Suara menggema tembakan terdengar keras di dalam sebuah ruangan, Mante menajamkan pandangannya melihat setiap sasaran boneka yang berjalan di hadapannya. Bayangan Jach yang masuk ke dalam ruangan latihan membuat Mante menurunkan pistolnya dan melepaskan penutup telinga. Sekilas dia melihat Jach yang kini tersenyum lebar dan mendekat. “Gadis itu kembali ke sini dan ingin bertemu denganmu lagi,” kata Jach. “Gadis yang mana?” “Winter Benjamin.” Mante tidak menjawab, pria itu melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul sebelas malam. “Aku tidak menerima klien di jam segini.” Jach bersedekap, menyandarkan bahunya pada sisi pintu. “Dia bilang ini penting.” “Tidak bisa,” tolak Mante dengan tegas. Dia tidak suka latihan menembaknya terganggu. Jach memperhatikan Mante yang kembali menembak dan tidak mempedulikan apapun di sekitarnya. Jach tetap berdiri di tempatnya sampai Mante gusar sendiri dengan keberadaanya sekarang. “Ada apa lagi?” tanya Mante lagi sambil mengisi peluru.
Winter berdiri di sisi pagar rumahnya, gadis itu terjaga sepenuhnya karena kegelisahan berbagai alasan malam ini. Winter gelisah karena kabar perkembangan Marius, Winter gelisah belum mendapatkan kabar dari Mante, dan Winter gelisah setelah mengetahui kebenaran jika ayah kandung Kimberly Feodora adalah Benjamin. Jiwa Kimberly masih belum bisa percaya, belum bisa menerima jika Benjamin yang selama ini dia anggap sebagai ayah yang sempurna dan begitu baik ternyata bagian dari pria bajingan jahat yang Kimberly benci. Jiwa Kimberly tidak tahu apa yang akan di lakukan kedepannya jika dia bertemu Benjamin, untuk menatapnya sekalipun dia tidak sudi. Jiwa Kimberly begitu kecewa, hatinya sangat terluka. Mengingat seberapa sulitnya dulu dia menjalani kehidupan dan harus berjuang di setiap injakan dan rintangan orang-orang berkuasa yang meremehkannya. Sangat tidak adil jika Benjamin memiliki kehidupn yang makmur dan selalu hidup dengan bahagia. Jiwa Kimberly sangat membenci ibunya yang tela
Levon menarik napasnya begitu sesak, bahunya yang renta itu gemetar menggenggam tangan Marius. Levon tertunduk merasakan hangatnya tangan Marius yang kini terluka, Levon tidak dapat menahan tangisannya melihat kemalangan yang di alami puteranya karena ulah Levon. “Maafkan aku Marius. Andai aku sadar lebih awal dan berhenti bertindak egois, mungkin kau tidak akan seperti ini. Maafkan aku, aku sungguh menyesal,” tangis Levon penuh penyesalannya. “Bangunlah, aku belum menebus semua kesalahanku padamu dan ibumu. Aku mohon bangunlah dan bangkitlah kembali,” rintih Levon begitu tersiksa. Di sisi lain, Jenita yang baru masuk ke dalam ruangan, memilih diam bersandar pada pintu sambil mendengarkan semua yang di katakan Levon pada Marius. Beberapa kali Jenita menghapus air matanya, dia merasa terluka dan hancur karena kondisi Marius yang kian memburuk, namun di sisi lain Jenita juga merasa lega karena akhirnya Levon menyadari kesalahannya meski sudah terlambat. Kini Marius berada di sampin
Winter membungkuk melihat Shanom yang kini semakin ketakutan hingga terkencing-kencing di celana, tatapan Winter dan gerak tubuhnya yang menyiksa dirinya membuat Shanom tersadar seberapa dekat dirinya sekarang dengan kematiannya. “Siapa aku?” bisik Winter dengan tenang, “Aku adalah Kimberly Feodora. Wanita yang kau hancurkan hidupnya bersama puteramu. Aku kembali untuk membalas apa yang telah kau lakukan padaku.” “Ti.. tidak mungkin” Shanom terbata. Winter menendang kursi Shanom dan memutarnya, membuat Shanom menungging, wajah dan lututnya menumpu di lantai, sementara kursi yang mengikat seluruh tubuhnya kini berada di atas dirinya. “Tidak mungkin, jangan main-main. Lepaskan aku, akan aku berikan semua yang kau mau, aku mohon, lepaskan aku,” rintih Shanom terdengar putus asa. “Benarkah?” Winter tersenyum menatap tajam Sean yang kini bernapas begitu cepat tidak dapat mengendalikan kemarahannya. “Perlu kau tahu, yang aku mau adalah nyawamu jalang.” Shanom terbelalak, tubuhnya meng
“Wanita sialan, ke nerakan saja kau!” teriak Sean. Winter terdiam, melihat sosok Sean yang murka kesetanan, kemarahan Sean yang tertuju kepadanya membuat Winter terbayang-bayang masa lalunya dulu ketika Sean marah dan main tangan memukulinya. Kimberly diam seperti orang dungu karena Sean memiliki kekuasaan yang begitu kuat dan mendapatkan perlindungan dan Levon, Kimberly diam harus menyembunyikan lukanya dari Marius agar pria itu tidak terluka dan tidak berurusan begitu jauh dengan keluarganya yang beracun. Kini Kimberly mendapatkan tubuh Winter Benjamin, dia tidak perlu lagi diam dan menerima semua tindasan karena kini dia memiliki banyak uang dan perlidungan dari Benjamin meski kini jiwa Kimberly sangat membenci Benjamin. Kemarahan Sean menggebu membuat sisi rasionalnya menghilang, satu tujuan pria saat ini adalah menghabisi Winter, sama seperi Winter menghabisi ibunya. Dalam langkah lebarnya Sean berjalan mendekati Winter, emosi yang menyelimuti pikiran dan hati Sean membuat pr
Winter duduk di atas atap gedung dengan tubuh yang basah usai membersihkan diri, gadis itu menggenggam segelas kopi yang membuat telapak tangannya yang terluka itu menghangat. Wajah Winter tertutup banyak perban, beberapa luka di bagian tubuhnya yang lain sudah di tangani berkat kebaikan Mante Hemilton yang memanggil dokter pribadinya. Tubuh Winter menyisakan rasa sakit luar biasa karena memiliki banyak luka, namun ada sebongkah kelegaan setelah sekian lama menjejal hatinya. Winter merasa lega karena orang yang dulu menghancurkan dirinya, kini mereka sudah mendapatkan balasannya. Winter menatap lembut matahari yang sebentar lagi akan muncul. Rasa sesak di hatinya terasa hilang entah ke mana, kemarahan dan dendamnya tidak lagi menguasai jiwanya. Balas dendamnya telah usai, semua orang yang menghancurkan hidupnya dan Marius telah dia balas dengan setimpal. Kepulan asap di lantai sembilan samar terlihat, Jach telah selesai membakar mayat Sean dan Shanom, kini dia tengah membersihkan
Sudah tiga hari terbaring tidak sadarkan diri, kini akhirnya Marius membuka matanya lagi, ada banyak teriakan yang dia keluarkan karena seluruh tubuhnya terasa sakit di akibatkan kerusakan sumsum tulang belakang. Hati Levon dan Jenita begitu hancur melihat kondisi Marius yang menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Rencana operasi yang akan di lakukan harus di batalkan karena kondisi Marius yang tidak memungkikan. Sementara Winter yang tidak pernah pergi jauh dari sekitar Marius, kini gadis itu di landa kekhawatiran dan kesedihan yang bergelayut di hatinya. Sepanjang hari Winter hanya diam mengurung diri di apartement Marius, melihat setiap detail kenangan yang pernah dia lewatkan bersama Marius di masa lalu. Di malam hari Winter akan datang ke rumah sakit dan berusaha mengambil celah melihat keadaan Marius meski hanya dengan melihatnya di balik kaca. Dalam langkah putus asanya kini Winter berjalan, gadis itu tertunduk menekan-nekan bel beberapa kali. Winter tidak memiliki tempat yang
“Ke mana sebenarnya perginya Winter?” Vincent bersedekap kesal duduk di hadapan Benjamin. Dia sudah kembali sejak satu hari yang lalu, namun kedatangannya tidak di sambut siapapun karena Winter memberi kabar bahwa dia pergi untuk liburan. Winter sama sekali tidak memberitahu dia pergi liburan ke mana, dia meninggalkan handponenya dan hanya membawa Nai sebagai pengawalnya. Sialnya Nai juga sama sekali tidak bisa di hubungi. “Aku juga tidak tahu” jawab Benjamin sambil fokus melihat layar komputer di hadapannya, Benjamin mengulang-ulang rekaman cctv yang memperlihatkan Winter masuk ke ruangan kerjanya mengambil uang dan bereaksi histeris menangis ketika melihat isi amplop rahasia miliknya. Selama ini Benjamin sering menjauhkan Winter dari hal-hal yang bersangkutan dengan Kimberly, namun Winter tidak pernah mau berhenti, terkadang dia merelakan untuk diam-diam menemui Kimberly. Benjamin melarang Winter tanpa memberikan alasan yang pasti kepada puterinya, namun satu hal yang pasti, in