Ajeng memiliki tetangga baru yang memiliki sifat sangat menyebalkan. Bukan hanya sering memanfaatkan kebaikan Ajeng, sang tetangga juga sering berusaha menjatuhkan nama baik Ajeng di depan orang lain. Anehnya, suami Ajeng sering diam bahkan cenderung membela sang tetangga yang tak lain saudara sepupunya. Bagaimana sikap dan cara Ajeng menghadapi sikap tetangganya yang luar biasa itu?
View MoreTetanggaku Luar Biasa
Bab 1
Suara tangisan bocah dari rumah sebelah, seolah menjadi musik pengiring kesibukan di pagi hari. Sebentar lagi, pasti terdengar teriakan.
"Aa! Pegang dulu si ade!"
Benar, kan? Belum selesai aku menghitung sampai tiga, suara teriakan itu sudah terdengar. Aku sudah hafal betul ritual pagi hari dari tetangga baru yang menempati rumah tepat di samping kanan rumahku. Sebenarnya, mereka itu masih saudara jauh suamiku. Entah bagaimana urutannya, yang jelas kata ibu mertua, mereka memanggilku Mbak atau Teteh. Otomatis, anak-anak mereka memanggilku Bude atau Uwak.
"Assalamualaikum, Mbak! Punten!"
Terdengar suara salam diiringi ketukan pintu. Aku yang baru selesai mencuci piring, segera menuju ruang depan untuk membuka pintu. Tampak tetangga sebelah tengah berdiri sambil menggendong anaknya yang baru berumur satu tahun. Sementara di sebelahnya, berdiri seorang anak perempuan berumur tiga tahun.
"Ada apa, Sis?" tanyaku pura-pura, padahal aku sudah mulai hafal kebiasaannya setiap pagi.
"Mm, maaf, Mbak Ajeng. Aku mau nitip Oliv sebentar," jawabnya sambil menyerahkan bocah kecil bernama Olivia itu padaku.
Mau tidak mau aku menerima dan menggendong bocah menggemaskan itu. "Emang, kamu belum beres?"
"Belum, Mbak. Tinggal nyuci sama masak, sih."
"Oh, ya sudah."
"Mbak, udah beres semua?" tanyanya sambil melihat ke dalam rumahku.
"Udah, kok. Tinggal nganter Andra ke sekolah."
"Oh. Kalo gitu, sekalian nitip Fia, ya. Aku mau ke warung depan, sekalian ikut ke ayahnya Fia. Soalnya kalo, Fia diajak, suka minta jajan."
Tanpa menunggu jawabanku, Siska berlalu meninggalkan kedua anaknya. Ya, hampir setiap pagi, Siska selalu menitipkan kedua anaknya di sini. Awalnya, memang aku yang berinisiatif mengasuh anaknya. Tak tega rasanya melihat Siska mengepel teras dan menjemur pakaian sambil menggendong Oliv. Lama-lama, Siska tak segan menitipkan kedua anaknya padaku dengan berbagai alasan.
"Bude, mamam," rengek Fia sambil menarik pinggiran dasterku saat kuajak masuk ke rumah.
"Fia lapar?"
Gadis kecil berambut keriting itu mengangguk.
"Mm, Fia mandi dulu, ya."
Bocah yang masih memakai baju tidur bergambar hello kitty itu menggeleng. Aku tahu dia belum mandi. Bahkan, Oliv pun, dari aromanya ketahuan belum mandi.
"Kalo mau mamam, mandi dulu. Ntar baru mamam bareng Mas Andra. Bude masak ayam goreng, loh. Fia mau?"
Mata bening Fia berbinar mendengar bujukanku. Detik berikutnya, bocah berpipi tembem itu mengangguk.
"Nah, sekarang, jagain dulu dedeknya. Bude siapin dulu air anget buat mandi, ya."
"Iya. Tapi, nanti mamam ayamnya dua," pinta Fia sambil menunjukkan tiga jari tangan kanannya padaku.
