia kemudian menambahkan. "Aku tidak menyangka kalau anda benar-benar licik. Tak selemah yang dibayangkan. Aku pikir, anda sudah kapok, tak akan mau berurusan dengan keluarga kami lagi, tapi nyatanya aku salah." "Anda memang tidak bisa kami anggap remeh. Dan hal yang membuat aku cukup terkejut adalah ... Anda bekerja sama dengan Robert, Andika dan Edwin untuk membalas keluarga Gandara. Sungguh menakjubkan. Tapi terlepas dari itu, anda tidak bisa berbuat apa-apa." Aditama terdiam sebentar. "Seorang wanita seperti anda ... bisa meyakinkan Papa? Hal itu juga sungguh tak bisa dipercaya. Dan anda yang memfitnahku dan mama dulu ... benar-benar tidak akan pernah kulupakan, Nona Arumi." Kata Aditama lagi. Mendengar itu, Arumi mengangkat wajah menatap Aditama.