Share

Terbuai

Dalam pelukan Elang, Sabrina merasa aman dan tenang. Tak peduli dia lelaki beristri, asalkan tampan dan mapan Sabrina merasa semua akan mudah untuk dijalani.

"Tidurlah," bisik Elang. Tangan kekar itu masih saja bergerak teratur di atas punggung Sabrina, menyalurkan rasa nyaman yang membuat perempuan di dekatnya makin tenggelam dalam perasaannya.

Perasaan yang salah, tapi Sabrina tak peduli. Toh semuanya sudah terjadi dan keduanya sudah menjadi sepasang suami istri.

Haruskah Sabrina bersyukur atas apa yang terjadi, mengingat kejadian naas itu membuatnya jatuh dalam pelukan lelaki tampan?

Sabrina tak peduli. Yang ia pikirkan adalah saat ini hidupnya telah berubah. Suaminya yang kaya itu jelas akan membantu membayar hutang keluarga yang membuat semua tragedi itu terjadi.

Dalam tidurnya, Sabrina diam-diam menikmati aroma tubuh Elang. Wangi parfum bercampur keringat yang membuat indera penciumannya tak henti menghidu.

Perlahan tapi pasti, Sabrina terbuai dalam pelukan lelaki beristri yang membuatnya makin tenggelam dalam tidur nyenyak. Ditambah dengan rasa lelah yang menderanya seharian ini.

Elang tak dapat memejamkan matanya. Ia masih tak percaya bisa memiliki dua istri tanpa perencanaan yang matang. Dalam kepalanya dipenuhi banyak pertanyaan, bagaimana kehidupannya setelah benar-benar memboyong Sabrina tinggal satu kota dengannya. Bagaimana ia akan membagi waktu dengan Kayla dan Sabrina.

"Aaarrrgghh," desis Elang frustasi di ruang tamu. Bayangan kehidupan yang rumit tak henti berjejalan dalam pikirannya. Terbayang bagaimana ia akan harus membagi waktu sementara Kayla selalu saja membuatnya betah di rumah.

Sayangnya, suara tangis bayi yang perlahan berdenging di telinga Elang membuatnya mau tak mau memang harus menerima ini semua. Demi papa dan mamanya yang menginginkan seorang cucu.

"Assalamualaikum Sayang," ucap Elang saat panggilannya terhubung.

"Waalaikum salam, Mas. Mas kok belum tidur? Lagi apa di sana? Aku kesepian, biasanya jam segini kita akan ngobrol bersama sebelum tidur. Aku rindu," ucap Kayla bernada manja.

"Sabar ya, Sayang. Setelah Mas kembali, kita akan menghabiskan waktu bersama."

"Janji ya?"

"Iya, Sayang. Mas janji. Mas akan ajak kamu jalan-jalan kemanapun yang kamu mau."

"Aku jadi ngga sabar nunggu Mas pulang."

"Tunggu urusan di sini selesai, setelah itu Mas langsung balik."

"Seandainya saja kita sudah punya anak, pasti aku ngga kesepian lagi kalau Mas harus pergi begini."

"Sabar ya? Apa kamu mau kita ke dokter buat program hamil?" tawar Elang. Ia mencoba membuat obrolan yang serius soal anak. Siapa tahu, Kayla bisa cepat hamil dan ia bisa mengakhiri hubungannya dengan Sabrina.

"Mas mengizinkan?" sela Kayla cepat.

"Boleh. Hal itu terdengar baik, apalagi untuk kita yang sudah menikah lama tapi kamu tak kunjung hamil."

"Maafkan aku ya, Mas?"

"Hey, buat apa minta maaf? Jangan sedih, apapun yang terjadi Mas akan tetap ada di samping kamu."

"Janji?"

"Janji, Sayang. Mas akan selalu ada saat kamu susah dan senang. Cuma ini yang bisa Mas berikan untuk kamu yang selalu bersabar menunggu Mas pulang kerja dan selalu melayani semua kebutuhan Mas dengan baik."

"Itu kewajibanku, Mas."

"Iya, sayangnya itu makin membuat Mas betah berada di sampingmu. Mas rindu, sungguh."

"Mas iihh. Sabar, kan lagi kerja?"

"Iya. Doakan semuanya lancar ya?"

"Siap. Ya sudah, Mas tidur dulu. Pasti capek kan?"

"Capeknya langsung hilang setelah dengar suara kamu," balas Elang dengan semangat. Perasaan bersalahnya pada Kayla membuat Elang bersikap lebih perhatian dan manja. "Temani, Mas ya? Jangan tutup teleponnya."

"Tumben sih? Ngga biasanya Mas manja banget gini."

"Iya, cinta Mas makin bertambah kalau lagi berjauhan gini."

"Bisa aja. Kalau gitu berjauhannya agak lama aja, biar setelah kembali cinta Mas jadi seratus persen untukku."

"Wah jangan dong. Nanti Mas rindu gimana? Ngga ada yang bisa dipeluk."

"Ada, itu guling." Kayla terbahak setelahnya.

Obrolan keduanya berlanjut hingga hampir tengah malam. Elang tak lagi dapat menahan kantuk sebab rasa letih yang menderanya. Ia pun terpejam dan membiarkan Kayla mengoceh sendirian.

Keesokan harinya, Sabrina bangun lebih dulu dan mendapati sang suami tidur di atas sofa ruang tamu. Ponsel yang semalam digunakan untuk berkomunikasi dengan Kayla pun tergeletak begitu saja di atas lantai.

"Mas Elang, ceroboh banget sih," gumam Sabrina sambil memungut ponsel tersebut. Tanpa sengaja, matanya melihat pesan yang masuk dalam bar notifikasi di layar yang menyala itu.

[Tidur yang nyenyak ya, Sayang. I Love U.]

Dada Sabrina tiba-tiba berdenyut nyeri saat membaca pesan tersebut. Lalu, bayangan dua lelaki yang menjamahnya kembali memenuhi isi kepala.

"Tidak. Tidak mau. Aku tidak mau menikah dengan lelaki itu. Biarlah semuanya seperti ini." Sabrina berujar sambil menggelengkan kepalanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status