Share

Kehadiran Mama

Author: OptimisNa_12
last update Last Updated: 2022-04-15 08:36:32

Part 6 Kehadiran Mama

"Cukup Rima! Jika kamu tidak ingin berurusan dengan polisi lebih baik kamu tinggalkan tempat ini! " usirku pada Rima yang membuatnya menatapku dengan tajam. Ternyata punya cukup keberanian juga dia.

Tak ingin kalah, ku balas tatapannya dengan kedua tangan yang berkacak pinggang. Takkan ku biarkan siapa pun mengacaukan acaraku ini. Apalagi Rima, wanita yang hanya masa lalu suamiku.

"Kamu pikir aku takut? " tentangnya semakin menjadi-jadi. Bahkan kini suasana semakin tegang karena perseteruan kami.

"Sudah Dek, biarkan saja, " kata mas Umair mencoba menghentikanku. "Tolong bawa istrimu pergi, " titah suamiku pada suami Rima. Masih bisa setenang itu? Haduh.

Tanpa berpikir panjang, suami Rima berusaha menarik tangan istrinya meskipun Rima sendiri terus saja berontak.

"Dasar wanita gil*!" umpatku yang seketika membuat mas Umair melirik kearahku. "Hus! " katanya pelan. Ah, suamiku ini terlalu baik.

Dengan usaha yang keras, akhirnya suami Rima berhasil membawa Rima pergi. Acara kembali dilanjutkan hingga selesai.

Setelah tamu undangan pulang, kini tinggal beberapa orang pemuda yang membantu membereskan kursi dan juga meja-meja yang digunakan tadi.

Sementara ibu-ibu yang membantu keperluan di dapur guna masak memasak sebagian juga sudah ikut pulang.

Tiba-tiba datanglah sebuah mobil yang aku tak lagi asing dengannya. Mama tiriku datang beserta kedua anak perempuannya dan menantu kebanggaannya.

"Bagus ya, ngadain acara gak undang-undang kami, " kata mama dengan nada tinggi usai ia turun dari mobil. Diikuti dengan anak-anaknya.

Gayanya yang berlagak seperti orang kaya dan sikap angkuhnya berhasil menjadikan mama dan lainnya pusat perhatian.

"Mama?" mas Umair berjalan menghampiri mama, ingin menyambut kedatangannya. Suamiku mengulurkan tangannya hendak mencium tangan mama, tapi apa yang terjadi? Dengan cepat mama menepis tangan mas Umair.

Tampak wajah kesombongan mama perlihatkan padaku juga dengan keluarga mas Umair. Begitu juga dengan anak-anaknya. Berbanding terbalik dengan keluarga mas Umair yang tetap memasang wajah ramah bahkan masih bisa tersenyum menyambut kedatangan mama.

"Maaf, sengaja kami tidak mengundang karena .... "

"Sengaja? Kalian anggap saya ini apa?! " Mama memotong ucapan pak Santoso, ayah mertuaku.

Suasana yang ada kembali menegang. Sama dengan saat kedatangan Rima ditengah-tengah acara tadi. Hanya bedanya kali ini tak banyak pasang mata yang melihat.

"Dengarkan dulu, Ma, jangan asal potong," kataku berusaha membela ayah mertuaku.

"Kamu lagi. Bertahun-tahun aku ngerawat kamu, gantiin ibumu. Ini balasannya? " mama menatapku dengan seksama.

Entahlah, apa maksudnya ia datang kemari. Bukankah ia sendiri yang bilang jika ia tak suka dengan kondisi suamiku. Lalu, kenapa ia malah menyusul kami? Lagipula, darimana ia tahu alamat tempat tinggal mas Umair.

"Saudah, semua surat-surat aset ayahmu hilang. Mama mau kamu yang urus semuanya, " kata mama.

Dari sini aku mengerti tujuan mama datang kesini. Pasti dia tak mau mengeluarkan uang untuk mengurus surat-surat aset peninggalan ayah. Tapi, apa hanya sekedar itu?

"Kok bisa hilang, Ma? " tanyaku pura-pura tak tahu.

"Mama gak tau. Pokoknya kamu urus sendiri gimana pun caranya. Setelah itu berikan bagian mama, " ujarnya tanpa memperdulikan dimana ia berucap.

