Setelah Anna menyeduh dan mengaduk kopi yang sudah di buat, lalu ia segera kembali ke ruangan kerja dengan langkah cepat dan cukup bersemangat untuk me memberikan permintaan bosnya itu.
Tibanya di depan pintu, Anna menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya pelan. Dan segera masuk untuk segera menyuguhkannya pada sang bos."Tuan, ini kopinya," kata Anna yang masih setia berdiri.Daren yang masih sibuk dengan tumpukan pekerjaan di atas meja, dia menyuruh Anna untuk menyimpannya lebih dulu. "Simpan saja, aku akan meminumnya nanti," perintahnya dengan nada ketus.Anna hanya mengangguk, lalu kembali ke meja kerjanya lagi yang berada tidak jauh dari meja kebesaran Daren. Rasanya ia ingin mengumpat sikap bosnya yang semena-mena memberi perintah."Ternyata aku benar kan, jika dia hanya ingin mengerjai aku saja. Tapi sudahlah biarkan saja kalau dia meminumnya bagus," batin Anna.Satu pesan masuk di ponsel Daren, Daren menjeda pekerjaannya sejenak. Terlihat satu pesan dari ibunya yang selalu membuatnya terkadang mulai merasa bosan."Ibu akan pulang nanti malam, Daren jangan lupa kamu tunggu ibu dan ayah karena ada hal yang ingin kami katakan," peringat nyonya Hilda.Daren mendengus kesal, terkadang jika kedua orang tuanya pulang ke rumah membuat diri tidak betah dan sangat suntuk, karena selalu terus di nasehati.Melihat kopi yang sudah di sediakan oleh Anna di meja, kini lelaki tampan sejuta pesona itu pun mulai meraih segelas kopi dan perlahan mulai meminumnya pelan dan....Anna segera memalingkan wajah, saat bosnya sedang mencicipi kopi panas buatannya.Byur!Baru satu tegukan Daren mencicipi kopi itu, dia segera melepeh-nya karena rasa kopinya yang sangat asin di lidahnya. Tentu saja hal itu membuatnya marah besar dan langsung melirik tajam ke arah meja Anna dengan sorot mata elangnya."Anna! kopi apa yang kamu buat ini? kamu sengaja ya ingin meracuniku?" Daren marah sampai beranjak dari kursi kebesarannya.Anna yang merasa sangat puas, saat melihat ekspresi aneh sang bos. ia berusaha menahan tawa dan tetap bersikap tenang seperti biasanya, seolah tidak tahu apa-apa."Maksud tuan apa? mana mungkin saya berani meracuni orang. Lagian saya tidak terlalu pandai melakukan pekerjaan dapur seperti membuat kopi atau yang lainnya," Anna berdalih.Daren hanya menggelengkan kepala dan tak habis pikir, bisa-bisa Anna membuat kopinya yang rasanya aneh, ia pikir Anna sama pintarnya dengan pekerjaan."Lihat! semua jadi berantakan, sekarang kamu cepat bereskan. Dan bawakan aku baju ganti cepat," titah Daren dengan nada meninggi dan arogan."Tapi tuan, pekerjaan saya masih banyak." Anna menolak. Daren yang tetap pada pendiriannya, ia tidak mentolerir dan tidak mau tahu, dan tetap ingin Anna yang membersihkan semua-nya.Tak ingin berdebat berkepanjangan lagi, Anna segera mematuhi perintah Daren. Tapi sedikitnya ia merasa senang. Karena berhasil mengerjai bosnya itu. Berharap tidak akan menyuruhnya lagi membuat kopi."Benar-benar payah," Daren melepas tuxedo hitamnya yang sudah kotor terkena tumpahan kopi. Sementara Anna segera mengambil alat pel untuk membereskan lantai yang sudah kotor.Namun Anna terkejut, saat melihat atasannya yang hanya memakai kemeja putih terlihat jelas tubuh Daren yang kekar. Sampai membuatnya sangat cangung."Kenapa masih bengong, ayo cepat bereskan," Daren mengingatkan."Baik tuan," Baru saja Anna akan membersihkan lantai di samping Daren. Namun tiba-tiba saja heelsnya licin. Seketika tubuh wanita itu terhuyung dan kehilangan keseimbangan hingga akhirnya terjatuh tepat di pangkuan Daren.BRAKKKK!!Cup!Kedua bola mata Daren melotot, saat tubuh Anna menimpa tubuhnya. Bahkan bibir mereka tak sengaja saling menempel satu sama lain. Meskipun tanpa di sengaja tapi bagi Daren itu adalah ciuman pertama. Sampai membuat jantungnya berdegup sangat kencang.***Di sisi lainParisSuara dentuman musik terdengar nyaring dan menusuk telinga, di iringi lampu disko berkerlap-kerlip, terlihat para wanita dan pria sedang menikmati alunannya hingga membuat mereka tak henti-henti menggoyangkan pinggulnya."Rena, apa kamu yakin akan segera pulang?" tanya seorang pria bertubuh gempal sembari meremas pinggang wanita berambut pirang itu.Mendengar pertanyaan fotografer pribadinya, Renata hanya tersenyum miring sembari meneguk segelas wine yang ada di tangannya."Tentu saja, setelah kontrak pemotretan aku selesai di sini. Aku ingin pulang dulu. Aku kangen suasana rumah, belum lagi para orang tua selalu terus mengingatkan agar tidak terlalu lama di sini, sungguh mereka sangat kolot," Jelas Renata dengan kedua bola mata malasnya."Sungguh sayang sekali, padahal aku dengar ada seorang pengusaha di sini yang ingin mencari model untuk brand tas ternama miliknya, aku pikir kamu tertarik untuk masuk seleksinya. Yang nantinya kariermu akan lebih bagus lagi," ujar pria yang bernama Ronald tak lain adalah fotografer pribadi sekaligus kekasih gelap Renata.Renata terdiam, lalu melirik pria yang tengah memeluknya dari belakang itu. Bahkan entah kenapa dia sangat tertarik."Benarkah, apakah modelnya sudah pilih oleh pengusaha itu?" tanya Renata penasaran."Aku belum mendengarnya, tapi jika kamu mau menjadi model untuk tas branded itu aku bisa membantumu. Hanya saja melalu jalan pintas.".Renata menyergitkan dahi, dia benar-benar tidak tahu sebenarnya apa maksud dari kata-kata kekasih gelapnya. Yang tidak pernah absen di sampingnya ketika mereka melakukan pekerjaan.Renata yang haus akan kariernya sebagai model, dia selalu ingin menjadi yang terbaik di antara para model lainnya. Membuat dirinya tergiur dengan berita yang di katakan oleh Ronald."Sepertinya itu sangat menarik, aku sangat penasaran dengan jalan pintas yang kau maksud Ronald, jadi jika belum ada model yang mengambil job itu sepertinya aku lumayan tertarik," ungkap Renata sembari menghisap filter rokok, yang ada di jemari lentiknya.Ronald sangat senang dengan tanggapan Renata, karena ia bisa juga mendapat komisi yang cukup besar."Kamu yakin Rena ingin mencoba mengambil job itu? pemilik perusahaan itu cukup susah untuk di bujuk, tapi jika kamu bertemu dengannya langsung, semoga saja hatinya luluh dan berubah pikiran, karena aku dengar dia juga pria yang suka dengan daun-daun muda," bisik Ronald memberi kode.Renata hanya tersenyum kecil, karena ia sudah tahu apa maksud perkataan Ronald. Tapi karena sudah terbiasa bagi dia biasa-biasa saja. Asalkan bisa menaikan kariernya lebih cemerlang lagi dari para model lainnya yang berada di naungan perusahaan yang sama."Heh, asalkan membuat karierku lebih baik aku. Sepertinya tidak masalah dan kau coba bilang pada agennya. Jika aku ingin mencoba menjadi modelnya," Renata begitu antusias.Begitu juga dengan Ronald yang ikut senang, karena akhirnya ia akan memiliki untung besar dari kekasihnya itu."Oke, Rena jika kamu setuju. Aku akan mencoba untuk merekomendasikan mu pada mereka.""Boleh, kau atur saja yang terbaik, agar aku bisa mendapatkan brand ternama itu," perintah Renata seraya berkacak pinggang dengan penuh kepercayadirian.Anna terkejut, dengan cepatnya ia bangun dan segera menjaga jarak dari Daren. Yang tak sengaja tertimpa olehnya. "Ma-maafkan aku tuan, aku tidak sengaja," sesal Anna dengan wajah yang memerah sampai ia salah tingkah. Suasana ruangan Itu terasa hening dan cangung, terlebih lagi Daren yang masih terdiam dan tak percaya apa yang sudah terjadi. "Baju tuan kotor, aku akan segera mengambil gantinya," Anna berusaha mengalihkan diri dengan kesibukan dan segera pergi dari ruangan sang bos, dengan perasaan malu setengah mati. Daren yang masih duduk, lelaki itu itu memegang bibirnya dengan jantung yang berdegup kencang dua kali lebih cepat, saat mengingat kejadian yang begitu intens tadi. "Lagi-lagi dia membuat kecerobohan, tapi sentuhan bibirnya lumayan lembut juga," Daren menyusut sudut bibir. Untuk yang pertama kalinya dia merasakan sebuah ciuman dari seorang wanita. Daren tanpa sadar tersenyum, entah kenapa setiap melihat wajah cantik sekertaris barunya itu. Fantasi liarnya kembali munc
Anna yang masih duduk termenung, rasanya ia ingin segera pergi menjenguk ibunya yang sudah sadar, tapi di lain sisi wanita cantik itu masih bingung mencari alasan tentang uang biaya operasi dan rumah sakitnya. Daren yang baru selesai ganti baju dan baru keluar dari ruang pribadinya, membuat Anna terkejut. "Sudah waktunya kita pergi menemui tuan Arson, kamu sudah siap Anna? jangan lupa kamu harus benar-benar mempresentasikannya," Daren tak bosan untuk terus mengingatkan. Anna mengangguk patuh, lalu memberanikan diri untuk meminta ijin. Meskipun sebenarnya dia ragu. "Tu-tuan sebelumnya saya ingin meminta ijin untuk pulang lebih awal, karena hari ini ibuku sudah siuman setelah melakukan operasi," ungkap Anna dengan permintaannya. Daren terdiam, saat mendengar perkataan Anna yang terlihat sangat serius. Membuat hatinya merasa tidak tega. Tapi Daren sebagai pebisnis pantang merugi dan tetap ingin Anna bersikap profesional dalam pekerjaannya. "Kau boleh pulang setelah menemani aku meet
Disepanjang perjalanan menuju resto yang sudah di sepakati, sesuai permintaan bosnya. Anna menjelaskan beberapa materi di depan Daren, sebelum pada para klien. Dengan penuh keseriusan Anna terlihat begitu memahami beberapa point yang sudah ia tuliskan dalam sebuah materi proyek, Daren yang terkesima hanya menatap kagum. "Bagaimana, apa semua yang aku jelaskan sudah sesuai yang tuan tentukan?" tanya Anna seraya membereskan semua semua file yang ada di tangannya. Daren seketika kembali fokus, dan kembali duduk tegap. Lalu menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Anna, dengan mode wajah seriusnya. "Hm, lumayan. Cara penyampaimu sangat mudah untuk di pahami tapi..." Daren menjeda perkataannya sejenak. . Kening Anna berkerut dan merasa heran, entah apa lagi yang masih kurang padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin, dengan cara kinerjanya. "Memangnya tapi kenapa tuan?" tanya Anna penasaran. Berharap jika pria yang ada di depannya tidak membuat dirinya kesal lagi. Tanpa ragu Dar
Beberapa jam kemudian, semua para klien Daren bertepuk tangan, setelah Anna menjelaskan semua proposal properti, dari bahan mentah yang terjamin beserta beberapa ketentuan sesuai kontrak yang telah di tetapkan oleh bosnya. Prok...Prok...Suara tepuk tangan menggema di sebuah ruangan VIP resto ruangan resto terbesar di kota itu. Para pria berdasi itu menatap kagum dengan cara penyampaian Anna yang sungguh menakjubkan dan berhasil mengambil keyakinan mereka untuk menjadi mitra dengan inves yang lebih besar. "Wah, nona Anna selain cantik ternyata cukup cerdas juga tuan Daren anda sangat beruntung bisa memiliki sekertaris cantik dan kompeten," sanjung para rekan Daren. Anna hanya membungkukan badan seraya memancarkan senyum manisnya, saat para pengusaha itu memuji dirinya. "Hmm, iya begitulah. Lumayan," balas Daren, jauh dari lubuk hati dirinya juga tak bisa memungkiri jika Anna memanglah sekertaris yang sejalan dengan dirinya, bahkan bisa di andalkan. Tapi pria tampan yang memiliki si
"Tuan, bukankah aku tadi sudah bilang jika aku hanya ingin ke toilet. Dan mengenai tuan tedy tadi hanya tidak sengaja berpapasan lalu dia bertanya, hanya itu saja," Anna berusaha membela diri. Namun Daren seolah tidak peduli dengan penjelasan yang di katakan oleh Anna. Malah lelaki tampan itu meraih dan mencengkram erat pergelangan tangan sekertarisnya itu dan membawanya ke arah parkiran lalu menyuruh masuk ke dalam mobil dengan sedikit kasar. "Cepat masuk!" Titah Daren dengan nada tinggi dan penuh penekanan. "Tapi tuan, kita kan sedang meeting bersa..." belum tuntas Anna mengatakan kata-katanya. Daren lebih dulu memberitahukan jika meetingnya dan tuan Arson sudah selesai. Hal itu pun membuat Anna sedikit heran, karena bisa-bisanya Daren pergi begitu saja. Ketika Anna di rundung kebingungannya Rudi yang baru keluar dari resto tiba-tiba datang menghampiri mereka. "Tuan, ini kontrak kerja samanya sudah di tanda tangani oleh tuan Arson," ujar Rudi sembari menyodorkan sebuah map cok
Tepat jam empat sore, akhirnya Anna sampai di ruangan rawat sang ibu yang sangat dia sayangi. Bu Ratih yang masih terbaring lemah di atas brankar. Perlahan mulai membuka kedua pelupuk matanya saat mendengar suara pintu terbuka. Melihat putri kesayangan yang sudah ia cari-cari dari tadi. Membuat keduanya menangis haru. Apa lagi Anna yang begitu bahagia saat melihat orang yang dia sayangi akhirnya bisa melewati masa kritisnya. "Anna!" panggil Bu Ratih dengan nada rendah yang hampir tak terdengar. "Ibu," Anna berjalan menghampiri, lalu memeluk ibunya dengan sangat erat dan pelan. keduanya mengeluarkan air mata bahagia dan haru. Meskipun Anna harus merendahkan diri mendapatkan uang itu dari bosnya, tapi sejenak rasa sakit itu terobati saat melihat ibunya yang perlahan keadaannya mulai membaik. "Putri ibu, kenapa kamu jadi kurusan nak? pasti ini semua karena ibu yang telah banyak merepotkanmu?" lirih Bu Ratih mencecar beberapa pertanyaan pada putri semata wayangnya itu. Anna menggele
Daren terkejut, saat dia melihat video cctv di lobi hotel, di mana Anna berusaha keras memapah dirinya dengan sekuat tenaga, dan terlihat sesekali berusaha menelpon seseorang. Tapi terlihat tidak bisa. "Apa benar semua ini tidak ada hubungan dengan dia? jika bukan apa aku telah salah paham padanya?" Daren bertanya-tanya dalam hati sembari merenung. Tak ingin menebak-nebak, Daren tetap pada pendiriannya sebelum Rudi menemukan orangnya, ia harus tetap waspada walaupun pada seorang wanita. "Sebaiknya aku tidak boleh menyimpulkan sendiri, sebelum orangnya di temukan." Daren menghela nafas kasar, tapi mengingat ada noda darah di atas sprei, membuat dia baru sadar bahwa mungkin Anna baru melakukan hal itu pertama kali dengan dia, pikirnya. Tak ingin merasa bersalah, dengan cepat Daren melonggarkan dasi dan melepaskan jasnya lalu melempar ke sembarang arah. Baru saja lelaki tampan itu berjalan ke arah kamar mandi, tiba-tiba saja terdengar beberapa pesan yang masuk ke dalam pesannya. Meli
Dua hari kemudian, Daren yang sudah berpenampilan rapih dengan stelan kantor. Dengan langkah, lebar pria tampan itu mulai menuruni tangga dan berjalan ke meja makan dengan berat hati. Saat ayah dan ibunya sudah duduk menunggu, mereka yang sengaja ingin makan bersama dengan moment langka berharap apa yang akan di sampaikan membuat Daren patuh. "Daren! semalam tadi kamu sudah pergi kemana saja? pulang-pulang mabuk lagi, memangnya apa yang sedang kamu pikirkan sampai meminum segala?" Cecar nyonya Hilda menatap penuh selidik pada putranya, dengan perasaan yang berusaha menahan kemarahan. Daren yang baru saja duduk, lagi-lagi dia sambut dengan beberapa pertanyaan yang begitu sulit dan malas untuk dia jawab. Tapi sebagai seorang anak, dia harus tetap menjaga attitude-nya. "Hanya pergi mencari angin saja," jawab Daren singkat yang perlahan mulai mencicipi sarapan pagi yang sudah di siapkan oleh para pelayan di rumah mewahnya. Nyonya Hilda dan tuan Pratama saling menatap, saat melihat si