KASAM (Pulang Untuk Tenang)

KASAM (Pulang Untuk Tenang)

By:  See_Tea  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
9Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Sebagai ibu dan anak, Aryani dan Mala tidak memiliki kedekatan batin yang kuat. Namun, kehadiran adik Aryani yang sudah lama hilang, membuat keduanya menjadi dekat. Kehadiran Ratna yang tiba-tiba, setelah puluhan tahun menghilang, membuat Aryani, sang kakak ketakutan. Teror kemudian datang terus-menerus, tidak hanya di dalam rumah, tetapi juga pada beberapa orang lainnya. Satu persatu meninggal dengan cara yang aneh. Penduduk menyebutnya pagebluk. Rumor ketakutan mengarah pada Ratna. Mala pulang tidak hanya ingin melindungi ibunya yang ketakutan, tetapi juga bertekad menguak misteri Ratna dan menghetikan semua teror horor.

View More
KASAM (Pulang Untuk Tenang) Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
MARETTA
sip pemuda yang tidak terduga
2022-02-23 14:35:25
0
user avatar
Taufiq M
widih. bbrp tagline horor dan bikin penasaran. good job thor.
2021-07-28 08:11:03
0
9 Chapters
Takut
Apa yang paling menakutkan? Adalah ketika yang sudah terkubur, bangkit kembali. *** "Mala..., Mama takut." Itu kalimat terakhir ibunya sebelum telepon ditutup. Diucapkan dengan teramat lirih dan sedikit terbata-bata, hingga Mala harus menempelkan ponselnya rapat ke telinga. Membuat debar jantung Mala berdentum aneh. Ibunya tidak pernah meminta. Ibunya tidak pernah menangis. Ibunya tidak pernah ketakutan. Ini pertama kalinya dan Mala merasakan banyak emosi yang bergejolak menjadi satu. Tanpa pikir panjang, Mala memutuskan untuk pulang. Mala menelepon Sonya, sahabat sekaligus rekan bisnisnya di butik. Ia meminta Sonya untuk mempir ke butik karena Mala ingin menitipkan butiknya. Sembari menanti Sonya, Mala memberikan arahan ke Nindi—asistennya. "I'm coming, Dear," sapa Sonya yang langsung duduk di salah satu sofa di ruang kerja Mala. Rambut keunguan panjang bergelombang dibiarkannya terge
Read more
Pulang
Menghirup kenangan yang sengaja ditinggal. Ada rindu manis walaupun luka belumlah pulih. *** Memasuki kota kecilnya, Mala memperlambat mobilnya pada kecepatan normal. Bukan untuk menikmati segarnya angin sore, bukan juga untuk merajut kenangan sepanjang jalan yang pernah menjadi kisah kepergiannya. Mala tak semelankolis itu. Mala justru sibuk menata sikap dan kata. Mulutnya komat-kamit, membuat kalimat sapaan yang tepat untuk tante yang lama hilang, kemudian kembali dalam keadaan hidup, bukan mati. Mala juga sibuk menerka-nerka apa yang membuat ibunya takut akan sosok sang adik. Dibukanya kaca jendela mobil, hanya agar angin masuk dan membawa penatnya pergi. Beberapa anak kecil berpeci dan berkerudung, berjalan bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil. Tertawa, marah, berlarian, tentu menyenangkan. Mala tidak pernah mengalami itu. Kakeknya memanggil guru mengaji ke rumah. Ia tak pernah ke surau. Para wanita
Read more
Dia siapa?
Mata tak pernah benar-benar melihat apa yang terlihat. Ada ruang buta yang membuat cerita menjadi susah dimengerti. Sebuah kisah akan menjadi misteri di kemudian. ***   Memasuki ruang tengah, Mala merasakan udara menjadi sangat dingin. Kotanya memang diapit gunung yang tentunya akan terasa dingin. Namun, dingin yang ini berbeda. Seperti udara yang mengikat di situ-situ saja. Ada dua kamar saling bersisian; kamarnya dan kamar ibunya. Ironi, ibunya dan Mala hanya terpisah tembok, tetapi jarak antara keduanya sangat jauh. Terbersit untuk menemui ibunya terlebih dahulu. Namun, diurungkannya. Masih ada waktu. Mala melanjutkan langkahnya ke ruang depan, ada kamar almarhum kakeknya. Sekarang, pasti ditempati Tante Ratna. Mala mengetuk pelan pintu kamar depan. Tidak ada sahutan. Dicobanya sekali lagi dan masih senyap dari dalam. "Tante Ratna. Ini aku, Mala. Boleh masuk?" Tetap tak ada sahutan. Perlahan Mala membuk
Read more
Kamu Harus Janji
Tubuhku sakit, tetapi aku tak rasa, karena yang jauh terasa sakit adalah hatiku. Ini karena kau tak percaya padaku.***Butuh waktu lebih lama bagi Mala untuk menenangkan ibunya yang terus menangis dengan tubuh kecilnya yang tak henti bergetar. Mala tak tega hati dan menyesal karena tidak bersama ibunya di awal-awal ketakutannya. Melihat kondisi Aryani yang berantakan, pastinya ketakutan itu sudah begitu menetap sampai ke hatinya.Aryani masih menangis, tetapi tubuhnya sudah tak bergetar lagi. Rangkulan Mala dan juga belaian lembut di lengannya, perlahan membuat Aryani tenang. Sudah ada seseorang yang menemaninya dan itu adalah putri yang memang sudah seharusnya menjadi tameng bagi dirinya.Jemari Mala lainnya  di atas tangan Aryani yang saling menumpu dengan gelisah. Mala mengusap lembut punggung tangan ibunya, berharap itu bisa menjadi penenang."Kamu sudah bertemu dengannya, 'kan? Kamu sudah lihat?" Aryani
Read more
Dia di Balik Pohon
Bersembunyi di balik pepohonan. Kamu mengawasiku.Tak bisa benar-benar tidur. Selain karena aroma kamar yang masih tak membuatnya biasa, pikiran Mala juga penuh dengan banyak hal terkait dirinya dan keluarganya, terutama perihal si tante; Ratna. Logikanya tidak pernah sampai dengan sosok Ratna yang tak berubah di usianya yang bertambah.Mala bangun dari tidurnya setelah melihat jam kecil yang berada di meja kecil sebelah tempat tidur. Masih subuh jam setengah lima, Mala berpikir untuk olahraga santai dengan lari pagi. Ia memutar tubuhnya dan melihat bagaimana ibunya tidur dengan sangat nyenyak setelah beberapa kali igauan yang membuat Mala sering kali terjaga.Bagai seorang ibu, Mala dengan lembut membelai kening ibunya dan merapikan rambut-rambut halus yang mengganggu wajah ibunya. Setelahnya dengan sangat perlahan, Mala bangkit dari duduknya dan berjingkat keluar kamar.Di luar kamar, Mala meregangkan otot sembari menghirup udara subuh
Read more
Mengenang Rumahmu
Arman tersenyum melihat rumah Mala yang semakin dekat. Rumah yang tak pernah berubah sejak ia masih kanak-kanak. Pagar tembok untuk sebagian besarnya dan di bagian utamanya adalah pagar besi dua pintu yang dicat warna putih. Melihat putihnya pagar besi dan pagar tembok, jelas menunjukkan kalau Mala dan keluarganya secara berkala memperbaiki catnya.Ya, Arman mengenal keluarga Mala sejak ia masih kecil. Ini karena ia berada di lingkungan yang sama, namun beda nama jalan. Keluarga Mala adalah keluarga terpandang. Apalagi keluarga Mala bisa disebut keluarga tuan tanah yang memiliki banyak perkebunan dan juga peternakan sapi perah. Sangat aneh jika tak ada yang mengenali keluarga tersebut.Hanya saja, Arman baru dekat dengan Mala saat sekolah SMP. Arah menuju sekolahnya membuat Arman harus melewati rumah Mala.Saat pertama kali bertemu Mala, ia akan diantar kakeknya ke sekolah. Tapi, rupanya mesin mobil tidak kunjung menyala. Mala terlihat bingung dan Arman langsung
Read more
Perkenalan Tak Terduga
Arman merasakan aura berbeda yang saling berbenturan di sekitar rumah Mala. Ada uadara yang terasa berat dan berbeda, berbenturan dengan udara sekitar yang memang asri dan alami. Arman sejak kecil selalu memiliki kepekaan akan adanya dimensi lain. Ia bisa merasakannya melalui adanya perbedaan suhu atau aura atas suasana sekitar. Dan pagi ini Arman merasakan bahwa ada dimensi yang salah di sekitar rumah Mala.Arman tidak mengerti apa itu selain bahwa ada yang salah dari rumah Mala. Arman berdiri dan melihat-lihat sekitar. Ia penasaran akan bagaimana isi di ruang tamu atau ruang utama rumah Mala. Mumpung dia toh sudah di dalam area rumah Mala.Arman terkejut saat melihat seorang pria berumur, berdiri di tengah ruangan. Sorot matanya begitu tajam. Pria itu mengenakan kemeja cokelat gelap dengan motif garis-garis vertikal warna hitam. Ia mengenakan semacam kain sewek panjang yang menjadi ciri kalau ia adalah golongan kaum priyayi.Arman mengenali pria itu sebagai Ka
Read more
Menjadi Logis
Mala sudah tak selera lagi untuk menikmati pisang goreng kayu kesukaannya. Rasa haus pun sudah tak ada lagi hingga ia tak ingin meminum tehnya meski hanya seteguk. Hatinya terlalu suntuk karena Ratna. Ia benar-benar tak suka melihat Ratna mengenali Arman. Ia juga sangat tidak suka dengan pernyataan terakhir Ratna. Ini seolah-olah di rumahnya berisi kaum lemah dan tak berdaya.Mala mencium aroma manis di dekat hidungnya. Tak hanya itu, bibirnya merasakan sesuatu yang kasar dan berminyak. Mala mengernyit dan seketika mendengkus menyadari Arman menempelkan pisang kayu goreng ke bibirnya, dekat dengan hidungnya."Apaan, sih?" Mala menepis tangan Arman yang masih memegang pisang kayu goreng.Arman sendiri hanya tertawa geli dan melanjutkan memakan pisang kayu goreng yang kedua. "Melamun aja. Gak lapar? Gak haus?""Gak. Bukan urusanmu juga kalau saya melamun, saya lapar, atau saya haus," ketus Mala."Kalau saya gak ada di depanmu, kamu boleh omong gitu.
Read more
Jangan Takut, Ma
Aryani terus berlari. Ia hanya berlari meski dirinya bingung ia berlari dari apa. Yang jelas ia sangat ketakutan. Jantungnya berdebar sangat kuat hingga menyakitkan dadanya yang terasa mulai tipis oksigen. Aryani mulai putus asa.Tak ada yang bisa ia mintai tolong. Begitu gelap dan begitu sepi. Hanya pepohonan tinggi-tinggi. Sesuatu mengingatkan Aryani, sangat samar hingga Aryani perlu berpikir. Pohon-pohon itu seperti sebuah memoar."Mbak Yani...."Suara seorang gadis. Sangat lirih tetapi sangat jelas juga di telinga Aryani. Suara itu bagai menyatu dengan angin yang berdesir di dekat telinganya."Mbak Yani...."Aryani semakin frustasi. Ia menutup telinganya dengan erat. Ia menatap sekitar dengan tatapan nanar, mencari-cari sosok gadis yang memanggil-manggil namanya. Namun, ia tak melihat siapa-siapa. Aryani melanjutkan larinya.Dalam kekalutannya, Aryani tak bisa memerhatikan jalan y
Read more
DMCA.com Protection Status