"Iya Ma, " balasku karena tak ingin memperpanjang perdebatan ini. Toh aku sendiri pelaku dibalik hilangnya surat-surat tersebut.

"Silakan duduk Bu. " Ibu mertuaku mempersilakan mama dan anak-anaknya untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan.

"Maaf kami tidak mengundang Ibu karena .... "

"Argh, sudahlah. Saya gak mau dengar alasannya. Apa pun itu. Saya gak peduli, " kata mama yang lagi-lagi memotong ucapan ayah mertuaku.

Hening. Ya, sejenak memang hening. Tak ada obrolan diantara kami. Mama sibuk dengan ponselnya, begitu juga dengan anak-anaknya. Kami sebagai tuan rumah seakan tak dianggap kehadirannya.

Hidangan pun datang. Segelas teh hangat diberikan pada masing-masing mereka. Lalu makanan pembuka yang terdiri dari beberapa makanan ringan seperti sosis basah, roti mandarin dan kacang mete yang ditempatkan di wadah kecil seperti piring, namun berbahan plastik. Ini adalah contoh makanan pembuka yang biasa disajikan di tempat mas Umair tinggal. Ini saja sudah termasuk dalam kategori wah.

"Ini apaan? Dikit banget kacangnya," ucap mas Bima mengangkat bungkusan kerucut berbungkus plasik bening. Si kacang mete.

"Pelit! " celetuk Santi si bungsu. Sifatnya tak jauh beda dari kakak dan ibunya.

"Memangnya kenapa? Itu sudah umum di tempat kami. Sudah pantas, " ujar ibu mertuaku.

Tanpa menggubris perkataan ibu mertuaku, mama dan lainnya malah asyik menghabiskan makanan yang merekan bilang sedikit.

Kemudian menyusul sup manten yang katanya banyak diburu jika ada acara pernikahan seperti ini. Tak banyak omong, mama dan lainnya pun menghabiskannya pula tanpa tersisa. Termasuk kuah dari sup manten tersebut.

"Supnya lumayan lah, tapi terlalu sedikit isiannya, " ucap mbak Sinta.

"Itu sudah pantas Mbak. Jangan banyak berkomentar di depan makanan. Gak baik. Lagipula kami tidak membutuhkan penilaianmu, " kataku yang membuat mbak Sinta tampak kesal.

Dilanjut makan nasi sebagai hidangan utama. Lalu ditutup dengan es krim. Seperti sebelumnya, mereka menghabiskannya tanpa sisa. Apalagi saat menyantap hidangan tersebut mereka sama sekali tak membuka suaranya sekedar untuk berbasa-basi. Malah sibuk dengan ponselnya masing-masing. Santi bahkan menfotonya. Benar-benar tak ada malu.

Sementara dari keluarga mas Umair hanya diam melihat pemandangan di hadapannya. Mungkin ayah dan ibu mertuaku sudah mulai hafal dengan sifat mama. Jadi, daripada membuat keributan lebih baik didiamkan saja. Toh, ini adab dari menjamu tamu.

"Ternyata enak juga makanan orang desa," kata mas Bima dengan sombongnya. Mentang-mentang orang kaya seenak jidat dia berkata demikian tanpa memikirkan perasaan orang disekitarnya.

"Inilah alasan kenapa kami tidak mengundang keluargamu Dek, bukannya kami tak sayang tapi kamu mengerti sendiri 'kan? Apalagi aku sendiri merasa bahwa Rima pasti akan datang ke acara ini. Entah jadi tamu undangan seperti lainnya, tapi malah seperti itu. Bisa-bisa acara walimahan kita tak khidmat jadinya, " jelas mas Umair menguraikan alasannya dengan sedikit berbisik di telingaku.

"Aku ngerti kok, Mas. Maaf ya, " balasku pelan.

"Sebenarnya mama ingin langsung to the point saja tadi, tapi makanan sudah dihidangkan mau bagaimana lagi, " kata mama yang ku tahu pasti itu hanya alasannya saja. Padahal asilnya pasti mama dan lainnya juga senang karena mendapatkan makanan gratis.

Makanan walimahan ini memang enak. Ku akui itu. Dan kami sebenarnya juga sering menemukan hal seperti ini ketika pergi ke kondangan teman atau kerabat. Tapi dasarnya saja mama tiriku ini banyak gaya dan sok bertingkah.

"Kenapa tidak menolak saja, Ma, sejak awal jadi kami hanya cukup menghidangkan makanan pembuka dan segelas teh hangat saja," kata mas Umair yang membuatku menjadi menahan tawa. Ah, bisa saja dia.

"Oo, kamu gak ikhlas ngasih kami makanan tadi? " sungut mama. Dasar perempuan, ditanya apa jawabnya apa. Hehehe.

"Bukan begitu Ma. Kalau kurang bisa nambah lagi, " kata mas Umair lagi. Kenapa kali ini terdengar tidak nyambung, ya.

"Mama mau apa kesini?" tanyaku langsung agar kami tak lama-lama menjadi pusat perhatian. Selain itu, aku juga penasaran apa tujuan mama datang kemari? Jika hanya sekedar memintaku mengurus surat-surat yang hilang, ku rasa itu hanya dalihnya saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Tamat

    #SKDYpart 120 TamatPetang sudah menjelang, matahari hampir turun ke peraduan dan Mas Umair baru saja sampai ke rumah dengan Mas Bima yang seraya pulang bersama Mbak Sinta. Setelah selesai sholat maghrib, mendadak pintu rumah kami diketuk dan seseorang yang datang, mengejutkan aku serta Mas Umair seketika.Romi … Benar, lelaki yang sempat menyatakan perasaannya lewat suamiku itu kembali muncul. Ku pikir setelah kepergiannya dari bumi perkemahan waktu itu ia sudah menghilang bersama istrinya. Sebab, semenjak itu pula lah mas Umair mengaku tidak pernah lagi berkomunikasi. Padahal hubungan kami terbilang baik-baik saja. “Assalamuallaikum … Umair?” Romi mengulas sebuah senyuman di hadapan suamiku.“Waalaikum salam. Oh kamu, Romi? Ayo masuk – masuk! Silahkan masuk,” kata suamiku yang justru terlihat lebih tenang dan santai.“Tidak usah, aku duduk di teras saja.” Romi menolak dan langsung berbalik mencari kursi di teras rumah kami yang langsung menghadap ke pekarangan yang lumayan luas.

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Siapa yang Datang?

    #SKDYPart 119 Siapa yang datang? Keluar dari kamar, kami berdua sudah saling bergandengan tangan. Atau lebih tepatnya, Mbak Sinta yang terus menggandeng tanganku tanpa berniat melepaskannya begitu saja. Meski masih ada jejak air mata di kedua pipi Mbak Sinta. Bisa ku lihat dengan jelas sebuah senyum merekah di bibir kecilnya. Senyuman yang hampir tak pernah ku lihat bahkan semenjak kami bersama dulu. Mas Bima terlihat ikut senang dengan perdamaian antara kami berdua. Begitu pun dengan Mas Umair yang ikut tersenyum dan memperlihatkan ekspresi bangga dengan kebesaran hati yang kuberikan pada Mbak Sinta. Sementara Abi hanya mengucapkan kata ‘Alhamdulillah’ secara lirih dan pergi begitu saja keluar rumah diikuti oleh Umi. Entah kenapa mereka melakukannya setelah sempat menyampaikan keinginan mereka agar kami saling memaafkan. Tapi aku enggan memikirkannya untuk saat ini.“Karena semua sudah membaik, bagaimana kalau kalian juga ikut hadir dalam acara aqiqah putri kami hari ini?” Mas Uma

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Memaafkan?

    #SKDYPart 119 Memaafkan? Mungkin karena melihat Mbak Sinta yang tak kunjung mendapatkan maaf dari kami, membuat Mas Bima yang sejak tadi hanya diam dan menundukkan kepala. Kemudian ikut berlutut di hadapan Abi dan Umi. Kini pria berusia hampir 40 tahun tersebut menunjukkan ekspresi kesedihan yang begitu dalam dan membuat Abi yang awalnya membuang muka, kini mulai menatap wajah Mas Bima.“Abi … Bima sadar, sebagai suami … Bima sudah gagal mendidik istri Bima selama ini, hingga membuat Sinta mampu melakukan hal yang tidak seharusnya.” Mas Bima terlihat menangis sejurus kemudian, mengejutkan kami semua termasuk aku.“Sepertinya, mereka benar – benar sudah menyesal, Dek.” Mas Umair membisiki telingaku.Aku kembali mengernyitkan kening dan melihat ke arah suamiku ini. Kebiasaan mas Umair yang bisa semudah ini untuk memaafkan mbak Sinta dan mas Bima. Setelah semua yang mereka lakukan pada kami?Seolah mengerti dengan jalan pikiranku, Mas Umair kembali berbisik.“Coba kamu tarik nafas dala

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Kemunculan Mbak Sinta

    #SKDYPart 118 Kemunculan Mbak SintaRahma membuntutiku dari belakang dan beberapa kali mengintip. Sementara aku merasakan jantungku berdegup cukup kuat dan kencang. Perasaan penasaran dan takut kalau kejadian buruk yang lalu terulang kembali, kini mulai merasuk ke dalam benak dan pikiranku. Aku takut, kalau Mbak Sinta datang untuk kembali membuat ulah seperti dulu.Menghancurkan kebahagiaan yang sedang ku rasakan bersama keluargaku baru – baru ini. Kalau sampai itu terjadi, rasanya aku pasti akan sangat gila dan siap mengamuk di depan perempuan itu. Sumpah serapah juga sudah siap ku lontarkan dari mulutku ini, jika dia menyerukan kata – kata pahitnya lagi. Tak akan ada rasa peduli lagi dengan sikap apa yang akan diperingatkan oleh mas Umair terhadapku. Tak akan ku biarkan acara untuk kebahagiaan putriku dihancurkan oleh kakak tiriku itu. Memang setelah menghilangnya mbak Sinta dulu aku sudah memaafkan semua kesalahannya. Namun, entah bagaimana perasaan takut dan was-was jika mbak Si

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Beberapa Bulan Berlalu

    #SKDYPart 117 Beberapa Bulan BerlaluHari pun menjelang siang. Aku dan mas Umair bergegas membereskan semua perlengkapan camping kami. Ya, suamiku itu memutuskan untuk segera pulang. Sebab, bukan hanya Shaka yang menjadi alasan kami tetapi juga paper bag pemberian Romi tadi dimana mas Umair sendiri juga mengungkapkan rasa penasarannya. "Ha ha ha! Penasaran juga 'kan kamu!" batinku sambil melihat mas Umair. Sesampainya di rumah, entah mengapa tiba-tiba aku juga ikut tak sabar untuk melihat isi paperbag pemberian Romi tadi. Begitu juga dengan mas Umair. Suamiku itu bahkan hanya meletakkan barang-barang kami begitu saja di dekat meja. "Alhamdulillah .... " Serentak aku dan mas Umair berucap ketika mengetahui apa yang ada di dalam paperbag tersebut. Benar, di dalam paperbag tersebut berisikan sebuah hexa frame yang berukuran mini yang mana terdapat lampu yang bisa meneranginya jika ditekan pada tombol di salah satu sudutnya. Terlihat sederhana memang tetapi aku tahu maksud dari hexa

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Kehadiran Romi

    #SKDYPart 116 Kehadiran Romi"Mas jangan kayak ginilah. Hanya gara-gara Romi biar terlihat baik-baik aja di hari pernikahannya malah membuat Mas gak bertindak apa-apa. Dia itu kayak Rima lho, Mas. Tolong, jangan diam aja kalau sudah menyangkut rumah tangga kita," tuturku panjang lebar. Berusaha meyakinkan mas Umair agar tidak berserah diri dengan keadaan. "Kamu yang tenang, Dik. Mas ada alasan lain kenapa Mas ambil keputusan ini," kata mas Umair yang membuatku menautkan kedua alisku. Alasan lain? Alasan apalagi ini? "Maksud, Mas?" tanyaku kebingungan. Bukannya menjawab pertanyaanku mas Umair malah melihat kearah jam tangan yang melingkar dj lengan kirinya. "Sudah malam rupanya. Ayo tidur!" kata mas Umair setelah mengetahui waktu yang menunjukkan hampir tengah malam. "Tapi Mas—" dengan cepat mas Umair meletakkan kedua tangannya di sisi bahuku sambil berkata," tidur dulu ya, biar tendanya gak sia-sia." Mas Umair tersenyum lalu masuk ke dalam tenda. Mendengar mas Umair berkata dem

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Ancaman

    #SKDYPart 115 AncamanNamun, karena mas Umair menyebut nama Shaka, hal itu membuatku semakin penasaran dengan apa yang akan ia katakan sehingga tak ingin anaknya itu tahu.Pikiranku pun tanpa dipaksa mendadak ikut menebak-nebak tentang apa yang akan disampaikan oleh suamiku itu. Jika tentang pekerjaannya rasanya tak mungkin. Jika tentang rasa cintanya terhadapku, bukankah barusan ia mengungkapkannya? Ah, benar-benar aku tak bisa mengira-ngira apa yang sebenarnya terjadi pada diri mas Umair. "Mas mau ngomong apa?" tanyaku. "Kamu kenal Romi?" mas Umair menoleh kearahku sebentar. "Romi?" gumamku lalu mengingat-ingat kembali siapa yang dimaksud mas Umair. Beberapa detik kemudian aku pun tersadar dan teringat dengan sosok Romi yang dimaksudkan oleh suamiku itu. Ya, Romi adalah temanku di masa sekolah. Waktu itu memang kami terbilang dekat, namun bukan berarti kami ada hubungan spesial. Kami hanya teman biasa. Kami pun sudah lama tak berkomunikasi. Lebih tepatnya semenjak Romi memutusk

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Sikap Berbeda dari Mas Umair

    #SKDYPart 114 Sikap Berbeda dari Mas Umair"Emangnya Mas mau ngomongin apa?" perlahan dengan suara pelan aku menoleh kearah suamiku itu. Mas Umair membalas tolehanku. Ia tersenyum kecil sembari berkata," nanti kamu juga tau."Belum sempat aku membalas perkataannya mas Umair sudah melangkahkan kakinya menuju mobil. Mempersiapkan segala sesuatu untuk kegiatan camping hari ini. Sedangkan aku masih terdiam di tempat dan mencoba mencerna apa saja yang dikatakan mas Umair sebelumnya. ***Sembari menikmati suasana malam yang teramat dingin aku dan mas Umair menyantap makanan yang kami beli di warung makan yang memang berada di sini. "Mas mau ngomong apa?" tanyaku sembari menyiapkan peralatan makan yang sudah kami bawa dari rumah. "Makan dulu, ya," kata mas Umair menoleh kearahku lalu kembali memandangi bintang-bintang di atas sana. "Selalu begitu," gerutuku. Meski agak kesal karena masih dibuat penasaran, tetapi mau bagaimana lagi? Sebab memang begitulah tabiat suamiku itu. Awalnya a

  • Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya    Ke Suatu Tempat

    #SKDYPart 113 Ke Suatu TempatNamun, sedetik setelah menutup pintu kamar tidur langkahku langsung terhenti. Aku terdiam tepat di depan pintu dan menyadari sesuatu hal yang membuatku beristighfar sembari mengusap wajahku dengan kedua telapak tanganku. "Astaghfirullah," ucapku kesal pada diriku sendiri. Dengan langkah malas sembari menahan malu akhirnya aku berbalik badan kembali ke kamar. Sebab, ternyata tanpa ku sadari kalau sebetulnya waktu sudahlah gelap. Bahkan saat sudah membuka pintu kamar netraku langsung tertuju pada jam dinding yang berada di ruang kamar tidur. Memastikan apakah kegelapan yang ku lihat benar adanya. Dan ternyata memang begitu keadaannya. "Tau 'kan jam berapa?" tanya mas Umair yang melihatku kembali masuk ke dalam kamar. "Iya, Mas, maaf," kataku sembari menghampiri suamiku. Sekarang aku sadar mengapa mas Umair menyuruhku melepas gamis yang ia berikan tadi. Karena memang waktu yang sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam tentu diwaktu seperti ini ka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status