Delano mengerutkan keningnya. Ia hanya bisa diam sambil mengamati apakah kakinya menapak di tanah? Atau justru sebaliknya?
"Benarkah kau muncul dari mimpiku? Kenapa aku sedikit samar mengingatnya?" Delano berusaha berpikir keras.
Kepalanya mendadak kembali merasakan sakit yang luar biasa. Ia bahkan pontang-panting ke sana kemari sambil kedua tangannya memegang erat kepalanya yang serasa ingin pecah.
"Namaku David, aku ingin kamu mengingatnya. Kita pernah bermain di rumah pagoda masa kecilmu dulu. Apa kau ingat," ujar pria pria itu memperkenalkan diri.
Delano menyandarkan tubuhnya di tembok samping pintu. Tubuhnya sempoyongan menahan sakit di kepalanya. Ia bahkan tak ingat bagaimana caran
Pagi hari — Castil Tua di Santo Stefaano-ItaliaHari semakin gelap. Benderang telah berganti gulita. Dengan langkah berderap Delano menyusuri koridor-koridor sepi. Ia tidak melewatkan barang satu sisi pun. Matanya terus mengedar sambil membawa senter di tangannya."Sherly," panggil Delano dengan suara serak khasnya.Entah kenapa di keheningan malam, suaranya menjadi seram dan menakutkan. Tak ada seorangpun yang datang di sana. Juga tak satupun yang terlihat. Semua serba gelap.Delano harus menajamkan indera pendengarannya demi bisa menemukan keberadaan gadis itu. Alih-alih mengandalkan lentera atau bahkan senter di genggamannya, ia justru melangkah sembari memejamk
Suara ketukan pintu berulang-ulang. Membuat Stefani dan Lucy yang terlelap dalam lelahnya kembali terjaga."Lucy, apa kau mendengarnya?" tanya Stefani dengan suara lirih berhati-hati.Lucy hanya mengangguk. Kemudian ia menempelkan telinganya ke tembok. Mencoba mendengarkan apakah benar sumber suara ketukan dengan tempo yang sama itu dari tembok sebelahnya."Bukan dari tembok sebelah kita, sepertinya tidak terlalu jauh jaraknya. Aku masih bisa mendengarnya," balas Lucy.Stefani diam sejenak. Kemudian ia beringsut turun, mengintip dari celah balik pintu, apakah ada yang sedang berjaga atau keadaan sedang aman terkendali.
Dani tersungkur di lantai. Bagian tengkuknya meleleh cairan merah kental berbau anyir.Tangannya gemetar meraba tengkuknya sendiri. Ia bangkit dan bergegas meninggalkan kamar, lalu menguncinya. Sementara Lucy dan Stefani mendorongnya kuat-kuat. Berharap bisa mengimbangi tenaga yang dimiliki Dani.BRAAAK!Pintu tertutup, dan tangan Dani dengan cekatan menguncinya."Kalian berani sekali menipuku! Dengar! Aku akan mengadukannya pada Darren, kalian akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatan kalian. Menipu anak kecil adalah kejahatan!" pekik Dani."Kamu itu pria dewasa, Dani! Hanya saja sika
Delano masih duduk tercengang menatap David yang juga menatapnya dari jarak yang tak seberapa jauh. Hanya beberapa meter saja darinya duduk bersandar.David menatap dengan seringainya, sedangkan Delano melemparkan pandangan mata menunjukkan rasa tidak suka atas kehadiran pria itu.Delano mengesah. Kemudian bangkit dari duduknya, ia berjalan menuju jendela. Kedua tangannya dengan lincah dan cekatan membuka jendela kamar. Setelah menoleh ke belakang, David menghilang.Mata Delano seketika menyapu sekeliling ruangan kamar. Tak lupa ia menjulurkan kepalanya ke arah luar jendela, mencari sosok yang sedari tadi tak mau pergi dari sisinya.Delano meraba dadanya se
Darren duduk termangu di ruang kebesarannya. Kini ia adalah penguasa di galeri Jeff Hilton. Setelah kepergian Delano, dirinyalah yang mengambil alih seluruh kekuasaan bahkan juga hartanya.Sesekali jemarinya gemulai menari di atas laptop miliknya. Sementara matanya menatap tanpa kedip ke arah layar.Dengan lincah ia mengirimkan surel untuk Elis. Seorang wanita berusia paruh baya yang belakangan terakhir sering ditemui Delano.Bibirnya merekah setelah tahu ada jawaban surel untuknya. Pertanda Elis menyetujui permintaannya untuk bertemu."Hmmm … jadwal berkunjung. Kita akan bertemu lagi, Elis," katanya sambil tersenyum licik.Tepat pukul sembilan malam
Ini tentang seorang pria yang selalu dihina sepanjang hidupnya. Ia bahkan bukan hanya dikucilkan, tetapi ia juga juga begitu sedih karena kehilangan kedua orangtuanya.Namanya Delano, ia sejak kecil sering di hina karena ia terlahir berbeda. Warna kulitnya yang aneh membuat siapapun tak ingin dekatnya.Itu kenapa Delano tidak memiliki banyak teman di dunia nyata. Lingkungan seakan enggan bersahabat dengannya.Bahkan hidup terasa sulit saat ia kehilangan ibu angkatnya untuk selama-lamanya.Delano yang unik dan penyendiri pada akhirnya memiliki banyak teman, tapi anehnya para teman Delano ini tidak semuanya bisa dilihat oleh semua ora
Darren mematung menatap cermin di hadapannya. Ia melihat Delano yang seolah samar di dalamnya. Matanya sendu. Kini ia tidak tahu pasti apa yang harus dilakukan. Sementara itu, suara teriakan tanpa henti mengusik ketenangannya."Keluarkan kami, apa salah kami? Pengecut! Beraninya hanya dengan perempuan!" pekik Stefani sambil terus menggedor pintu kamar tanpa jeda.Di ruangan yang lainnya pun juga sama. Kedua gadis itu juga saling berteriak, sengaja menciptakan kegaduhan. Langkah kaki Delano terhenti di depan beberapa pintu yang berderet.Sementara matanya, perlahan menyisir satu persatu pintu yang terdengar gaduh. Dan tatapannya terhenti di pintu pertama. Dengan langkah pasti ia mengayunkan langkah menuju tempat yang ia yakini.&nb
Stefani masih menempelkan telinganya di daun pintu. Berharap bisa menerka-nerka apa yang sedang terjadi di luar sana. Suara jeritan dan dentuman langkah kaki tak lama kemudian mulai berhenti. Membuat Stefani semakin cemas tak karuan. Saat masih menempelkan telinganya, tiba-tiba pintu tersebut terdesak keras, hingga tubuhnya terpental dengan kerasnya. "Kenapa kamu di depan pintu?" tanya Darren. Ia seolah memberikan waktu untuk ketiganya saling bertatapan juga pelukan hangat. Ketiganya berpelukan penuh haru. Darren memperhatikan ketiganya. Seharusnya mereka hanya diam, dan berterimakasih atas kebaikan Darren. Naasnya Lucy yang masih merasa kesal, langsung menyerang Darren.