When Drama Becomes Reality

When Drama Becomes Reality

last updateLast Updated : 2025-01-16
By:  MariyaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
19Chapters
286views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Nara mendapatkan peran utama dalam sebuah sandiwara. Anehnya, naskah sandiwara itu terasa sangat familiar, seperti menceritakan kembali kejadian-kejadian yang ada dalam hidupnya. Selama latihan, Nara merasa ada yang aneh dengan adegan dan dialog sandiwara tampak berhubungan langsung dengan masa lalunya, yang selama ini dia coba lupakan. Dia mulai merasa seperti hidupnya sedang dipentaskan. Nara mencari tahu lebih dalam dan menemukan bahwa sandiwara ini adalah penggambaran dari kejadian nyata dalam hidupnya, termasuk rahasia keluarga yang disembunyikan. Ada orang-orang di sekitarnya yang terlibat, termasuk Aksara, yang ternyata tahu lebih banyak dari yang seharusnya. Saat malam pementasan, Nara dihadapkan pada pilihan: mengikuti jalannya sandiwara yang akan mengungkap rahasia kelam, atau mengubah alur cerita untuk menghindari kehancuran di dunia nyata.

View More

Chapter 1

Tirai Pertama

Ruang latihan teater yang luas, dindingnya dipenuhi cermin besar. Beberapa kursi kayu tersusun berantakan di sudut, sementara lampu panggung menyinari meja panjang yang dipenuhi naskah dan botol air mineral. Di sisi ruangan, tirai merah tebal menggantung, membatasi panggung kecil yang digunakan untuk latihan.

Nara berdiri di tengah panggung kecil, memegang naskah di tangan. Wajahnya tampak serius, berusaha mencerna kata-kata yang baru saja dia baca. Maya duduk di tepi panggung, mengamati dengan penuh perhatian. Maya sedikit kesal tapi ia mencairkan suasana dengan bercanda.

“Hei, Nara, ini baru latihan, bukan audisi besar. Santai sedikit, dong.”

Nara melirik Maya sambil mengerutkan dahi sembari mengangkat naskah di tangannya.

“Santai? Gimana aku bisa santai kalau dialognya kayak...begini?”

Nara mendekati Maya lalu berbicara dengan suara pelan. “Itu dia masalahnya, May. Dialog ini... terasa aneh. Seperti aku pernah mendengarnya sebelumnya.”

Maya tertawa kecil pada Nara. “Yah, kan semua drama pasti mirip. Konflik keluarga, cinta terlarang, rahasia besar. Itu resep klasik.”

Nara menatap Maya, kemudian menggelengkan kepala dengan ekspresi bingung. Nara sedikit menghela nafas panjang.

“Bukan soal klise atau enggak, tapi...kalimat ini. Aku merasa pernah mengucapkannya.”

Maya merasa cemas, tapi mencoba mencairkan suasana. “Mungkin di kehidupan sebelumnya kamu penulis naskah?”

Sebelum Nara sempat menjawab, suara langkah kaki berat terdengar mendekat. Aksara masuk ke ruangan dengan ekspresi tenang tapi tegas. Semua mata tertuju padanya.

Aksara berdiri di tengah ruangan, mengenakan jas hitam sederhana. Dia menatap Nara dengan pandangan tajam.

Dengan wajah serius Aksara menghampiri Nara. "Nara, bagaimana menurutmu naskahnya?”

Nara terkejut, mencoba menjawab dengan hati-hati. “Jujur, ini... luar biasa. Tapi, beberapa bagian terasa... terlalu familiar.”

Aksara senyum tipis “Familiar?”

Nara sedikit terbata “Ya, seperti aku pernah mengalaminya.”

Aksara bebicara dengan nada misterius “Itu berarti kamu memahami inti cerita ini. Tidak semua orang bisa merasakannya seperti itu.”

Nara terdiam, merasa ucapannya tidak ditanggapi serius. Maya, yang sejak tadi memperhatikan, mencoba mencairkan suasana.

Maya kemudian membuka suara dengan nada santai. “Pak Aksara, dari mana Anda mendapatkan inspirasi untuk naskah ini? Ceritanya begitu hidup, seolah-olah memang terjadi di dunia nyata.”

Aksara menatap Maya, lalu ke Nara. “Inspirasi? Kehidupan itu sendiri adalah panggung terbesar. Terkadang, cerita terbaik lahir dari luka terdalam.”

Aksara menatap Nara lebih lama, seolah-olah dia tahu sesuatu yang tidak diketahui orang lain. Nara merasa tidak nyaman, tetapi tidak bisa mengalihkan pandangannya.

Setelah Aksara pergi, Nara kembali duduk, tetapi pikirannya masih dipenuhi kegelisahan. Maya menghampirinya dengan wajah serius.

“Kamu baik-baik saja?”

Nara menunduk, berbisik “Aku enggak tahu, May. Rasanya... ada sesuatu yang salah.”

Maya merangkul pundak sambil menepuk bahu Nara “Hey, kamu cuma terlalu tegang. Ini cuma naskah, bukan ramalan masa depan.”

Nara mengangkat naskahnya, membaca dialog dengan pelan. Dia berhenti di salah satu kalimat, tatapannya tiba-tiba berubah kosong.

Nara bergumam dalam hati "Setiap rahasia akan terbuka, tak peduli seberapa rapat kau menutup tirai."

Maya terkejut melihat ekspresi Nara “Kenapa, Nara?”

Nara berbisik ditelinga Maya “Itu... Itu adalah kata-kata terakhir yang aku dengar dari ayahku sebelum dia menghilang.”

Setelah Nara mengatakan dialog terakhir ayahnya, suasana menjadi sunyi. Maya terlihat bingung sekaligus khawatir. Di kejauhan, suara langkah kaki kembali terdengar, tetapi kali ini pelan dan berirama seperti gema di lorong kosong.

Maya berbisik “Apa maksudmu, Nara? Itu cuma dialog, kan?”

Nara masih menatap naskah, suaranya gemetar. “Aku ingat betul. Malam sebelum ayahku menghilang, dia berkata begitu. Jika setiap rahasia akan terbuka, tak peduli seberapa rapat kau menutup tirai.”

Maya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Langkah kaki berhenti. Lampu ruangan tiba-tiba berkedip-kedip, membuat suasana semakin mencekam. Maya berusaha mencairkan suasana dengan bercanda, tetapi suaranya terdengar kaku.

Maya tertawa kecil, gugup “Mungkin... mungkin kebetulan? Lagi pula, naskah ini ditulis sama Pak Aksara. Dia pasti enggak ada hubungannya sama....”

Tiba-tiba, tirai merah di ujung ruangan bergoyang, meski tidak ada angin. Keduanya terdiam. Nara berdiri perlahan, seperti terhipnotis.

Nara dengan suara pelan “Aku harus tahu!”

Maya memegang lengan Nara, serta panik. “Tahu apa? Nara, jangan bikin aku takut!”

Nara menunjuk ke tirai “Apa yang ada di balik itu?”

Maya menelan ludah, mencoba tetap tenang. Namun, suara napas Nara yang berat membuatnya ikut merasa tegang. Dia tahu, ruangan di balik tirai itu jarang digunakan karena sudah lama dikunci.

Dengan langkah ragu, Nara mendekati tirai. Maya mengikutinya dengan enggan, mencoba mencegahnya tetapi terlalu takut untuk berkata-kata. Nara menyibak tirai perlahan. Di belakangnya, tampak sebuah pintu tua yang kusam, dengan gagang berkarat.

Maya berbisik ditelinga Nara “Itu cuma pintu gudang, Nara. Jangan berlebihan.”

Nara menjawab dengan nada datar, seolah yakin “Tidak. Ada sesuatu di dalamnya.”

Nara memegang gagang pintu. Ketika dia mencoba membukanya, pintu itu macet. Dia mendorongnya dengan tenaga penuh, dan akhirnya pintu terbuka dengan bunyi berderit yang menyeramkan. Sebuah ruangan gelap terlihat, hanya diterangi sedikit cahaya dari celah tirai.

Di dalam, ruangan itu tampak kosong, kecuali sebuah meja kecil di tengahnya. Di atas meja, ada sebuah kotak kayu berukir dengan kunci yang hilang. Nara mendekat, sementara Maya berdiri di pintu dengan cemas.

Maya sambil berbisik gugup “Nara... kita enggak seharusnya di sini. Kalau Pak Aksara tahu, dia bisa marah besar.”

Nara mengabaikan Maya, menatap kotak itu “Kotak ini... aku pernah melihatnya.”

Nara menyentuh kotak itu, lalu membuka perlahan meskipun terkunci. Anehnya, kotak itu terbuka dengan mudah. Di dalamnya ada naskah kuno dengan halaman yang sudah menguning. Pada sampulnya tertulis: "Rahasia di Balik Tirai". Mata Nara membelalak.

Maya terkejut, mendekati Nara “Apa itu?”

Nara membalik halaman pertama, membaca dialog pembuka dengan suara rendah. Kata-katanya sama persis dengan yang dia baca di naskah latihan mereka. Tapi di sudut halaman, ada tulisan tangan yang tampaknya dibuat terburu-buru.

Tulisan tangan "Kebenaran selalu mencari jalannya. Hati-hati dengan apa yang kau perankan."

Nara menatap tulisan itu dengan bingung, lalu beralih menatap Maya. Sebelum Maya sempat berkata apa-apa, suara langkah kaki terdengar lagi dari luar ruangan. Kali ini lebih berat, seolah-olah seseorang sedang mendekat dengan cepat.

Maya mulai panik “Ada yang datang! Cepat, Nara! Kita harus keluar dari sini!”

Tapi Nara tidak bergerak. Dia masih terpaku pada tulisan tangan itu, seolah-olah menemukan potongan teka-teki yang selama ini dia cari.

Nara berbisik pada Maya dengan suara serak “Ayahku yang menulis ini...”

Suara langkah kaki semakin dekat. Tirai bergoyang keras, dan layar pun gelap.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
19 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status