Nara mendapatkan peran utama dalam sebuah sandiwara. Anehnya, naskah sandiwara itu terasa sangat familiar, seperti menceritakan kembali kejadian-kejadian yang ada dalam hidupnya. Selama latihan, Nara merasa ada yang aneh dengan adegan dan dialog sandiwara tampak berhubungan langsung dengan masa lalunya, yang selama ini dia coba lupakan. Dia mulai merasa seperti hidupnya sedang dipentaskan. Nara mencari tahu lebih dalam dan menemukan bahwa sandiwara ini adalah penggambaran dari kejadian nyata dalam hidupnya, termasuk rahasia keluarga yang disembunyikan. Ada orang-orang di sekitarnya yang terlibat, termasuk Aksara, yang ternyata tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Saat malam pementasan, Nara dihadapkan pada pilihan: mengikuti jalannya sandiwara yang akan mengungkap rahasia kelam, atau mengubah alur cerita untuk menghindari kehancuran di dunia nyata.
View MoreRuang latihan teater yang luas, dindingnya dipenuhi cermin besar. Beberapa kursi kayu tersusun berantakan di sudut, sementara lampu panggung menyinari meja panjang yang dipenuhi naskah dan botol air mineral. Di sisi ruangan, tirai merah tebal menggantung, membatasi panggung kecil yang digunakan untuk latihan.
Nara berdiri di tengah panggung kecil, memegang naskah di tangan. Wajahnya tampak serius, berusaha mencerna kata-kata yang baru saja dia baca. Maya duduk di tepi panggung, mengamati dengan penuh perhatian. Maya sedikit kesal tapi ia mencairkan suasana dengan bercanda. “Hei, Nara, ini baru latihan, bukan audisi besar. Santai sedikit, dong.” Nara melirik Maya sambil mengerutkan dahi sembari mengangkat naskah di tangannya. “Santai? Gimana aku bisa santai kalau dialognya kayak...begini?” Nara mendekati Maya lalu berbicara dengan suara pelan. “Itu dia masalahnya, May. Dialog ini... terasa aneh. Seperti aku pernah mendengarnya sebelumnya.” Maya tertawa kecil pada Nara. “Yah, kan semua drama pasti mirip. Konflik keluarga, cinta terlarang, rahasia besar. Itu resep klasik.” Nara menatap Maya, kemudian menggelengkan kepala dengan ekspresi bingung. Nara sedikit menghela nafas panjang. “Bukan soal klise atau enggak, tapi...kalimat ini. Aku merasa pernah mengucapkannya.” Maya merasa cemas, tapi mencoba mencairkan suasana. “Mungkin di kehidupan sebelumnya kamu penulis naskah?” Sebelum Nara sempat menjawab, suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Aksara masuk ke ruangan dengan ekspresi tenang tapi tegas. Semua mata tertuju padanya. Aksara berdiri di tengah ruangan, mengenakan jas hitam sederhana. Dia menatap Nara dengan pandangan tajam. Dengan wajah serius Aksara menghampiri Nara. "Nara, bagaimana menurutmu naskahnya?” Nara terkejut, mencoba menjawab dengan hati-hati. “Jujur, ini... luar biasa. Tapi, beberapa bagian terasa... terlalu familiar.” Aksara senyum tipis “Familiar?” Nara sedikit terbata “Ya, seperti aku pernah mengalaminya.” Aksara bebicara dengan nada misterius “Itu berarti kamu memahami inti cerita ini. Tidak semua orang bisa merasakannya seperti itu.” Nara terdiam, merasa ucapannya tidak ditanggapi serius. Maya, yang sejak tadi memperhatikan, mencoba mencairkan suasana. Maya kemudian membuka suara dengan nada santai. “Pak Aksara, dari mana Anda mendapatkan inspirasi untuk naskah ini? Ceritanya begitu hidup, seolah-olah memang terjadi di dunia nyata.” Aksara menatap Maya, lalu ke Nara. “Inspirasi? Kehidupan itu sendiri adalah panggung terbesar. Terkadang, cerita terbaik lahir dari luka terdalam.” Aksara menatap Nara lebih lama, seolah-olah dia tahu sesuatu yang tidak diketahui orang lain. Nara merasa tidak nyaman, tetapi tidak bisa mengalihkan pandangannya. Setelah Aksara pergi, Nara kembali duduk, tetapi pikirannya masih dipenuhi kegelisahan. Maya menghampirinya dengan wajah serius. “Kamu baik-baik saja?” Nara menunduk, berbisik “Aku enggak tahu, May. Rasanya... ada sesuatu yang salah.” Maya merangkul pundak sambil menepuk bahu Nara “Hey, kamu cuma terlalu tegang. Ini cuma naskah, bukan ramalan masa depan.” Nara mengangkat naskahnya, membaca dialog dengan pelan. Dia berhenti di salah satu kalimat, tatapannya tiba-tiba berubah kosong. Nara bergumam dalam hati "Setiap rahasia akan terbuka, tak peduli seberapa rapat kau menutup tirai." Maya terkejut melihat ekspresi Nara “Kenapa, Nara?” Nara berbisik ditelinga Maya “Itu... Itu adalah kata-kata terakhir yang aku dengar dari ayahku sebelum dia menghilang.” Setelah Nara mengatakan dialog terakhir ayahnya, suasana menjadi sunyi. Maya terlihat bingung sekaligus khawatir. Di kejauhan, suara langkah kaki kembali terdengar, tetapi kali ini pelan dan berirama seperti gema di lorong kosong. Maya berbisik “Apa maksudmu, Nara? Itu cuma dialog, kan?” Nara masih menatap naskah, suaranya gemetar. “Aku ingat betul. Malam sebelum ayahku menghilang, dia berkata begitu. Jika setiap rahasia akan terbuka, tak peduli seberapa rapat kau menutup tirai.” Maya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Langkah kaki berhenti. Lampu ruangan tiba-tiba berkedip-kedip, membuat suasana semakin mencekam. Maya berusaha mencairkan suasana dengan bercanda, tetapi suaranya terdengar kaku. Maya tertawa kecil, gugup “Mungkin... mungkin kebetulan? Lagi pula, naskah ini ditulis sama Pak Aksara. Dia pasti enggak ada hubungannya sama....” Tiba-tiba, tirai merah di ujung ruangan bergoyang, meski tidak ada angin. Keduanya terdiam. Nara berdiri perlahan, seperti terhipnotis. Nara dengan suara pelan “Aku harus tahu!” Maya memegang lengan Nara, serta panik. “Tahu apa? Nara, jangan bikin aku takut!” Nara menunjuk ke tirai “Apa yang ada di balik itu?” Maya menelan ludah, mencoba tetap tenang. Namun, suara napas Nara yang berat membuatnya ikut merasa tegang. Dia tahu, ruangan di balik tirai itu jarang digunakan karena sudah lama dikunci. Dengan langkah ragu, Nara mendekati tirai. Maya mengikutinya dengan enggan, mencoba mencegahnya tetapi terlalu takut untuk berkata-kata. Nara menyibak tirai perlahan. Di belakangnya, tampak sebuah pintu tua yang kusam, dengan gagang berkarat. Maya berbisik ditelinga Nara “Itu cuma pintu gudang, Nara. Jangan berlebihan.” Nara menjawab dengan nada datar, seolah yakin “Tidak. Ada sesuatu di dalamnya.” Nara memegang gagang pintu. Ketika dia mencoba membukanya, pintu itu macet. Dia mendorongnya dengan tenaga penuh, dan akhirnya pintu terbuka dengan bunyi berderit yang menyeramkan. Sebuah ruangan gelap terlihat, hanya diterangi sedikit cahaya dari celah tirai. Di dalam, ruangan itu tampak kosong, kecuali sebuah meja kecil di tengahnya. Di atas meja, ada sebuah kotak kayu berukir dengan kunci yang hilang. Nara mendekat, sementara Maya berdiri di pintu dengan cemas. Maya sambil berbisik gugup “Nara... kita enggak seharusnya di sini. Kalau Pak Aksara tahu, dia bisa marah besar.” Nara mengabaikan Maya, menatap kotak itu “Kotak ini... aku pernah melihatnya.” Nara menyentuh kotak itu, lalu membuka perlahan meskipun terkunci. Anehnya, kotak itu terbuka dengan mudah. Di dalamnya ada naskah kuno dengan halaman yang sudah menguning. Pada sampulnya tertulis: "Rahasia di Balik Tirai". Mata Nara membelalak. Maya terkejut, mendekati Nara “Apa itu?” Nara membalik halaman pertama, membaca dialog pembuka dengan suara rendah. Kata-katanya sama persis dengan yang dia baca di naskah latihan mereka. Tapi di sudut halaman, ada tulisan tangan yang tampaknya dibuat terburu-buru. Tulisan tangan "Kebenaran selalu mencari jalannya. Hati-hati dengan apa yang kau perankan." Nara menatap tulisan itu dengan bingung, lalu beralih menatap Maya. Sebelum Maya sempat berkata apa-apa, suara langkah kaki terdengar lagi dari luar ruangan. Kali ini lebih berat, seolah-olah seseorang sedang mendekat dengan cepat. Maya mulai panik “Ada yang datang! Cepat, Nara! Kita harus keluar dari sini!” Tapi Nara tidak bergerak. Dia masih terpaku pada tulisan tangan itu, seolah-olah menemukan potongan teka-teki yang selama ini dia cari. Nara berbisik pada Maya dengan suara serak “Ayahku yang menulis ini...” Suara langkah kaki semakin dekat. Tirai bergoyang keras, dan layar pun gelap.Nara tak menyangka jika Adrian bisa sampai terluka parah bersimbah darah. Ia segera mamapah Adrian kedalam Apartemennya. Kemudian ia menutup pintu dan membawakan obat untuk segera membalut tangan Adrian yang terluka. “Adrian apa yang terjadi padamu? Kenapa bisa sampai seperti ini?” Tanya Nara dengan rasa khawatir yang menyelimuti dirinya, dan nampak begitu jelas di wajah Nara. “Aku tidak apa-apa, hanya tak sengaja menabrak seseorang saat akan keluar dari rumah.” Jawab Adrian mencari alasan agar Nara tidak terlalu mengawatirkan dirinya. “Kamu jangan membohongiku! Ini jelas-jelas luka senjata tajam, ini belati yang mengandung racun. Dan racunnya baru saja aku bersihkan, mungkin masih tersisa sedikit.” “Kamu tahu tentang obat-obatan Nara?” Tanya Adrian penasaran. Nara menganggukkan kepalanya, dan menjelaskan jika ia belajar mengenal obat-obatan sejak ia masih kecil, ia sering membuat berbagai macam ramuan herbal untuk segala penyakit. “Aku tak menyangka jika kau begitu teramp
Hati mereka begitu hancur mendengar Nara tak sadarkan diri. Setelah Nara dipindahkan keruangan VIP, mereka begitu tegang menunggu berjam-jam hingga jam 3 dini hari, Nara belum juga ada tanda-tanda perubahan. Adrian tak menyangka jika Nara akan seperti ini. Ditengah kegelisahannya. Datanglah Maya dan Reza yang baru saja membeli makanan untuk mereka. “Makanlah walau sedikit, jika kamu sakit siapa yang akan menjaga Nara nantinya?” Sambil menerima nasi jitak yang diberikan oleh maya untuknya. “Terimakasih May, maaf jadi merepotkanmu! Apa kalian sudah makan?” “Tidak apa, kebetulan kami sudah makan tadi diwarung makan. Kami bersyukur juga jam segini, masih ada warung makan yang buka.” Andrean merasa terharu dengan kebaikan sahabat, yang belum lama ia kenal. Keesokan paginya disaat mereka sedang terlelap tidur terdengar suara gelas terjatuh. Hingga membuat mereka terkejut. Saat mereka terbangun hak yang tak terduga terjadi pada pada Nara. “Nara, cepat tolong Nara! Sedangkan kau
Adrian dan Reza menjadi begitu panik ketika mendapatkan kabar yang tak terduga dari nomor tak dikenal. “Apa kamu bisa melacak nomor tersebut ?” tanya adrian yang terlihat begitu panik. “Kamu jangan terlalu panik, jika kamu bersikap seperti ini, pikiranmu tidak akan bisa memecahkan masalah. Tunggu, sepertinya handphonemu berdering.” Nomor yang sama kembali menghubungi Adrian meminta ia mencari alamat yang dikirimkan padanya. Mereka segera berangkat menaiki mobil Reza. Tak berselang lama mereka telah sampai ditempat yang mereka cari. Rumah tua yang terlihat sangat lusuh dan penuh dengan rerumputan yang tumbuh menjulang tinggi menutupi halaman rumah. Adrian bersama Reza berjalan perlahan, sebelum mereka beraksi Adrian menghubungi seseorang. Setelah itu mereka segera beraksi, saat mereka tengah melangkahkan kaki hal tak terduga terjadi. “Hahaha, tak ku sangka kamu begitu peduli padanya!” “Siapa kamu!” Seru Adrian dan Reza. “Kalian tidak perlu tau siapa aku, tapi yang perlu kalian
“Kenapa Ayahku selalu saja terlibat dalam perbuatan mereka. Sungguh sangat merasa putus asa. Aku kira pementasan yang sebelumnya akan membuatku naik daun. Tapi ternyata aku harus menyelesaikan masalah seperti ini.”“Kamu tidak bersalah Nara, jadi jangan pernah menyesali semua keputusan yang sudah kamu ambil,” ujar Adrian dengan lembut.Maya yang masih sibuk dengan laptopnya segera menyelesaikan semuanya. Setelah dirasa data mereka sudah cukup kini maya menyerahkan sebuah berkas penting. ia mendekati Nara mencoba menghiburnya. Nara berharap semua ini segera berakhir, karena ia sudah tidak tahan lagi dengan apa yang terjadi. Malam-malam yang ia lalui terasa begitu kelam. Namun ia harus selalu dituntun dengan keadaan.“Sudahlah Nara aku tahu kamu ingin sekali menjadi seorang yang mempunyai bakat. Bahkan ingin menjadi seorang penulis hebat seperti ayahmu. Tapi kamu dihadapkan dapam dua pilihan,” jawab Maya sambil mendekati Nara dan menyeka air matanya.“Terimakasih Maya kamu selalu ada u
Kegelapan menyelimuti ruangan, hanya diiringi oleh suara langkah kaki yang mendekat. Sutra terus berbicara, suaranya dingin dan penuh ejekan.“Tidak ada gunanya kalian lari,” katanya, suaranya menggema di gudang kosong itu. “Aku sudah memprediksi langkah kalian. Dan sekarang, aku ada di sini untuk mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.”Nara merasa tubuhnya gemetar, tetapi genggaman Adrian di tangannya memberikan kekuatan yang tak ia sangka. Dengan napas tertahan, ia berbisik, “Kita harus keluar dari sini.”Adrian mengangguk pelan. "Ikuti aku. Maya, Reza, siapkan rencana keluar."Reza memberikan isyarat tangan kepada Adrian, lalu bergerak dengan sigap menuju bagian belakang gudang, mencari jalan keluar alternatif. Sementara itu, Maya sibuk menyimpan perangkat keras yang berisi data penting ke dalam tas kecilnya.Namun, langkah Sutra semakin dekat. Suaranya kini terdengar semakin tajam. “Jadi, ini yang tersisa dari keluarga Darma Yudha? Memalukan sekali.”Nara menggigi
Lorong menuju ruang arsip utama dipenuhi suara derap langkah penjaga yang mulai mendekat. Nara, Adrian, Reza, dan Maya bergerak dengan hati-hati, menjaga agar setiap langkah mereka tak mengundang perhatian. Pria tua yang sebelumnya mereka temui memberi petunjuk jalan sebelum bersembunyi kembali di salah satu ruangan. "Ruang arsipnya ada di ujung lorong ini," bisik Maya sambil memegang tablet yang memindai peta digital bangunan. "Tapi kita harus melewati setidaknya tiga lapis pengamanan." "Berapa banyak penjaga?" tanya Adrian, memeriksa pistolnya. "Setidaknya ada enam di area ini, tapi kita tidak tahu berapa banyak yang berjaga di depan ruang arsip," jawab Maya. Reza memberikan tanda tangan kepada tim untuk terus bergerak. “Kita harus melakukannya dengan cepat dan senyap. Kalau mereka tahu kita di sini, mereka bisa menghancurkan data sebelum kita sempat mendapatkannya.” Langkah mereka terhenti di depan pintu baja besar, salah satu lapisan pertama yang harus dilewati. Maya segera b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments