Butuh waktu sangat lama bagi Ming Shi dan Li Sha untuk menenangkan Lian Shi yang tak henti-hentinya terisak itu. Sampai pagi keesokan harinya pun Lian Shi tetap murung dan bermuram durja. Betapapun ia tahu, ia harus memakamkan jenazah ibunya. Sungguh berat baginya, memakamkan sang ibu dengan tangannya sendiri. Ia terus-menerus menggumamkan kalimat yang sama, “Aku anak yang tak berbakti aku belum sempat membalas budinya”
Ming Shi menepuk pundak pemuda itu, hendak mengucapkan kata-kata penghiburan baginya. Tetapi, sesuatu menghalanginya.
Terdengar gemuruh seruan dan langkah kaki berderap-derap. Sedetik kemudian muncullah segerombolan pria kekar berpakaian perompak menyerang ganas. Gada, parang dan tombak tepat terarah menuju mereka. Ming Shi menelan ludah. Pemuda itu mencabut pedangnya, dan melesat maju. Pertempuran yang tidak seimbang pun kembali terjadi.
Lian Shi menyaksikan segala sepak terjan
“Tuan, Anda sudah tak mampu melarikan diri lagi. Menyerahlah secara baik-baik dan ikutlah dengan kami,” katanya tajam. Terdengar langkah kaki berlari, dan muncullah Li Sha dan A Hua di hadapannya. Ming Shi melihat Li Sha menatapnya cemas. Terdengar sebuah suara bergema di kepalanya, “Dia hanya pura-pura cemas...” “Ternyata begitu,” Ming Shi berujar lirih. “Kalian telah berkumpul untuk bersama-sama menjebakku...” Li Sha membalas, “Ming Shi, kau salah paham! Bukan begitu yang sebenarnya...” Amarah Ming Shi pun tumpah tak terkendali, “Hentikan, Zhang Li Sha! Aku muak dengan semua kepura-puraanmu!” Ia mendesah, sangat keras. “Seharusnya aku tahu sejak awal, kau yang sama sekali tidak mengenalku bisa tiba-tiba begitu baik kepadaku. Begitu menurutiku, mengikuti semua kemauanku... seharusnya aku tahu sejak awal, tidak ada yang gratis di dunia ini. Aku juga bingung den
Rombongan Han dengan tergesa-gesa menyusuri Padang Qing-lue. Sebetulnya Kaisar Jing Xing amat menyangsikan putera keduanya berada di padang belantara itu. Tetapi Hua Shi sangat keras hati. “Ayahanda, saya mohon percayalah pada saya. Bagaimanapun, ini juga demi Ming Shi!” Terpaksa Kaisar Jing Xing dengan ragu-ragu mengikuti kemauan puterinya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Ming Shi tengah berdiri di tengah-tengah sepetak tanah gersang amat luas, tercenung memandang langit biru. Cepat-cepat Kaisar turun dari kudanya, dan berseru, “Ming Shi!” Perlahan, Ming Shi menoleh. Kaisar Jing Xing semakin terkejut melihat tatapannya yang hampa. Seketika pula penyesalan yang luar biasa besar menguasai hatinya, tersentuh akan keadaan Ming Shi yang mengenaskan. Ia melangkah cepat ke arah pemuda itu, dan setelah tiba di hadapannya, ia memeluknya. “Ming Shi! Betapa mengenaska
Bila Ming Shi tengah terobsesi untuk membentuk dunia sesuai keinginannya, maka He Xian tengah berusaha untuk menggagalkan pembentukan dunia Ming Shi tersebut. Tepat keesokan hari setelah perbincangannya dengan Yan Xu di Khanate tempo lalu, He Xian bersama-sama Min Hwa dan Sasha berangkat menuju Qi. Bagi mereka, merupakan suatu sensasi tersendiri dapat pergi ke negeri yang dipercaya dihuni orang-orang pintar berkekuatan magis tersebut. Mereka merasa tegang, sekaligus bergairah. “Tapi kudengar, rakyat Qi bersikap apatis terhadap keadaan dunia. Persis seperti para pertapa yang mengasingkan diri mereka ke pegunungan. Apakah mereka akan bersedia membantu kita?” tanya Min Hwa harap-harap cemas. He Xian tersenyum menenangkan. “Kalau belum dicoba, siapa yang tahu.” Jarak Khanate dengan Qi amat jauh, dibutuhkan tiga hari perjalana
Dituding seperti itu, jantung He Xian berdetak keras. “Apa maksud Anda, Yang Mulia?” tanyanya khawatir. “Karena Sang Naga menyukaimu dari nurani murninya. Dengan kau melawannya, kau mengkhianatinya. Pengkhianatan adalah api terbesar yang membangkitkan kemurkaannya, api yang dapat meluluhlantakkan dunia.” Sang Ratu menatap He Xian lekat-lekat. “Kau tentunya tak menginginkan kerabatmu dan orang-orang tidak bersalah yang lain terkena imbasnya, bukan?” Tubuh He Xian mendadak gemetaran. “T...tapi... Kaisar Han telah menyeleweng dari jalan kebenaran, bagaimanapun juga saya tidak menyetujui perbuatannya. Saya harus mencegahnya!” “Tidak ada gunanya,” Ratu kembali menggelengkan kepalanya. “Selama kau masih melakukannya atas dasar kemarahan, tak akan berhasil. Kau hanya menghilangkan lebih banyak nyawa yang tidak bersalah karena keputusanmu ini.” Perkataan sang Ratu bagaikan tamparan
Keesokan harinya, Putri Svetlana datang. He Xian terpana melihatnya. Putri Svetlana merupakan gadis paling menawan dari semua wanita yang pernah dijumpainya. Karena ia bukan hanya cantik, tetapi ada suatu aura misterius yang menggugah perhatian semua orang tertuju padanya. Entah karena disebabkan tatapan bola mata hijau kebiruannya yang memandang tajam, ataukah air mukanya yang nampak tenang berwibawa. Dan gadis ini adalah selir Kaisar Han... Seketika He Xian teringat pada Yan Xu. Walaupun Yan Xu juga cantik jelita, namun kecantikan yang dimilikinya bersifat lugu dan polos, terasa benar aura kekanakan yang dipancarkan gadis itu. Berbeda sekali dengan Putri Svetlana ini. Dan Kaisar Han masih memiliki enam ratus lebih selir cantik dan mempesona seperti ini. Tiba-tiba He Xian merasa sangat kasihan pada Yan Xu. Karena dalam usia begitu muda, sang putri sudah harus terseret dalam persaingan para wanita di istana belakang. Sasha merangku
Tidak ada seorangpun yang menduga Svetlana tengah berniat menjebloskan mereka ke sarang maut. Mereka tengah sibuk menyusun strategi aksi perlawanan mereka. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka bertiga telah duduk di salah satu ruang rapat, memandangi peta dunia yang baru saja dibentangkan He Xian. Pemuda itu mulai mengemukakan pendapatnya. “Ada tiga belas negara di dunia ini. Han, Ming, Tukhestan, Yeong-Shan, Chang, Wu, Song, Tse-Kuan, Khanate, Sutta, Kishov, Pheu Kam, dan Qi. Kecuali Qi, semua negara ini telah berada dalam kekuasaan Han. Namun karena pemerintahan Kaisar Han yang diktatoris, maka banyak terjadi pemberontakan melawannya. Jadi ideku begini. Pemberontakan-pemberontakan itu semuanya dilakukan sendiri-sendiri dan secara terpisah sehingga Han dapat dengan mudah menumpasnya. Kita akan menghimpun mereka menjadi satu, membentuk kesatuan besar yang kokoh dan dengan demikian akan sulit ditumpas.”  
Yan Xu tergugu, sementara Ming Shi kini melangkah mendekati meja di dekatnya, lalu mengambil kira-kira lima buah buku besar dan tebal bersampul keemasan yang tergeletak di atasnya. Ia menyodorkan buku itu pada Yan Xu. “Ini adalah buku yang membahas keadaan negeri Yeong-Shan secara keseluruhan. Aku ingin kau mempelajarinya secermat mungkin. Lalu kau juga memiliki tugas, mengangkat para pejabat dan anggota dewan Yeong-Shan,” melihat gelaga Yan Xu yang hendak menyela, Ming Shi cepat mengangkat tangannya, “Aku tahu, akan sangat sulit bagimu untuk memilih mereka sementara kau tidak mengerti keadaan Yeong-Shan sama sekali. Itulah mengapa kusuruh kau membaca buku-buku ini. Ingat, kau sekarang adalah pemimpin bangsa Yeong-Shan. Kau yang bertanggung jawab atas kesejahteraan negeri itu. Tentu saja, kau boleh minta pendapatku kapanpun kau mau...” Pemuda itu melengkungkan senyum mengejek, “Tapi kurasa kau tak akan mau, benar kan?” Yan Xu
Tabib Lu sangat kaget mendapati Ming Shi yang biasanya tampak begitu enerjik dan bersemangat kini dengan terburu-buru memasuki balai pengobatan dengan wajahnya sepucat tembok. Ia lekas-lekas berdiri, tergopoh-gopoh menopang sang junjungan. “Yang Mulia! Apa yang terjadi dengan Anda?!?” Terengah-engah Ming Shi menjawab, “Kepalaku rasanya sakit sekali” Sang tabib cepat-cepat memapahnya ke pembaringan yang ada, lalu memeriksa keadaannya. “Seharusnya Anda menyuruh salah seorang kasim memanggil saya mendatangi Anda, dan Anda tidak perlu repot-repot begini astaga!” Dengan cemas pria tua berjenggot itu memandang Ming Shi. “Yang Mulia, bagaimana mungkin Anda dapat menyembunyikan penyakit sekronis ini dan tidak segera memberitahukannya pada saya?” “Ada apa Tabib Lu? Aku tidak apa-apa bukan?” Ming Shi bertanya lirih. “Bagaimana tidak apa-apa? Kekacauan aliran Qi dalam tub