Share

Pencopet Kecil

Penulis: Lia Lintang
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-10 22:39:17

Delano masih diam. Berusaha mencerna dua orang yang baru saja ia kenal dan kini telah menjadi bagian keluarganya.

"Jika aku menolak keinginan mereka, aku tinggal di mana?" Batin Delano, pikirannya melayang, menerawang ke segala arah adalah segala kemungkinan yang mulai bermunculan di benaknya.

"Bagaimana, Delano. Kamu menyediakan?" tanya Bob kembali berharap, jika Delano memantapkan niatnya bergabung dengan komplotan copet kecil itu.

"Ya," jadi. marah.

"Kita mandi, dan setelahnya makan dan istirahat. Besok pagi-pagi sekali, kamu harus memperhatikan bagaimana cara kami bekerja. Ingat, kamu harus bisa melakukannya atau tidak akan menjadi bagian dari kami," ujar Hendri. Penuh penekanan, sengaja lontarkan agar Delano yakin dengan pilihannya.

Delano hanya membalas ucapan rekan barunya dengan senyuman misteriusnya dan juga menganggukkan kepala. Setelahnya mereka memasuki kamarnya masing-masing.

Delano memilih kamar paling depan, yang dekat dengan jendela. Ia menyingkap gorden yang menutupinya untuk memperhatikan hiruk-pikuk jalanan.

"Setidaknya aku masih memiliki tempat tinggal, Bu. Aku tidak mencari di jalanan. Beristirahatlah dengan tenang, aku akan tetap menjadi Delano yang kau mau. Mimpiku di kota ini 'kan?" Delano berceloteh sendiri, ia sosok sosok yang tiada.

Keadaan telah memaksa untuk mengubah cara hidup Delano. Malam itu, Delano yang hendak mandi sedang membuka pakaiannya, baru pakai bagian atas tubuhnya saja yang ia tanggalkan tetapi sudah disambut oleh ketukan pintu.

Tok, tok....

"Masuk," ucap Delano. Menghentikan pergerakan yang hampir saja menanggalkan seluruh pakaiannya yang kemudian ia urungkan.

Hendri dan Bob memasuki kamar Delano sembari membawa beberapa stel pakaian layak pakai.

"Delano, kami akan membeli beberapa pasang pakaian untukmu. Tapi sebelum itu, kamu bisa memakai pakaian ini," ujar Hendri berinteraksi dengan paper bag di genggamannya.

"Terima kasih," jawab Delano.

Meski preman, kedua teman barunya sangat memperhatikan Delano. Membuatnya merasa nyaman dan hangat tinggal di tempat asing.

Tatapan mata keduanya tercekat setelah mengamati keadaan Delano. Mereka terkejut mendapati keanehan dalam diri Delano. ya. Kulitnya yang memiliki dua warna berbeda membuatnya mencolok. 

"Kau—" belum sempat Hendri menyelesaikan kalimatnya, Delano menyahuti ucapan sahabatnya, "Aneh, belang, apa lagi?"

Hendri dan Bob saling bertatapan mata. Delano sudah menduga dan terbiasa mendapat perlakuan seperti itu sebelumnya. Karena hal tersebutlah yang menjadi alasan bocah tersebut dikucilkan hingga berada di kota saat ini dan mengakibatkan dirinya kehilangan segala sesuatu yang terasa berat. Mimpinya bahkan hancur karena keadaan itu.

Delano mengungkapkan Bob dan Hendri dengan tajam mengiris. Ia menghela napas lega, lalu menghempaskannya secara kasar. Delano bergeming, begitu juga dua orang pria di hadapannya.

"Kenapa kalian tidak lagi? Kenapa tidak meninggalkan aku sendiri? Kenapa tidak mengusirku dalam sunyi? tanya Delano, mencecar.

"Karena kita adalah keluarga," sahut Bob. Ia mendekat, kemudian tap-nepuk bahu Delano. Tepukan hangat yang nyatanya mampu merekam emosinya yang tak terkendali sebelumnya.

"Kami pergi, istirahatlah dengan nyaman. Sampai bertemu di meja makan," desis Bob, lalu meninggalkan kamar Delano tanpa menunggu jawaban darinya lagi.

Malam itu adalah malam yang berbeda bagi Delano. Hatinya sedih, begitu pilu. Namun pada hari itu pula ia pertama kali memiliki teman. 

