Saskia memesan sepiring nasi uduk dengan telur dadar dan sambal kacang, namun tidak menyentuhnya. Selera makannya hilang entah kemana.Dia duduk di pinggir, dekat dengan jendela yang menghadap ke taman rumah sakit. Kantin yang terletak di lantai dasar itu mempunyai menu yang cukup lengkap dan rasanya juga lumayan enak. Kadang menu di kantin rumah sakit rasanya seperti hati yang terluka, sepahit apapun harus diterima.'Kenapa Ibu memukulku? Apa Ibu sangat marah karena aku pergi bersama Andry? Aku akan pulang dan meminta maaf,' batin Saskia sambil melamun." Permisi Mbak." Saskia mendongak, di sebelah mejanya berdiri seorang pria mengenakan kaos dan celana jeans. "Iya ?" sahut Saskia bingung."Maaf, apa kursi ini kosong? Kursi lain terisi," sahut pria itu.Saskia mengedarkan pandang, baru sadar kalau kantin itu penuh. Serombongan anak sekolah ramai memakan soto. Sepertinya mereka habis menjenguk atau mengantar temannya. Rombongan anak sekolah itu menghabiskan sebagian besar Kursi di k
"Haaahh?" Saskia terperangah. Baru kali ini Alvaro meminta hal seperti itu di dalam mobil. "Buka sendiri atau aku yang membukanya," kata Alvaro dengan nada datar yang dingin. Saskia merasa seperti berhadapan dengan ular phyton yang tenang namun siap mematuk mangsanya. "B ... baik." Dengan tangan gemetar Saskia meloloskan celananya melewati kedua kaki jenjangnya. Wanita itu tak berani lagi untuk sekedar melirik pada wajah setampan dewa di sebelahnya.Tangan kiri Alvaro menyibak rok yang dipakai Saskia lalu mulai beraksi. Saskia menahan napas namun tak tahan lagi. Desahannya lolos dari bibirnya, membuat gerakan tangan Alvaro semakin cepat.Dua kali Saskia mencapai pelepasan sepanjang perjalanan menuju ke rumah mereka. Alvaro memarkirkan mobil lalu membuka seat belt. Dilihatnya Saskia tak bergerak karena lemas setelah pelepasannya. Alvaro keluar dari mobil dan membuka pintu di sisi Saskia.Alvaro melepas seat belt istrinya. Dia meraih celana dalam yang teronggok di karpet mobil lalu me
Saskia dan Bude Darsi duduk di baris ketiga di majelis taklim yang semua pesertanya adalah wanita di sekitar masjid. Karena rumah Alvaro terletak di daerah elit, hanya sedikit nyonya rumah yang mengikuti kajian itu. Peserta kajian lebih banyak merupakan asisten rumah tangga seperti Bude Darsi. Jika pun ada pemilik rumah yang hadir, biasanya mereka yang sudah sepuh.Tema kajian kali itu adalah mengenai nafkah istri. Saskia mendengarkan dengan cermat. Ternyata Alvaro sudah mengaplikasikan bagian itu dengan tepat. Alvaro membedakan uang belanja keperluan rumah tangga dengan nafkah yang diberikannya untuk keperluan pribadi Saskia.Setelah selesai, Saskia dan Bude Darsi berjalan kaki kembali ke istana Alvaro. Mereka memilih berjalan karena jarak ke masjid hanya sekitar 600 meter."Nyonya, ada seorang gadis yang menunggu Nyonya di ruang tamu. Katanya dia ditugaskan oleh Tuan Alvaro untuk menjadi asisten pribadi Nyonya," lapor security yang membukakan pintu gerbang."Oke Pak Rahman. Terimaka
Saskia masih melamun ketika mata yang tertutup itu terbuka perlahan. Maniknya yang kebiruan beradu pandang dengan manik hitam Saskia. Saskia terpaku, wajahnya memerah."Kamu mengamatiku? Apa aku mengeces?" tanya Alvaro sambil menyunggingkan senyum yang membuat jantung Saskia berlompatan."A ... aku ... ingin membicarakan sesuatu kalau Papa tidak sibuk," jawab Saskia terbata. Seketika senyum Alvaro lenyap. Alvaro tahu Saskia pasti ingin membicarakan tentang Andry. Apa Saskia akan memintanya untuk membiarkannya pergi? Jika itu keinginan Saskia, apa yang bisa dilakukan Alvaro untuk menahannya?"Sepertinya hari ini aku bisa pulang cepat. Kita akan bicara nanti malam,,oke? Sekarang aku mau olahraga dulu," kata Alvaro, tangannya mulai meremas dada Saskia yang padat dan kenyal. Alvaro tak ingin memikirkan tentang apa yang akan terjadi nanti malam.Saskia menggigit bibir, bersiap menerima rasa sakit yang selalu mengiringi penyatuan mereka. Entah gaya bercinta aneh apa lagi yang akan diprakte
Ada ketegangan dalam suara Alvaro, membuat Saskia keheranan. Wanita itu lalu melongok dari balik punggung Alvaro. Matanya seketika membola. Andry sedang duduk di kursi makan bersama Orlando yang duduk di kursi kebesarannya. "Al, Sasi. Ayo duduk." Orlando melambaikan tangan kepada Alvaro dan Saskia. Andry menoleh, sesaat wajahnya nampak marah melihat kebersamaan Alvaro dan Saskia, akan tetapi dia berhasil menguasai diri. Di menit berikutnya, raut wajahnya nampak tenang. Lelaki tampan bermanik hitam itu menatap Saskia dengan sorot merindu. Alvaro bergeming. Tubuhnya kaku. Dia tak suka ada yang memandangi istrinya dengan tatapan penuh hasrat seperti yang dilakukan Andry sekarang."Al, dia adikmu. Kenapa kamu hanya berdiri di situ?" Orlando menatap tajam pada Alvaro.Kali ini Saskia ikut membeku. Andry adiknya Alvaro? Di mana kemiripannya? Apa Orlando sedang bercanda?"Ayo duduk." Orlando kembali berkata, kali ini nadanya tegas tak ingin dibantah.Alvaro menghembuskan napas kasar lalu
Malam itu juga Andry pindah ke istana Alvaro. Andry mendapat kamar di seberang kamar Alvaro. Kamar mereka terpisah oleh tangga utama yang besar.Saskia mengantar Orlando ke kamarnya bersama Wiji, lalu masuk ke kamarnya bersama Alvaro. Saskia melihat suaminya sedang duduk di balkon sambil merokok. Wajah tampan yang terlihat dari samping itu membentuk bayangan hidung mancung dengan rahang yang tegas. Matanya menerawang entah kemana. Saskia mendekat perlahan. Sepertinya Alvaro tak menyadari kehadiran Saskia. "Pa ... ," panggilnya lirih.Alvaro bergeming. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri."Pa ...." Saskia memanggil lagi, lebih keras.Alvaro sedikit melompat saking kagetnya."Kau mengagetkanku," gerutu Alvaro. Matanya mengerjap beberapa kali lalu kembali menatap taman yang temaram disinari lampu-lampu berwarna oranye. "Papa mau kutemani?" tanya Saskia, berdiri di ambang pintu balkon kamar."Boleh. Duduk sini." Alvaro mematikan rokoknya. Saskia duduk di sisinya, berbatasan dengan meja
Masalah itu selesai dengan berakhirnya si aktor di rumah sakit dan produksi film tertunda selama beberapa bulan. Aktor itu juga mendapat gugatan cerai dari istrinya. Sang aktor tidak berani menuntut apapun kepada Alvaro karena Alvaro akan menyebarkan skandal itu dan mematikan karir si aktor jika dia melakukannya.Sedangkan Sandra, tentu saja Alvaro mengambil mobil mewahnya dan menjualnya. Alvaro tak ingin ada apa pun yang mengingatkannya pada wanita ja*ang itu. Hari itu juga Alvaro mengganti kode pintu apartemennya dan menendang Sandra keluar hanya dengan pakaian yang dibawanya ke Paris. Semua perhiasan yang ditinggal di apartemen dijual oleh Alvaro.Kecuali satu perhiasan, yaitu cincin berlian biru yang awalnya hendak dipergunakan untuk melamar Sandra.Alvaro tersenyum getir, kedua sudut bibirnya sedikit terangkat. Hatinya terluka dalam dengan kejadian itu sehingga dia tak berminat untuk menjalin hubungan lagi. Kebohongan dan pengkhianatan adalah dua hal yang tidak bisa ditoleransiny
"Aku baru tahu kalau kisahnya sesedih itu," gumam Saskia. Tadi pagi saat menyiapkan sarapan di dapur bersama Bude Darsi, wanita paruh baya itu menceritakan apa yang didengarnya mengenai masa lalu Andry dari Pakde Gito. Pakde Gito telah bekerja pada keluarga Hanssen sejak Maureen remaja. Dia tahu semua tentang keluarga Hanssen, namun dia hanya berbagi kisah itu kepada Bude Darsi yang dianggapnya seperti saudaranya sendiri."Apa Nyonya sudah mengenalnya sebelum ini?" tanya Hanifah.Saskia hanya mengangguk sambil lalu."Han, sejam lagi kita berangkat ke outlet. Tolong bilang Mang Deden untuk bersiap," pinta Saskia."Baik, Nyonya," sahut Hanifah lalu menuju ke garasi. Di tengah perjalanan, gadis berhijab itu berpapasan dengan Wiji."Han, kamu tahu berita terbaru?" bisik Wiji sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Wajahnya menampilkan ekspresi sedang membawa berita heboh."Apa? Tuan Andry?" Tanpa sadar Hanifah ikut memelankan