“Aku sangat khawatir dengan keadaanmu saat mendengar banyak kabar buruk di sekolah tadi siang,” cerita Paula sambil memperhatikan Winter yang melihat ke penjuru restaurant kecil. Tidak seperti biasanya Paula mengajaknya ke tempat terlampau biasa dan sederhana. Paula juga tidak banyak bicara dan tidak langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan seperti biasanya. “Semuanya sudah terselesaikan berkat kakakku.” “Bagaimana keadaanmu?” Tanya Paula terdengar sangat perhatian. Padahal di balik semua keributan yang terjadi dalangnya adalah Paula sendiri. Winter tersenyum lebar berpura-pura tidak tahu permaianan apa yang selama ini Paula lakukan di belakangnya. “Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku Paula.” “Kita sahabat Winter. Kau pasti sangat takut menghadapi semuanya.” “Aku sangat ketakutan Paula. Tadinya aku ingin diam seperti apa yang pernah kau katakan kepadaku, namun aku merasa sudah sangat lelah dan putus asa menerima semua perundungan begitu saja.” Paula
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Paula pada akhirnya. Diam-diam Winter menyembunyikan senyuman puasnya karena akhirnya tahu, apa yang sebenarnya ada di pikiran Paula. Ternyata benar.. Paula sudah menyadari bahwa dia bukan Winter yang asli. Akan tetapi tidak ada bukti apapun yang bisa membuktikan semua kecurigaan Paula. Dalam satu gerakan Winter berbalik dan berakting terkejut di hadapan Paula untuk mendukung apa yang di pikirkan Paula. Termakan oleh reaksi terkejut dan takutnya Winter membuat Paula tersenyum miring penuh intimidasi. “Sejak pertama bertemu setelah kejadian di hari itu. Aku sudah menyadari perubahanmu, aku sadar bahwa kau sangat asing. Ternyata kecurigaanku benar, kau bukan Winter Benjamin.” “Apa maksudmu Paula? Apa yang kau bicarakan? Aku benar-benar tidak mengerti sama sekali,” kata Winter berpura-pura tidak tahu. “Jangan berpura-pura. Aku sudah muak denganmu! Kau bukan Winter.” “Paula.” “Winter alergi kacang pistachio, dia takut dengan apapun yang berhubungan d
Suara langkah seseorang yang berlari terdengar di arah kanan, Paula melihat kedatangan Vincent yang berlari dengan panik. Tanpa basa basi Vincent langsung merangsek pakaian Nai dengan keras. “Apa yang terjadi? Aku memintamu untuk menjaga Winter, tapi kenapa kau membuatnya masuk rumah sakit. Harusnya kau menjaganya” tuntut Vincent penuh dengan amarah yang tidak terkendali karena baru saja hari ini Winter melewati masalah yang sulit di sekolah, sangat menyesakan bila mengetahui jika kini Winter masuk rumah sakit dan mendapatkan masalah lagi. “Katakan padaku!” tuntut Vincent dengan gigi yang saling mengetat. “Maafkan saya,” jawab Nai terdengar dalam. Tanpa terduga, tangan Vincent melayang cepat memukul perut Nai hingga pria itu terjengkang ke belakang dan meringis menahan sakit. Paula yang melihat terlihat sangat tengang, wajahnya pucat pasi penuh ketakutan melihat bagaimana marahnya Vincent. Vincent langsung mencengkram kerah baju Nai lagi dan mendorongnya ke dinding “Aku tidak butu
“Kau mau berbicara apa?” tanya Kimberly dengan nada dinginnya. Wanita itu bersedekap berdiri dengan angkuh mengenakan gaun cantik berwarna merah muda terlihat elegant dan selalu mencuri perhatian semua orang. Tidak ada kesedihan apapun di matanya meski beberapa hari yang lalu dia mengakhiri hubungannya dengan Sean. Kekasihnya. Kimberly masih bersikap angkuh dan tenang meski seminggu setelah memutuskan hubungannya dengan Sean, Rachel seseorang yang sudah Kimberly anggap sahabatnya sendiri itu mengumumkan bahwa dia mengandung dan akan menikah dengan Sean. Pengkhianatan besar itu tidak dapat menggoyahkan kekuatan yang ada pada diri Kimberly meski hatinya menganga di penuhi oleh luka yang amat dalam karena di khianati oleh dua orang yang selama ini dia percaya. Akan tetapi, meski hati Kimberly cukup sakit, Kimberly tetap tidak pernah menunjukan sedikitpun kesedihan itu di hadapan semua orang. Malam ini, Kimberly datang ke pesta seorang diri, dan di pesta ini juga dia bertemu dengan R
“Winter, bangunlah Winter!” Suara Vincent terdengar memanggil membuyarkan mimpi buruk Kimberly. Tubuh Winter terguncang cukup kuat, gadis itu gelisah di bawah pengaruh mimpinya akan kehidupannya sebagai Kimberly. “Winter!” Bola mata Winter terbuka lebar, gadis itu langsung menarik napasnya dengan cepat begitu terbangun dari tidur dan mimpi buruknya. Winter menatap pasif ke sekeliling mencari-cari orang-orang yang telah menatap dirinya dengan penuh kebencian dan pengakiman di pesta malam itu. Winter berhenti bernapas seketika begitu menyadari bahwa dia sudah bermimpi. Winter segera memejamkan matanya, menghentikan air matanya yang akan jatuh karena mimpi mengerikan yang dia dapatkan. Namun diam-diam, tangan Winter yang terkepal di samping tubuhnya, kini meremas permukaan seprai terlihat gemetar di penuhi oleh keringat dingin. “Winter, syukurlah,” bisik Vincent penuh kelegaan, pria itu membungkuk, merengkuh Winter ke dalam pelukannya. Betapa risaunya Vincent karena Winter kembali
Sorot mata Paula begitu tajam, hatinya memanas karena amarah. Paula marah karena dia merasa di permainkan oleh Winter, gadis bodoh yang tidak ada ada apa-apanya di bandingkan dengan dirinya. “Kau benar-benar keterlaluan Winter, kelakuanmu dalam menjebakku sangat biadab. Aku curiga kepadamu karena kau sudah sangat berubah, hingga aku tidak mengenal siapa dirimu. Hari semakin hari kau menjadi menyebalkan dan tidak tahu diri, kau sombong, melupakan siapa orang yang selama ini selalu bersedia di sisimu dalam keadaan apapun. Harusnya kau sadar diri, aku memberimu pistachio karena aku khawatir kepadamu jika gadis aneh di hadapanku bukan Winter Benjamin yang asli. Tapi kau memakannya dan membuat semua orang berpikir bahwa aku adalah orang yang jahat.”Tuduhan demi tuduhan Paula begitu mulus terucap dari mulut Paula, Paula sangat pandai memutar balikan fakta. Paula sangat pandai, membuat kejahatan yang sudah dia ciptakan untuk Winter berubah arah dengan berpura-pura bahwa dia adalah korban.
Winter terbaring dengan senyuman miringnya sambil langit-langit kamar ruangan dia di rawat. Gadis itu merasa sangat-sangat puas karena orang yang mendengar semua percakapannya dengan Paula adalah Vincent. Kini Winter tidak perlu repot-repot lagi mencari alasan untuk menjauh dari Paula untuk sementara waktu dalam mempersiapkan diri mengikuti kontes ratu sekolah. Winter penasaran, apa yang Vincent lakukan pada Paula. Tidak ada yang Winter harapkan, Winter hanya ingin Paula menderita sedikit demi sedikit hingga dia merasa menyesal dengan kehidupannya. Lagi pula, Winter tidak ingin menghancurkan hubungannya dengan Paula lebih cepat karena ada banyak hal yang harus Winter lakukan. Salah satunya membuat Paula gemuk obesistas, tepat saat Winter berubah menjadi cantik bersinar. Pintu di depan Winter kembali terbuka, Vincent kembali lebih cepat dari apa yang di bayangkan. Pria itu berjalan begitu cepat menutup pintu dan segera duduk di sisi ranjang. Vincent merengkuh tubuh Winter terliha
“Nanti siang aku akan menjemputmu di tempat terapi. Kau paham?” Tanya Vincent dengan nada penuh dengan tekanan. Sejak kejadian Winter masuk kembali ke dalam rumah sakit, Vincent menjadi sangat memperhatikannya. “Baik.” “Masuklah.” Winter melambaikan tangannya, gadis itu berbalik dan segera pergi gedung kelasnya. Akhir-akhir ini Vincent sangat menjaga ketat Winter, dia memperhatikan Winter untuk memastikan bahwa adiknya benar-benar jauh dari Paula. Sesungguhnya, tanpa Vincent perhatikan sekalipun, Winter memang sedang ingin menjauhi Paula. Kebencian Vincent pada Paula selalu bisa Winter gunakan sebagai alasan kepada Paula di setiap kali Paula mengajaknya bertemu. Winter sendiri sudah mendengar apa saja yang Vincent lakukan kepada Paula, Winter merasa cukup senang karena keputusan Vincent akan membuat Paula cukup putus asa tidak bisa bersombong diri lagi. Selama istirahat dua hari usai terkena alergi, Winter hanya menghabiskan banyak waktunya untuk membaca di perpustakaan. Winter