***

Mentari menyadarkannya malam. Gelap perlahan menghilang, memudarkan cerahnya sinar mentari yang menyeruak melewati bias kaca jendela kamar Delano.

Delano menggeliat, rasa remuk itu seolah berkurang setelah peregangan otot yang ia lakukan. Perlahan, Delano mulai bangun dan membersihkan diri. 

Ia menemukan pengaturan pakaian formal yang terlihat mewah di dinding kamar.

"Pakaian itu untuk kamu, Delano." Hendri muncul dari ambang pintu, berjalan memasuki kamar.

Delano memperhatikan gaya busana Hendri yang terkesan modis. Jauh dari rencana pekerjaan yang membayangi benak Delano.

"Kenapa? Apakah pencopet tidak boleh terlihat keren?" tanya Hendri sengaja menggoda.

Delano yang sejatinya masih bingung berusaha menyunggingkan senyumnya.

Bob kemudian juga muncul dari balik tembok, dan melangkah memasuki kamar Delano.

"Kita harus melakukan penyamaran, Kawan. Hari ini kita akan menaiki bus antarkota," jelas Bob memberikan gambaran serta informasi mengenai kegiatan harian mereka.

"Baiklah, akan ku coba! Tapi untuk sementara, biarkan aku mengamati kalian terlebih dahulu," sahut Delano. Berusaha mencari kedua kawannya.

Bob dan Hendri mengangguk bersamaan. Kemudian, ketiganya berjalan menuju meja makan dan menyantap sarapan paginya.

Di sana Delano masih mematung. Mengingat kembali kebersamaan dengan sang ibu yang begitu ia cintai. Saat itu pula, Hendri dan Bob merasakan pilu yang sama. 

"Kami pernah merasakan rasa yang sama, Delano. Badai yang sedang menderamu pasti berlalu. Percaya, bisa memainkan dunia jika kamu mampu mewujudkan semua mimpi-mimpimu, meski kita tak memiliki orangtua." Hendri berdiri sambil mengelus punggung Delano.

"Kalian belum mengenalku dengan baik, aku ini pemberani meski dengan kekuranganku." Delano menyingkap kemeja yang dikenakannya, memamerkan dua warna kulitnya yang berbeda.

Hendri dan Bob tersenyum sambil manggut-manggut menyaksikan tingkah Delano.

Usai menyantap sarapan, ketiganya mulai beraksi. Diawali dengan menaiki lift dengan pintu rahasia di gedung tua nan megah namun tak terawat. Kemudian setelah ketiganya sampai di jalanan, mereka bertingkah seperti orang asing yang tak saling kenal.

Delano berpura-pura duduk sembari membaca sebuah buku, di sebuah kolam yang dilengkapi air mancur. Tempat yang pertama ingin ia singgahi saat berada di kota itu.

Sementara Hendri segera memasuki bus dari pintu samping kemudi, sedangkan Bob mulai masuk dari pintu belakang. Setelahnya, Delano menyusul berpura-pura sebagai penumpang sembari menenteng paper bag berdiri dan membaur dengan penumpang yang lainnya.

Mereka sebenarnya saling memperhatikan, namun terlihat samar. seolah tidak saling kenal.

Bob maju lebih dulu, mendekati seorang wanita berambut cokelat sebahu, di waktu bersamaan Delano berpapasan dengan Bob, tepat ketika berpapasan itu Bob menjatuhkan dompet yang baru saja dicopetnya ke dalam paper bag milik Delano. Hendri yang cepat dan tanggap, sudah bersiap di pintu belakang segera bertukar paper bag dengan Delano. Setelah itu pun Hendri bergegas turun di pemberhentian selanjutnya.

Sementara Bob dan Delano, tetap berada di bus. Mereka seolah benar-benar seperti sedang menumpang bus. 

Meski Delano anak yang nakal, ini adalah kesalahan yang pertama kali ia buat. Selama ini, ia tidak pernah melakukan kriminal dalam bentuk apapun. Keadaan memaksa Delano terperosok ke dalam jurang kejahatan.

Nurani baiknya ingin berontak, namun takdir menolaknya.

'Maafkan aku, Bu.' Batin Delano lalu mengalihkan pandangan ke arah luar jendela bus yang melesat dengan kecepatan sedang tersebut.

Setelah dua puluh menit berlalu, Delano dan Bob turun di pemberhentian bus selanjutnya. Setelah itu keduanya mencari kendaraan lain untuk pulang.