"Iya, tapi, jagain adiknya dulu, ya.:
Gadis kecil itu mengangguk. Aku segera berlalu ke kamar mandi, menyiapkan air hangat. Kemudian kembali ke ruang tengah yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan menyatu ruang makan. Kuajak kedua bocah perempuan itu mandi. Aku tak perlu pusing soal baju ganti. Karena sering dititipkan dan mandi di sini, beberapa pasang baju mereka pun bermigrasi ke rumah ini.
***
Jam setengah delapan, Andra, Fia dan Oliv sudah selesai makan. Waktunya aku mengantar Andra ke sekolah. Akan tetapi, Siska belum muncul juga. Rumahnya juga tampak sepi. Mungkin masih di warung depan. Teleponku tidak diangkat, pesan juga tidak dibaca.
"Ibu, ayo berangkat! Ntar Andra kesiangan," rengek Andra tak sabar.
"Bentar, kita tunggu Tante Siska dulu, ya."
Andra merengut, mungkin kesal.
Sepuluh menit berlalu, tak ada tanda-tanda Siska datang. Akhirnya kuputuskan untuk mengantarkan Andra sambil membawa Fia dan Oliv. Tak apalah, toh, jalan yang menuju sekolah Andra melewati warung yang dimaksud Siska. Nanti, kutinggalkan kedua bocah ini pada ibunya di sana.
"Andra, duduk di belakang, ya. Fia di tengah. Pegangan yang kenceng, ya," pesanku sambil menaikkan dua bocah itu ke atas jok sepeda motor. Untung, Andra sedang baik hati, dan mau duduk di belakang. Biasanya, mana mau.
"Duh, kenapa jadi repot begini," gerutuku sendirian. Perasaan mengurus dua anak sendirian tak serepot ini.
***
Sepeda motor kupacu perlahan hingga tiba di warung di ujung gang. Terlihat Siska sedang tertawa-tawa bersama ibu-ibu yang lain sambil mengerumuni meja berisi aneka sayur mayur. Entah apa yang membuat mereka tertawakan. Duh, enak bener, pagi-pagi nongkrong di warung, sementara anaknya dititipkan ke orang lain.
Setelah memarkir sepeda motor dengan aman, aku turun. Beberapa ibu menoleh dan menyapaku ramah. Kubalas sapaan mereka tak kalah ramah.
"Sis, maaf. Ini, Fia sama Oliv. Aku mau anter Andra ke sekolah," ujarku sambil menyerahkan Fia dan hendak melepas gendongan Oliv.
Siska terlihat tidak senang dengan kedatanganku. "Yah, Mbak. Cuma nitip bentar doang, udah dianterin lagi."
Hah? Sebentar? Satu jam lebih, dia bilang sebentar? Yang benar saja.
"Lagian, aku pulangnya gimana? Belanjaanku banyak, loh, Mbak. Masa aku gendong anak, bawa belanjaan, nuntun juga," gerutu Siska.
Beberapa pasang mata menatap kami. Aku memilih diam dan memasang wajah jutek. Ingin rasanya aku menjawab, "itu sih DL, alias Derita Lu!"
"Mbak, masa tega liat aku kerepotan," ujar Siska dengan wajah memelas.
Senyum palsu segera kupamerkan. "Siska, sayang. Nitip anak sampai satu jam lebih, itu lama, loh. Ya, nggak Bu-Ibu?"
Ibu-ibu itu saling pandang. Kemudian ada yang mengangguk setuju, ada yang diam saja, ada juga yang menggeleng dengan ekspresi gemas.
"Kalo kamu nggak mau repot, pulangnya naik ojek aja. Tuh, banyak," lanjutku sambil menunjuk beberapa tukang ojek yang mangkal tak jauh dari warung ini.
"Tapi, Mbak …."
"Kalo nggak mau repot, sewa pembantu dong," sahutku cepat. "Udah, ah. Aku antar Andra dulu, takut kesiangan. Mari, Bu-Ibu, assalamualaikum."
"W*'alaikumsalam," jawab ibu-ibu serempak.
Tanpa ba-bi-bu aku segera meninggalkan warung untuk mengantarkan Andra. Tak kupedulikan bisik-bisik dan tatapan heran dari para ibu di sekitar Siska. Siska memasang wajah cemberut saat aku meninggalkannya. Bodo amat. Elu jual, gue beli.
Tetanggaku Luar BiasaEND Enam bulan kemudian. “Mbak, ini kerupuknya digoreng nggak ngembang, jadi saya balikin, ya.” Aku dan Santi saling pandang. Masih bingung dengan maksud Bu Lisa, tetangga baru kami. “Baru diambil dikit, kok. Baru sekali ngegoreng. Nih,” Bu Lisa meletakkan bungkusan kerupuk mentah di meja yang berisi dagangan lain. “Maaf, Bu.maksudnya gimana?” tanyaku. “Mbak Ajeng, tadi saya beli kerupuk mentah, tapi pas saya goreng, nggak ngembang, jadi saya kembaliin aja ke sini, saya minta uang kerupuk saya dikembaliin, gitu.” “Loh, Bu. Ya, nggak bisa ....” Aku belum selesai membantah omongan Bu Lisa, tiba-tiba Santi menyentuh lenganku sambil menggeleng pelan, seolah memberi kode agar aku diam. “Iya, Bu. Nggak apa-apa. Ini uang kerupuknya saya kembaliin,” sahut Santi ambil menyodorkan selembar uang lima ribuan pada Bu Lisa. Bu Lisa menerima uang itu, lalu, tanpa mengucapkan terima kasih dia pergi dari warung milik Santi. “San, kok, kamu
Tetanggaku Luar BiasaPOV Ajeng Aku menatap tajam ke arah Siska yang terlihat salah tingkah karena tuduhan palsunya padaku dan Arif. “Selama ini, aku selalu belain kamu di depan Ajeng dan Arif karena aku udah anggap kamu seperti adik sendiri. Tapi rupanya, aku sudah salah karena membela orang yang tak pantas dibela,” ujar Mas Reyhan sambil menatap tajam Siska. Ada kekecewaan dari nada suara suamiku itu. Siska mengangkat wajahnya dan menatap kami semua. “Ya udah, aku minta maaf.” Enak saja dia minta maaf begitu saja. Apa dia nggak mikir efek tuduhannya padaku dan Arif? Bagaimana kalau tadi warga termakan omongan dia dan langsung menghakimi kami berdua? “Memaafkan itu mudah, Sis. Tapi, kayaknya, kami semua nggak akan mudah ngelupain kejadian ini,” sahut Arif ketus. Siska tak menyahut kalimat Arif. “Ya udah, Rif. Kami permisi pulang dulu. Mungkin, kamu perlu bicara sama Siska. Kita pulang yuk, Bu,” ajak Mas Reyhan padaku. Aku menuruti ajakan Mas Reyhan, dan me
ini bab terakhir pov siska, selanjutnya pov ajeng. terima kasih untuk semua pembaca setia. jTetanggaku Luar BiasaPOV Siska (terakhir) Hari-hari kulewati dengan perasaan tak menentu. Jika dulu, aku sangat bahagia setiap kali Satya datang berkunjung, sekarang tidak lagi. Rasa was-was dan takut kini lebih mendominasi setiap kali berada di dekat Satya. Memang, Sekarang, Satya juga berubah menjadi kasar. Tak jarang dia membentak dan mengancam akan membuangku ke jalanan jika tak menuruti semua perintahnya. Aku juga masih tidak diizinkan ke luar dari apartemen dengan alasan apapun. Ponselku yang rusak pun sudah dibuang entah ke mana oleh Satya. Aku seperti tahanan, hanya saja tempatku lebih nyaman. Hingga suatu hari, Satya datang membawa seorang perempuan cantik bernama Stella. Pada Stella, Satya mengatakan kalau aku hanyalah seorang asisten rumah tangga yang bertugas menjaga dan merawat apartemen ini. Sungguh sakit hatiku mendengar semua itu. Ternyata Satya tak sebaik yang kuki
Yang tidak suka POV Siska silakan skip ya. 😊Tetanggaku Luar BiasaPOV Siska “Kalo Bapak nggak percaya, silakan hubungi Satya sekarang. Bilang Siska nunggu dia di sini,” usulku sekali lagi. Pak satpam itu masih menatapku penuh selidik, sampai akhirnya sebuah mobil memasuki gerbang kantor ini. Kami serentak menoleh ke arah sedan warna hitam yang itu. “Nah, Bu Siska, itu Pak Satya datang,” ujar satpam itu padaku. Aku tersenyum, kemudian bergegas menghampiri mobil yang menurut satpam itu adalah mobil Satya. Benar saja. Satya ke luar dari mobil dengan logo kuda jingkrak itu. “Satya!”Satya menoleh, dia tampak terkejut.”Siska?”Aku tersenyum lebar, lalu menghampiri Satya yang terlihat menawan dalam balutan kemeja warna biru langit.“Iya, Sat, ini aku. Sengaja nyari kamu ke sini.”Satpam yang tadi menanyaiku pun menghampiri Satya. Dia meminta maaf karena tidak bisa mencegahku masuk ke halaman kantornya.“Nggak apa-apa, Pak. Siska ini emang temen saya, kok,” “Oh, ya
Buat pembaca setia yang tidak suka POV Siska, silakan skip aja, ya. Tetanggaku Luar Biasa Bertetangga dengan Mbak Ajeng sebenarnya menyenangkan. Dia sering membantu menjaga anak-anak saat aku repot mengerjakan pekerjaan rumah. Dia juga tidak mempermasalahkan saat aku lupa tidak memberi uang jajan pada Fia dan Oliv. Pantas saja, banyak yang menyukai ibu dua anak itu. Ternyata, Mbak Ajeng sudah tidak bekerja di pabrik lagi. Sekarang dia berjualan daster dan mukena serta baju-baju batik. Mbak Ajeng berjualan secara online dan offline. Bahkan, beberapa tetangga ikut memasarkan dagangan Mbak Ajeng. Enak banget hidup Mbak Ajeng, semua terlihat mudah. Awalnya semua baik-baik saja. Akan tetapi, lama-lama aku muak dengan semua kebaikan Mbak Ajeng. Semua orang bersikap baik padanya. Mereka tidak tahu bahwa Mbak Ajeng itu, dominan sekali dalam rumah tangganya. Sementara A Reyhan terlihat hanya menuruti saja apa yang jadi keputusan Mbak Ajeng. Menurutku, ini tidak adil. A Reyhan yang kerja ke
Tetanggaku Luar Biasa POV SiskaAkhirnya Bang Rudi bersedia meresmikan hubungan kami. Walaupun nikah siri, tak apalah. Daripada tanpa status yang jelas, ya, kan? Dan sekarang, aku bisa merasakan kehidupan seperti kehidupan Mbak Ajeng dan A Reyhan. Tinggal di kota dan pulang pergi memakai mobil pribadi. Akan tetapi, tetap saja hal ini tidak membuat semua anggota keluarga menyukaiku. Termasuk Bi Wati. Dia tetap memuji Mbak Ajeng di depanku. Menyebalkan memang. Bapak juga awalnya tidak menyetujui aku menikah dengan Bang Rudi. Akan tetapi, aku terus meyakinkannya sampai kemudian Bapak bersedia menikahkan kami. Walaupun hanya pernikahan sederhana, tak apa-apa. Awalnya, hubunganku dengan Bang Rudi baik-baik saja. Hampir setahun kami menjalani rumah tangga secara sembunyi-sembunyi. Sampai akhirnya Bu Ratu mengetahui semuanya. Entah dari siapa istri tua Bang Rudi itu tahu hubungan suaminya denganku. Dia datang ke apartemen, lalu melabrak dan memakiku. Aku tak bisa mengelak, karena Bu Ratu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments