Marvelo duduk termenung menatap sedih langit di atas kepalanya, hari yang sempat dia pikir akan berakhir dengan sempuran tidak berjalan sesuai dengan apa yang dia harapkan. Marvelo mengusap dadanya, merasakan sesuatu yang sakit di dalamnya, lebih menyakitkannya lagi Marvelo tidak bisa mengungkapkannya kepada siapapun. Hanya Charlie yang mengetahui perasaanya kepada Winter. Marvelo tersenyum ironis memikirkan betapa menyedihkannya dia sekarang. Marvelo sama sekali belum menyampaikan perasaanya kepada Winter, namun dia sudah patah hati dan harus mundur karena seseorang sudah mendapatkan hati Winter. Bibir Marvelo sedikit terbuka, pria itu menghela napasnya dengan berat mencoba untuk kembali bersikap tenang. Suara pintu di belakang Marvelo terdengar sedikit berderak, Winter datang menyusul Marvelo karena dia ingat Marvelo mengajaknya bertemu di atap gedung sekolah. “Apa aku terlambat datang?” Tanya Winter segera duduk di samping Marvelo yang kini berusaha bersikap baik-baik saja dan
“Ibu.. aku mohon, tolong aku. Bantu aku keluar dari sini, aku benar-benar tidak tahan,” isak Paula memohon, gadis itu terlihat begitu tersiksa setelah hampir dua belas jam lamanya tertahan di ruang introgarsi. “Ibu.. aku mohon, carilah penjamin, selamatkan aku dari tempat terkutuk ini,” Paula kembali memohon. Lana terdiam tanpa menggubris sedikitpun permohonan Paula dan tangis derita yang di alami anaknya. Lana termenung duduk dengan tangan yang saling bertautan kuat di atas meja. Lana tidak tahu harus berbuat apa, tidak ada yang bisa dia lakukan. Lana tidak bisa berpikir apapun lagi selain diam, Lana tidak memiliki tempat untuk pergi dan berlindung, dia juga tidak memiliki sandaran dari segala masalahnya. Bebas atau tidaknya Paula dari penjara, kehidupannya akan tetap sama. Yaitu, terbelenggu masalah dan kesengsaraan. Hari-hari yang Lana takutkan akhir-akhir ini, terjadi lebih ganas dari apa yang dia pikirkan. Lana terusir dari tempat tinggalnya, dia di pecat, barang-barang berha
“Nona.” “Ya?” “Saya” Maxim kembali terdiam mencoba mengumpulkan keberanian. “Sebaiknya saya keluar dari rumah ini, lambat laun semua orang akan tahu identitas saya. Saya sangat begitu berterima kasih atas kebaikan hati Anda, namun saya tidak layak mendapatkan ini semua.” “Apa Anda tidak khawatir dengan orang-orang di luar sana jika mereka tahu puteri Anda adalah seorang criminal dan Anda seorang mantan narapidana?” Maxim tercekat kaget, pupil matanya melebar di penuhi kengerian. “Saya.. saya akan berusaha melaluinya,” jawabnya dengan suara gemetar. “Saat melihat Anda pertama kali” Winter bersedekap dan berdiri di hadapan Maxim. “Saya tidak melihat sedikitpun tatapan seorang pembunuh di mata Anda. Saya tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi pada Anda di masa lalu dengan keluarga Anda.” Lidah Maxim mendadak kelu, tatapan tajam Winter menembus pikiran dan hatinya seakan gadis itu melihat semua yang telah terjadi pada Maxim di masa lalu. “Jika Anda memang ingin pergi dari rum
“Nyonya, ada sesuatu lain yang ingin saya katakan kepada Anda.” Dokter itu mengusap dagunya dan berpikir keras memikirkan sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. “Katakanlah.” “Dulu, setiap kali tuan Marius merasakan ada sesuatu yang berbeda pada tubuhnya, saya bisa mengetahuinya karena dia akan mengurung diri di dalam kamar. Namun akhir-akhir ini saya tidak melihatnya seperti itu. Tuan Marius terlihat sangat bahagia, banyak tersenyum dan lebih ekspresif meski kesehatannya tidak begitu baik. Saya tidak tahu apa yang mempengaruhinya, keadaan tubuhnya tidak baik, tuan Marius menyadari itu, akan tetapi dia bersikap lebih tenang. Saya pikir, tuan Marius sudah berdamai dengan keadaannya dan terlihat lebih menikmati hidupnya. Jika Anda berkenan, saya harap Anda memperhatikannya untuk mengetahui siapa yang mempengaruhi tuan Marius, ini sangat penting untuk dirinya. Kita membutuhkan orang itu agar bisa membantu tuan Marius semakin semangat dan optimis untuk kesembuhannya.” Jenita terdiam, wa
“Marius,” Jenita tidak mampu melanjutkan kata-katanya. “Bu, aku tahu kekhawatiran Ibu” potong Marius mendahului. “Aku juga tahu dan sadar siapa aku, jangan khawatir. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama dia, aku tidak akan melakukan hal yang buruk kepadanya, bila nanti saatnya telah tiba, aku dan dia akan berjauhan sebagaimana mestinya. Kami berteman dengan sehat meski aku menyukainya.” “Tapi mengapa dia Marius?” “Sudah aku katakan kepada Ibu sebelumnya, aku menyukai dia karena dia mirip dengan Kim.” “Apakah dia tahu itu?” tanya Jenita was-was. Marius mengangguk. Jenita tercekat kaget, “Lalu apa yang terjadi? Jangan menyakitinya,” peringat Jenita dengan serius. “Winter tahu Bu, aku tidak menutupi apapun darinya dan dia tidak keberatan dengan itu. Kami hanya menikmati hubungan sederhana kami seperti hubungan persahabatan, jangan mengkhawatirkan apapun.” Jenita mengusap tengkuknya dengan penuh tekanan, wanita itu terlihat bimbang harus bersikap seperti apa. Tidak mungkin
“Bisakah kita berdansa?” Tanya Winter dengan serius. “Dengan bantuan tongkat itu, aku ingin berdansa dengamu.” Sejenak Marius terdiam untuk menimang-nimang keputusan yang akan dia ambil, tidak berapa lama dia mengangguk menyetujui keinginan Winter. Seketika Winter bangun menarik keluar tongkat Marius dan memasangnya. Gadis itu terlihat perhatian dan tidak terdengar mengeluh sejak tadi mereka pergi bersama, sifatnya yang terkadang berbicara kasar sangat berbanding balik dengan kelembutannya. Marius merasakan sebuah ketulusan yang besar di dalam diri Winter. Ketulusan Winter yang begitu nyata dan besar membuat Marius bertanya-tanya, mengapa bisa gadis sesempurna dia menyukai dirinya yang cacat dan sudah tua? Ini terlalu mustahil hingga tidak dapat masuk ke dalam logika Marius. “Winter,” panggil Marius. Winter mengangkat wajahnya lagi dan pandangan mereka saling bertemu. Tatapan hangat Marius menguliti Winter, ada banyak arti di sorot mata pria itu, Marius mencari-cari celah dirin
“Semua barang dan uang yang telah kau curi bernilai lebih dari tiga ratus ribu dollar, semua cctv, bukti pembayaran terkumpul dengan lengkap. Hanya dengan ini saja, kau bisa masuk penjara selama delapan tahun, belum lagi semua intimidasi dan ancaman pembunuhan hingga rencana cuci otakmu. Tidakkah kau sadar, akan berapa puluh tahun lamanya kau di kurung alam ruangan sempit dan dingin.”Terngiang perkataan polisi yang menginterogasinya, polisi itu memutar setiap bukti cctv dan bukti-bukti lain yang membuat Paula mau tidak mau mengakui perbuatannya.Kantung mata Paula membengkak dan menghitam, bibirnya berubah pucat dan kering, gadis itu duduk terkulai lemas setelah melewati interogasi lebih tiga hari tiga malam.Mereka tidak hanya memaksa Paula menjawab, mereka juga tidak segan menempatkan kaki meja di atas kaki Paula, lalu menduduki meja itu. Paula meraung menangis kesakitan, namun tidak ada yang peduli dengan keadaannya.Tidak hanya dengan penyiksaan itu saja yang Paula terima, Paula
“Jangan bicara sembarangan! Aku tidak layak berada di sini, harusnya kau yang berada di sini menggantikanku lagi jika kau benar-benar menyayangiku dan peduli padaku. Mengapa kau_”“Cukup Paula” Maxim menggebrak meja dan berdiri. “Manusia seperti dirimu tidak sepantasnya mendapatkan sedikitpun perhatian dan kesempatan, sudah sepantasnya kau berada di dalam sini sejak dulu. Aku menyesal menggantikanmu, akan aku katakan kepada seluruh dunia kebenaran yang terjadi, kau yang membunuh Jared di malam itu!” teriak Maxim dengan keras.“Diam! Aku memang yang membunuh Jared, tapi sudah sepantasnya jika kau yang bertanggung jawab karena aku anakmu!” teriak Paula marah.Maxim tehenyak kaget, rahanganya langsung mengetat menatap tajam Paula. “Kau benar-benar butuh dokter kejiwaan Paula, sikapmu tidak ada bedanya dengan psikopat.”“Hentikan!” Paula menjerit histeris.Suara pintu yang terbuka menghentikan perdebatan di antara Maxim dan Paula, keduanya langsung diam menahan kata-kata yang ingin merek