Sepanjang perjalanan pulang, Bob yang menyadari kegugupan Delano tak berani mengeluarkan sepatah kata pun. Ia begitu memahami jika Delano sedang dilema memikirkan permasalahan hidupnya yang dirasa begitu berat.

Waktu berlalu begitu cepat, hingga akhirnya mereka sampai di kediamannya. Delano saat itu berjalan lunglai ketika menapaki lantai rumah berbahan marmer yang memperlihatkan kemewahan gedung yang mereka jadikan sebagai tempat tinggal.

"Delano, apa kau baik-baik saja?" tanya Hendri, melihat Delano pulang dengan raut wajah ditekuk.

"Ya," balasnya dingin, dan irit.

Membuat kedua kawannya mengerti jika Delano berusaha menyembunyikan perasaannya, bahwa ia sedang tidak baik-baik saja saat itu.

— Mampukah Delano melewati hari-harinya? Dengan apa ia akan meraih mimpi sebagai pelukis ternama? Ikuti terus keseruan kisahnya.

— To be continued

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tertipu Masa Lalu   Terkurung Mimpi

    Delano terbaring di ranjang pasien, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Matanya bergerak-gerak cepat di balik kelopak mata tertutup, seolah terjebak dalam mimpi buruk yang menakutkan. Beberapa orang mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan lembut, berusaha membangunkannya dari koma panjang yang telah lama menahannya."Delano, bangunlah! Tolong bangun!" suara lembut namun tegas memanggilnya.Perlahan, Delano membuka matanya. Pandangannya masih kabur, namun ia bisa merasakan kehadiran orang-orang di sekitarnya. Matanya kemudian fokus pada sosok di sisi ranjangnya. "Papa?" Delano berkata dengan suara serak, penuh ketidakpercayaan. "Papa Hilton?"Jeff Hilton, ayahnya yang sudah lama ia kira meninggal, duduk di sana dengan senyuman penuh kelegaan."Ya, Nak. Ini Papa," jawab Jeff dengan suara lembut, menyentuh tangan Delano dengan lembut.Delano menatap sekeliling, melihat wajah-wajah yang begitu akrab namun terasa seperti dari dunia lain. Di dekat pintu, seorang pria botak berdiri denga

  • Tertipu Masa Lalu   Bab 159. Kekuatan Batu Mera Safir

    "Tuan, Delano, saya sangat menganjurkan untuk beristirahat sejenak," ujar Oscar dengan nada penuh kekhawatiran, mencoba meyakinkan Delano yang masih tegar berdiri meski tubuhnya bergoyang-goyang."Dengarlah, Delano. Kesehatanmu sangat penting," tambah Miranda, ibu Delano, sambil menggenggam erat tangan anaknya. "Kami semua khawatir padamu."Delano menggeleng tegas, matanya bersinar penuh tekad. "Saya tidak bisa beristirahat, Ibu. Saya harus menemukan gadis itu, membantunya sebelum terlambat."Oscar mendesah, mencoba meredakan kepanikan yang mulai melanda. "Tapi, Delano, kamu tidak dalam keadaan yang baik. Kamu butuh istirahat.""Tidak, Oscar. Saya sudah memberikan kata-kata saya pada gadis itu, dan saya akan memenuhinya," balas Delano, suaranya terdengar lemah namun penuh tekad. "Saya tidak bisa tinggal diam ketika seseorang membutuhkan bantuan."Miranda menatap putranya dengan penuh kebanggaan, meskipun juga khawatir. "Kamu adalah anak yang mulia, Delano. Tapi, pikirkanlah juga keseh

  • Tertipu Masa Lalu   Mencari Lukisan Misterius

    Cahaya berkilauan di sekeliling Ben Daniel, melibatkan tubuh Delano dalam mantra penggabungan jiwa. Sementara itu, saat Delano melafalkan mantra tersebut, keajaiban terjadi. Di tengah keheningan, suasana berubah, dan tiba-tiba, Delano merasakan sensasi transmisi yang menakjubkan. Dalam sekejap, Delano terbangun di sebuah kasur empuk, menyadari bahwa ia berada di dalam istana yang ia yakini sebagai keluarga ayahnya. Keheranan meliputi dirinya sendiri, dan dalam kebingungan, ia melihat ibunya—Oscar, mendekatinya dengan penuh kelembutan. Dengan mata penuh kegembiraan, Oscar menceritakan kisah pahit selama tiga bulan terakhir. Delano, tanpa sadar, telah berada dalam koma yang panjang. Perasaan kehilangan dan rindu ibu yang menyayangi anaknya menjadi permainan emosi di antara mereka, meruntuhkan hati Delano yang baru saja terbangun dari dunia lain. Miranda menatap Delano dengan matanya yang penuh kekhawatiran, "Delano, bagaimana perasaanmu? Apa yang kau rasakan selama ini?" Delano meng

