Paramitha Chandani terbuai dengan sentuhan panas yang membangkitkan gairah, di malam hari pernikahannya yang keempat. Dalam alam bawah sadarnya, Mitha menganggap dia sedang bermimpi melakukan hubungan panas dengan suami tercintanya. Namun, betapa terkejutnya Mitha saat ia terbangun dan mendapati Cakra—sang adik ipar tidur bersamanya. Kondisi itu diperparah, ketika pada tubuh mereka tidak ada sehelai kain pun yang menempel. Sebenarnya apa yang terjadi di antara Mitha dan sang adik ipar? Terlebih Mitha dan Cakra sadar, bahwa terdapat noda merah di atas kain putih yang semalam mereka pakai bersama.
View More“Kamu sudah siapkan perlengkapan dinasmu, kan, Mith? Pastikan kamu pakai lingerie yang aku kasihkan kemarin!”
Paramitha Chandani, atau yang akrab disapa Mitha, sedang melakukan panggilan telepon bersama teman kantornya. Terdengar temannya itu mengoceh dengan sedikit menuntut pada Mitha.“Iya. Aku sudah siapkan semuanya,” jawab Mitha, “tapi, Nin.”“Hmm?” sahut wanita di dalam panggilan itu.“Aku malu, apalagi pakai lingerie yang kamu kasih. Rasanya agak sangat terbuka,” papar Mitha dengan nada bicara yang terasa geli.“Eh, mana ada lingerie yang nggak terbuka, Mith! Sudah pakai saja, kamu pasti sexy. Aku sudah bisa membayangkan suamimu bakal langsung on, saat melihatmu pakai lingerie cheongsam itu.”Mitha mendesah. Tadi pagi dia sudah mencoba menggunakan lingerie yang sedang mereka bicarakan. Bulu kuduknya langsung berdiri, saat kain berbahan transparan itu menempel pada tubuh putih nan mulusnya.“Mitha, kamu sudah menikah selama empat tahun. Dan ini adalah hari anniversary kalian! Masa kamu mau gitu-gitu aja? Kapan punya anaknya dong? Katanya mertuamu sudah menagih cucu terus,” omel Anin, teman Mitha.Rasanya Mitha seperti ditampar oleh ucapan temannya itu. Memang benar apa yang dikatakan Anin. Sampai kini Mitha hanya terdiam, tidak memiliki keberanian untuk menyanggah.“Sudahlah, Mith, jangan takut. Aslinya berhubungan badan itu enak, lho! Pokoknya persiapannya harus matang, ya,” pungkas Anin.Setelah mengatakan hal demikian, wanita itu menutup panggilannya.Mitha kini hanya bisa mendesah. Dadanya kini berdegup kencang. Apalagi membayangkan dirinya dan sang suami melakukan hubungan badan, seperti pada film biru yang beberapa kali sudah ditontonnya.“Ah, tenanglah, Mitha!” katanya sambil mengacak-acak rambut, “sekarang tenang dan siapkan makan malam untuk suamimu. Harus makan malam terbaik, karena akan ditemani dengan wine yang sangat mahal.”Kedua bola mata hitam Mitha melirik ke arah botol wine. Niatnya Mitha akan menyuguhkan minuman itu, di saat makan malam sederhana di hari jadi pernikahannya. Mitha tahu betul, kalau Candra—suaminya—senang sekali minum wine.Ketika Mitha sedang berkutat di dapur, dia mendangar suara yang sedikit membuat penasaran dirinya. Ingin memastikan, Mitha segera beranjak dari tempatnya.“Lho, Mas, mau ke mana? Bukannya Mas baru saja pulang kantor?” tanya Mitha pada pria yang ternyata adalah suaminya, Candra Danendra.Terlihat Candra sedang sibuk menyeret koper mininya.“Aku ada perjalanan dinas,” jawab Candra cepat.Mitha mengerutkan dahinya, “Perjalanan dinas? Kenapa mendadak?”Seingat Mitha, suaminya itu tidak memberitahu apa pun terkait perjalanan dinas.“Ya. Aku harus menggantikan Pak Levi. Mith, bisa transfer uang lima juta ke rekeningku? Khawatir aku kehabisan uang,” pinta Candra.“Sebentar, Mas.” Mitha menghampiri Candra, “kenapa Mas yang harus menggantikan Pak Levi? Memangnya tidak ada orang lagi?”“Tidak.”Tangan Candra kini sibuk dengan ponselnya. Jemarinya menari di atas layar, sedang membalas pesan pada seseorang.“Aku berangkat. Jangan lupa transfer uang lima juta,” pamit Candra.Namun, Mitha langsung menahan suaminya untuk pergi. Tangan Mitha kini memegang lengan Candra. Suaminya itu menoleh ke belakang dan menunjukkan wajah kesal.“Mas, bisa tidak untuk minta orang lain saja yang menggantikan Pak Levi? Apa Mas tidak ingat hari ini hari apa?” ucap Mitha dengan sedikit nada memohon.“Hari Kamis. Sudah ku bilang, tidak ada orang lain!” kata Candra dengan cepat.Mendengar jawaban Candra, seketika raut wajah Mitha berubah sendu.“Hanya hari Kamis? Mas tidak mengingat hal lain lagi?”Malas dengan setiap pertanyaan Mitha, Candra menepis tangan istrinya.“Kamu ngomong apa, sih? Aku sudah ditunggu di kantor sama yang lain.”“Mas, hari ini anniversary kita yang keempat!” Mitha langsung menegaskan pada Candra.Sayangnya, respon Candra hanya mendengus. Hal itu sukses membuat hati Mitha mencelos.“Ya ampun, Mith. Kita bukan remaja yang harus merayakan hal remeh seperti itu,” cibir Candra, “sudahlah, aku berangkat. Jangan lupa transfer!” katanya memperingatkan.Tidak memiliki keberanian yang kedua kali untuk menahan, Mitha pun merelakan suaminya pergi. Melihat punggung suaminya yang semakin menjauh lalu menghilang dari pandangan.“Selalu saja seperti ini setiap tahun,” lirih Mitha.Pandangan Mitha kini mulai terlihat kabur. Genangan air kini sudah menumpuk di pelupuk mata. Dengan cepat Mitha menyeka kedua matanya. Tidak ingin buliran air itu lolos membasahi pipinya.Untuk beberapa saat, Mitha lupa dengan aktivitasnya. Sampai akhirnya indra penciuman milik wanita itu mencium aroma yang sangat menyengat.“Astaga! Masakanku!” pekik Mitha, seraya berlari menuju dapur.Sialnya, masakan yang sedang dibuat oleh Mitha kini tidak terselamatkan.***Malam hari Mitha hanya bisa meratapi nasibnya. Semua rencananya gagal total. Hatinya sangat hancur karena sikap sang suami.Semesta seolah mendukung kesedihan yang sedang dirasakan Mitha. Karena faktanya, kini kota Bandung diguyur oleh hujan lebat.Saat Mitha sedang makan malam sendirian. Dia mendengar bel rumahnya berbunyi. Mitha langsung mengerejap dan berlari menuju pintu.“Ah, pasti itu Mas Candra!”Begitulah pikir wanita berumur 28 tahun itu. Dia masih mengharapkan suaminya pulang.“Mas Can pasti tadi lagi nge-prank aku.”Mitha sibuk dengan pikiran positifnya terhadap sang suami.Sampai akhirnya Mitha harus merasakan kekecewaan. Tatkala melihat sosok laki-laki lain yang sedang berdiri di depannya.“Cakra?”BERSAMBUNG ….Suara tawa menggelegar seisi ruangan. Baik Mitha maupun Cakra, keduanya sama-sama terlonjak. Mereka berdiri dengan kedua pupil melebar dan mulut menganga. “Hebat!” Candra bertepuk tangan sembari melangkah mendekat ke arah mereka.Tubuh Mitha bergetar, dia merasakan ketakutan yang sangat hebat. Pikirannya kacau, karena suaminya memergoki mereka sedang bersama dengan kondisi yang tidak semestinya. Namun, Cakra langsung menggenggam tangan Mitha. “Oh, ini yang kalian lakukan selama ini? Di hadapanku, kalian seperti saudara ipar. Tapi, di belakangku?” Candra mendengus, lalu tertawa. “Hahaha. Sumpah, ini seperti sinetron!” Mulut Mitha bergetar, dia ingin melawan. Memberikan serangan balik pada suaminya, yang tak jauh lebih buruk darinya. Akan tetapi, lidahnya terasa kelu. “Mitha!” teriak Candra.Seketika Mitha tersentak dan kakinya terpaku. “Kamu itu seperti nggak punya otak, ya? Adik ipar sendiri di embat! Ternyata kamu sangat hina!” Mata Candra menatap nyalang dan wajahnya memerah. B
Aroma masakan membangunkan Mitha dari tidurnya. Namun, sedetik kemudian dia sadar, kalau dia sudah ada di kamarnya. Seketika dia terkejut dan bangun dari posisi tidurnya.“Ahhh!” desah Mitha, sambil memijit kepalanya yang terasa berat. Kakinya turun dari ranjang, lalu membawanya menuju dapur. Dan mendapati seseorang di sana.“Cakra,” panggil Mitha. Punggung itu milik adik iparnya. Sontak Cakra menoleh. “Sudah bangun?” sapa Cakra. Mitha pun berjalan mendekat ke arahnya. Mata wanita itu nampak bengkak. “Kamu kenapa?” tanyanya. Tangan Cakra memegang wajah Mitha. “Kamu yang mindahin aku ke kamar?” Alih-alih menjawab, Mitha malah melontarkan pertanyaan. Cakra mengangguk. “Kamu tidur di sofa. Aku pindahkan, karena ngelihat kamu kayak yang capek banget. Kamu sakit? Nggak kerja?” tanya Cakra. Mitha memandang sorot mata Cakra yang menyiratkan kekhawatiran. Bibirnya mengerucut dan berdenyut. Matanya terasa perih dan mengaburkan pandangan.“Kak Mitha? Kenapa?” tanya Cakra lagi. Merasa ada y
