“Nona, bangunlah!” Suara isakan tangis seorang wanita terdengar. “Tuan, cepatlah kemari! Tubuh Nona Winter bergerak.” Teriakan keras seseorang terdengar.
Suara keributan mulai terdengar mengusik pendengaran Kimberly, orang-orang berbicara dengan berisik membicarakan dokter yang harus segera mereka panggil.
“Winter, sayangku. Nak, bangunlah.” Suara berat seorang pria terdengar kuat di telinga Kimberly, tubuhnya ikut sedikit terguncang. “Winter, ayah mohon, bangunlah Nak.”
Kening Kimberly mengerut samar, matanya sangat berat untuk di buka. Terdengar banyak orang yang memanggil nama Winter, namun mereka mengguncang tangan Kimberly dan memijat kakinya.
Ada yang aneh..
Kimberly membuka matanya seketika, dia terdiam dengan napas yang bergerak cepat seperti baru kembali mendapatkan pasokan udara.
Pandangan Kimberly mengedar melihat ke sekitar yang terdapat orang-orang asing tengah menangis penuh suka cita karena bahagia Kimberly kembali bangun.
Pandangan Kimberly memutar melihat kamar mewah dan asing yang baru pertama kali ini Kimberly lihat.
Bibir Kimberly terbuka, dia semakin cepat bernapas karena tidak dapat mengendalikan tubuhnya sendiri. Pikiran Kimberly langsung di buat bingung dan tidak mengerti dengan situasi yang terjadi.
Di mana dia sekarang?.
Siapa orang-orang itu? Mengapa mereka menangis memanggil namanya dengan sebuat Winter? Siapa Winter?.
“Winter” teriakan keras seorang pria dan gebrakan pintu terdengar, pria itu berlari melewati seorang pria paruh baya dan langsung duduk di sisi ranjang. “Winter hiks..” pria itu langsung memeluk Kimberly dengan erat.
Kimberly hanya bisa mengerutkan keningnya tampak bingung karena orang-orang terus memanggilnya dengan sebutan Winter.
Tidak hanya itu, seharusnya sekarang Kimberly meninggal karena dia sudah melompat dari lantai tujuh belas.
Mengapa sekarang dia kembali membuka matanya? Apakah ini halusinasi sebelum kematian datang?.
Batin Kimberly terus bertanya-tanya dan mencerna semua keadaan aneh yang tengah terjadi kepadanya sekarang.
“Kenapa kalian diam saja? Cepat panggil dokter!” teriak pria paruh baya itu.
Semua pelayan langsung berlari pergi keluar kamar.
“Winter bicaralah!” Desak pria muda itu sambil mengusap wajah Kimberly dengan lembut dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca di penuhi kesedihan dan kelagaan.
Kimberly tetap diam dan bingung, Kimberly tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kimberly tidak memahami situasi apa yan sebenarnya terjadi sekarang karena seharusnya Kimberly tidak bangun lagi, seharusnya Kimberly sudah meninggal sekarang.
Perlahan Kimberly bangun dengan susah payah dan sesuatu yang berat di tubuhnya.
Mata Kimberly terbelalak melihat tangannya yang begitu besar, saking besarnya Kimberly pikir tangannya adalah pahanya. Tidak hanya sampai di sana, Kimberly semakin di buat kaget dengan bentuk tubuhnya yang sangat begitu besar hingga membuat dia kesulitan untuk duduk.
“Winter kenapa diam saja? Katakanlah sesuatu, kakak mohon,” ucap Vincent terdengar sangat khawatir.
“CERMIN!” Kimberly berteriak dengan napas memburu karena tidak mampu menutupi rasa kagetnya dengan keadaan tubuhnya sendiri yang berubah tiga ratus enam puluh derajat.
Vincent menatap bingung adiknya dan mengusap wajahnya dengan sayang. “Ada apa Winter?.”
“Di mana cermin?” teriak Kimberly semakin keras.
Dengan tergesa-gesa Kimberly turun dari ranjangnya dan tertunduk. “Bajingan! Kaki apa ini?” Tanya Kimberly dengan makian karena melihat sepasang kaki yang begitu besar dan berat saat di pakai untuk berlari.
Kimberly berlari ke mencari-cari cermin, langkah Kimberly semakin cepat begitu melihat sebuah cermin di sisi pintu kamar mandi. Kimberly langsung berdiri di depan cermin itu.
Napas Kimberly tercekat, matanya membulat sempurna menatap penampakan tubunya sebagai gadis yang sangat muda dengan keadaan tubuh yang begitu besar.
Kimberly menampar wajahnya sendiri dengan keras beberapa kali, Kimberly berpikir bahwa ini hanya sekadar mimpi karena apa yang ada di cermin bukan tubuhnya.
Rasa sakit menyengat terasa di pipi Kimberly yang menandakan jika itu bukan mimpi.
Akan tetapi, jika ini bukan mimpi, lantas apa yang telah terjadi?.
“Winter, kau baik-baik saja?” Benjamin bertanya dengan mata berkaca-kaca melihat puterinya, “Jangan menyakiti dirimu sendiri Winter, ayah mohon tenangkanlah dirimu.”
“Kau siapa?”
Benjamin tercekat kaget karena kini puterinya melupakan dirinya, “Winter, ini ayah” jawab Benjamin dengan suara gemetar karena tidak dapat menahan kesedihannya, Benjamin langsung menunjuk Vincent yang kini berdiri di sisinya. “Ini, dia Kakakmu, Vincent.”
Kimberly berkedip dengan cepat, dia semakin di buat bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Kimberly berteriak keras melepaskan rasa frustasi yang yang menyerang pikirannya, tidak berapa lama Kimberly terjatuh pingsan ke lantai.
***
“Ada apa dengan puteriku? Apa dia akan baik-baik saja?” Tanya Benjamin terlihat sangat khawatir, bahkan wajahnya tampak pucat dan bingung. Benjamin sangat takut terjadi sesuatu pada puteri kesayangannya.
Sikap aneh Winter yang beberapa kali terbangun dan pingsan hingga berteriak-teriak membuat Benjamin cukup khawatir takut terjadi sesuatu pada Winter.
“Puteri Anda baik-baik saja. Nona Winter hanya sedikit shock, saya akan ada di sini dalam waktu setengah jam, puteri Anda butuh waktu sendiri sejenak agar bisa menenangkan diri,” jawab dokter itu dengan senyuman ramahnya.
“Tapi mengapa? Apakah kejadian di sekolahnya yang membuat dia shock?” tanya Vincent.
“Kita akan mengetahuinya setelah saya berbicara lagi dengan Nona Winter secara langsung.”
“Winter, anakku” lirih Benjamin terdengar begitu sedih, Benjamin menjatuhkan tubuhnya ke kursi dan menatap daun pintu kamar Winter yang kini tertutup rapat.
Dua hari yang lalu, Winter di temukan pingsan di atap gedung sekolahnya, tidak ada yang mengetahui kejadian itu di sebabkan oleh apa. Hanya Winter yang tahu.
Selama dua hari ini Winter tidak bangun sama sekali dan sesekali hanya mengigau dengan racauan kecilnya tidak dapat di pahami siapapun.
Benjamin yang di landa banyak kekhawatiran, kini kekhawatirannya kian bertambah karena sejak tadi pagi Winter bangun sadarkan diri, sikapnya menjadi berubah.
Winter menatap semua orang dengan asing, dia terus bertanya siapa dirinya dan siapa orang yang ada di hadapanya dengan suara yang sedikit histeris, sesekali dia memaki hingga menampar wajahnya sendiri dan terus-menerus berteriak sambil mengatakan tidak mungkin.
Ketenangan Winter tidak mereda usai bertemu satu dokter, tiba-tiba Winter menangis meminta di panggilkan dokter kejiwaan, psikolog, hingga psikiater.
Dengan sabar Benjamin mendatangkan apa yang Winter butuhkan, satu persatu para dokter menemuinya dan berbicara langsung dengan Winter.
Sudah banyak ahli medis yang berdatangan sejak pagi ini, namun semakin ahli medis mengatakan Winter baik-baik saja. Winter semakin di buat histeris tidak terima bahwa dia baik-baik saja.
Tidak hanya itu, Winter juga menanyakan tanggal, tahun dan di mana dia sekarang berada.
Sikap Winter yang aneh sungguh membuat Benjamin sedih dan bingung tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi kepada puterinya.
Winter benar-benar sudah berubah dalam waktu satu hari.
Kini, Winter mengurung dirinya sendiri di kamar mandi dan hanya menghabiskan waktunya untuk berdiri di depan cermin untuk menampar wajahnya terus menerus.
***
Kimberly menangis terisak menyusut hidungnya yang berair dengan punggung tangannya yang besar dan gempal, lembaran tishu bertebaran di lantai tampak berserakan.
Sudah lebih dari tujuh jam lamanya dia sadar dan bertemu dengan banyak dokter.
Kimberly sudah menanyakan banyak hal kepada semua orang dan mereka memiliki jawaban yang sama. Semua orang mengatakan bahwa dia Winter Benjamin, seorang gadis yang masih berusia tujuh belas tahun.
Orang-orang mengatakan bahwa sekarang adalah bulan Mei, tahun 2024. Tiga tahun lebih cepat dari dunia Kimberly Feodora.
Kimberly yang sesungguhnya berusia dua puluh tujuh tahun, kini memasuki tubuh gadis yang berusia tujuh belas tahun.
Entah keajaiban atau kutukan yang kini menimpa Kimberly.
Secara pasti, Kimberly yang bunuh diri, kini memasuki tubuh Winter yang kemungkinan sudah meninggal juga.
Kimberly sungguh tidak tahu bagaimana cara menjelaskan keadaannya sekarang, yang jelas kini Kimberly ada di dunia nyata, namun hidup dengan tubuh orang lain.
Kimberly tidak bisa berkata apapun kepada semua orang karena apa yang di alaminya sekarang tidak bisa di jelaskan secara medis. Kimberly benar-benar bisa gila.
“Tunggu.” Kimberly berhenti menangis sejenak ketika tersadar akan sesuatu, Kimberly menyusut kembali air mata dan hidungnya dengan tishu lagi.
“Aku harus mencari semuanya di internet.” Kimberly semakin sadar dengan apa yang harus dia lakukan sekarang.
Dengan kesulitan Kimberly berusaha bangun dan melangkah dengan keadaan tubuh yang sangat berat dan tidak membuatnya nyaman. Kimberly bisa merasakan lapisan lemak yang bergoyang di setiap langkahnya.
Kimberly adalah seorang super model yang punya tubuh ramping, kaki panjang, terbiasa berjalan di catwalk, memakai apapun dengan mudah. Kini, secara tiba-tiba dia harus memiliki tubuh dua kali lipat dari berat badannya yang sebelumnya.
Baru beberapa jam saja Kimberly terperangkap di tubuh gemuk itu, dia sudah tidak dapat lagi menyembunyikan keluhannya lagi. Jangankan untuk berlari, melangkah saja kaki Kimberly terasa sakit.
To Be Continue...
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am