  • Tertipu Masa Lalu   Membebaskan Jiwa Kejam

    Usai membantu membebaskan Anna dari cengkraman makhluk jahat, Ben Daniel segera menjadi remaja dan membawanya masuk ke dalam mobil. Sementara di dalam rumah usang di tengah hutan, masih menyisakan suasana mencekam.Ben Daniel merasakan detak jantungnya semakin cepat saat ia melihat Delano berubah menjadi makhluk yang menakutkan. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih botol ramuan yang telah disiapkan sebelumnya. "Kembalilah, Delano!" serunya sambil berusaha menjaga kestabilan emosinya.Delano yang kini tampak seperti makhluk buas, merintih kesakitan saat ramuan itu menyentuh kulitnya. Bulu-bulu lebatnya mulai rontok, dan matanya yang tajam terlihat melemah. "Aku... tidak ingin melukaimu, Delano," Ben Daniel berbisik sambil terus mengoleskan ramuan itu.Sambil terus mengucapkan mantra dengan penuh konsentrasi, ia merasakan energi magis mengalir dari tubuhnya ke ramuan. Dia merasa bahwa ada kekuatan di dalam dirinya yang dapat melawan pengaruh gelap yang merasuki Delano. Pandangan mata

  • Tertipu Masa Lalu   Ritual Mencekam

    Dari embusan angin yang terasa kencang seolah menampar-nampar wajah, Ben Daniel sudah menyadari kehadiran sosok jahat di dekat Delano. Dengan cekatan, tapi diam-diam, Ben Daniel menyembunyikan botol kecil berisi ramuan yang dibuatnya sendiri di balik baju yang ia kenakan. Kemudian, ia mendorong kendaraan miliknya yang sebelumnya sempat ia sembunyikan di bawah rerantingan kering dan juga dedaunan yang menutupinya. Namun, yang mengejutkan. Tiba-tiba saja mobil tersebut bergerak cepat seolah ringan melesat cepat di jalanan sambil disentuh pelan. Delano, kau meminta bantuan kepada siapa? Tanya Ben Daniel sambil menatap tajam, seolah mengisyaratkan kemarahan. Delano tergemap seketika. Bibirnya terkatub rapat. Tak ada kecuali katapun yang keluar sebagai pembelaan, sedangkan matanya membelalak lebar. "Delano!" bentak Ben Daniel. Delano berjingkrak dan kembali menatap si empunya mobil tua yang baru saja dikeluarkan dari tempat persembunyiannya. "Tidak ada, Om. Mungkin perasaan Om Ben s

  • Tertipu Masa Lalu   Kecemasan Ben Daniel

    Delano melangkah perlahan ketika hendak menemui Ben Daniel. Pria paruh baya itu, bahkan bisa menerka jika Delano sedang mencemaskan sesuatu dari mukanya yang sedang ditekuk."Ayo kita pergi sekarang!" ajak Ben Daniel, meski sedikit ragu.Perlahan ia melangkah keluar rumah. Namun, Delano tetap berdiri di pijakannya. Tercekat tanpa kata."Delano, ayo! Tidak ada waktu untuk melamun. Anakku dalam bahaya!" teriaknya.Ben Daniel sengaja bersuara keras agar Delano yang pikirannya tampak terganggu segera kembali fokus dan santai mengikuti langkahnya.Bukannya melangkah, akan tetapi Delano yang saat itu masih berdiri di taman pintu justru terjatuh dan terkulai lemas di lantai.Seolah mengalami demam tinggi, pemuda itu kembali terlihat aneh. Tubuhnya yang menggigil pun mengeluarkan suara erangan menyeramkan.Tak lama kemudian, yang terlihat hanyalah seklera matanya saja. Terang saja mata Ben Daniel membulat sempurna. Saya benar-benar terkejut dengan perubahan Delano.Delano, apakah ini artinya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status