Mitha tak kuasa melihat perbuatan keji mereka. Pikirnya, perbuatan baik Candra padanya menandakan bahwa pria itu sudah membuka hati untuknya. Apalagi, saat itu Candra pernah menyentuh tubuhnya dan berciuman dengan Mitha. Namun, malam itu Mitha menolak untuk melakukan hal yang lebih dari itu, karena dia merasa takut. Dengan tangisan yang tidak berhenti, Mitha pergi dari dari rumah.“Ternyata Mas Candra sekejam itu padaku,” ucapnya lirih. Air mata sudah tak terbendung lagi. Kini Mitha sedang berada di kantornya, menenangkan diri dan memutuskan untuk bermalam di sini. *** “Kamu tidur saja di sini, Key,” cetus Candra sambil memeluk tubuh belakang Keyza. “Serius? Kalau Mitha atau adikmu datang gimana?” tanya Keyza, dia sedang mengoleskan pewarna bibir yang merah merona. Candra menempelkan dagunya pada pundak Keyza. Dia menatap wajah cantik wanita itu dari pantulan cermin.“Mitha tadi chat, dia bakal lembur dan kemungkinan besar tidur di kantor. Kalau Cakra dia ada acara. Katanya mau
Keyza menggigit kuku ibu jarinya. Dia berjalan mondar-mandiri di apartemennya. Sesekali dia melirik ke arah ponsel yang terletak di atas meja. Hatinya tak karuhan, menunggu balasan pesan dari seseorang yang dinantinya. Sudah hampir tiga bulan, intensitas komunikasi antara Keyza dan Candra berkurang. Bahkan pria itu sudah jarang menemuinya, pulang ke apartemen ini. Padahal, Keyza benar-benar merindukan Candra. Ingin merasakan kehangatan dari dekapan pria yang sudah dicintainya sejak beberapa tahun silam. “Aarrgh!” Keyza menggeram, dia menyugar rambutnya. Penasaran, Keyza meraih ponselnya dan dia segera menghubungi Candra. Napasnya mulai tak beraturan ketika panggilannya itu tak kunjung diangkat. Keyza melirik ke arah jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. “Ah, aku sudah tidak bisa menunggu lagi,” resahnya. Dia segera menyambar tas dan memasukan ponsel ke dalam sana. Dengan langkah yang menggebu, Keyza keluar dari apartemennya. Tujuannya sekarang adalah mengunju
“Mith! Mitha!” seru Anin, yang melihat temannya itu hanya memelototi layar komputernya. Mitha tersentak, lalu menoleh ke arah temannya, “Apa?” tanyanya. “Itu teleponmu bunyi terus dari tadi. Suami mu telepon,” ucap Anin. “Oh, iya.” Mitha segera meraih ponselnya. Sudah ada tiga panggilan tak terjawab dari Candra. Segera, Mitha menghubungi suaminya. “Halo. Kenapa, Mas?” tanya Mitha. “Jam makan siang kita bisa ketemu, Mith? Aku mau minta tanda tanganmu buat pencairan asuransi yang aku bahas tempo lalu,” terangnya. Mitha tak langsung menjawab. Dia diam sejenak. Jujur, Mitha merasa pikirannya berkecamuk sekarang. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih. “Mitha?” panggil Candra yang tak kunjung mendapatkan jawaban. “Hah? Iya. Nanti siang kita ketemu. Di kafe deket kantorku aja, ya, Mas.” “Oke. Kita ketemu di 24 coffe, ya,” tandas Candra. Kemudian panggilan itu pun berakhir. Ponsel itu disimpan di atas meja oleh Mitha. Matanya kembali menatap ke arah layar ko
Baru kali ini—sejak beberapa tahun terakhir— Mitha diajak makan malam berdua bersama suaminya. Sungguh, Mitha dibuat terkejut oleh Candra. Karena pasalnya kini mereka sudah berada di sebuah restoran Jepang.“Kamu mau ramen seperti biasa kan?” tanya Candra pada Mitha.“Boleh, kebetulan aku lagi pengin ramen,” jawab Mitha Dalam hati Mita bertanya; apakah suaminya benar-benar masih mengingat menu favoritnya?“Mas, saya pesan dua beef ramen, kuahnya toripaitan. Minumnya Ocha.” Candra kemudian membuka halaman pada buku menu.“Side dish-nya, karaage 1 dan ekado goreng 1,” imbuh Candra. Mitha sedikit terkejut karena Candra benar-benar masih mengingat menu favoritnya.Setelah mencatat pesanan Candra, pramusaji itu pun segera pergi dan membuat kan pesanan mereka.Hening sejenak, seolah tidak ada yang berani lebih dulu untuk berbicara. Sesekali Mitha mengintip untuk melihat Candra. Terlihat suaminya itu sedang sibuk dengan ponselnya.“Maaf, tadi ada chat dari Faisal. Masalah kerjanya,” ucap
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments