Due to the mysterious disappearance of Alexander's parents, he became an abandoned son, and was sent out of the country. Years later, Alexander is back for revenge...
View More"Argghhh... Tolooong...."
"Tolooong... Siapa pun tolong." Di suatu pagi yang cerah terdengar jeritan seorang perempuan muda dari sebuah bangunan berlantai dua. Tubuh perempuan muda itu sedang digotong oleh gerombolan pemuda menuruni tangga dari lantai atas. Masing-masing memegangi tangan dan kaki perempuan itu. Dua orang lainnya berjalan paling belakang dengan tangan terlipat di dada. Perempuan itu menatap nanar enam pemuda itu. Air matanya menggenang. Dia melihat orang-orang di sekitarnya yang hanya melihat dari samping tanpa berniat menolongnya. Mata perempuan itu bertemu dengan salah satu dari mereka. Laki-laki itu segera menunduk. Perempuan itu mengepalkan tangannya. Dia menggigit bagian dalam bibirnya. "Lepasin Sekar~" Sekar, gadis itu memohon. Suaranya serak karena terlalu banyak berteriak. Matanya menatap orang-orang yang tengah menggotongnya. "Diam!" Pemuda yang memegangi tangan kanan Sekar melototinya. Sekar mengalihkan pandangannya sambil meringis. "Tangan Sekar sakit." Air matanya tak sengaja jatuh. Pupil pemuda itu membesar. Dia refleks mengendurkan cengkeraman tangannya. "Jangan sampe lecet." Salah satu dari dua lelaki yang berjalan di belakang mereka berdecak. Keempat pemuda itu mengangguk. Pemuda yang memegangi tangan kiri Sekar mendelik tapi tangannya tak urung mengendur juga. Sekar menggeliatkan tubuhnya. Dia menarik tangannya dan menendang-nendangkan kakinya. "Leppaaas!" "Diem kalo gak mau jatoh!" Orang yang memegangi tangan Sekar melototinya sekali lagi. Tangannya mencengkeram erat sebelum detik berikutnya kembali mengendur. Sekar bungkam. Bibirnya bergetar. Mata gadis itu kembali berembun. Dia sekuat tenaga menahan butiran bening yang ingin merangsek keluar dari sudut matanya. Dia sedang lelap-lelapnya tidur saat beberapa orang dengan paksa membuka kamarnya dan membawanya entah ke mana. Dua orang di belakang empat orang yang menggotong Sekar tertawa jahat. "Bawa ke belakang!" Sekar melotot karena perintah orang itu. Apalagi saat komplotan penjahat itu sudah berbelok ke arah bagian belakang rumah. Wajah Sekar pias. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia semakin liar menggerakkan tangan dan kakinya. "Gak. Sekar gak mau. Kalian orang-orang jahat. Lepasin Sekar! Ibuuu, anak ibu mau diculik huaaa~" Sekar terus menggerakkan kaki dan tangannya. Namun tidak peduli sekuat apapun dia berusaha, tenaganya tidak ada apa-apanya untuk empat orang itu. "Hahaha lo gak akan bisa selamat kali ini! Gak akan ada yang nolongin lo!" Orang yang memegangi kaki kirinya tersenyum menyeringai. Kumisnya yang tipis di atas bibir bergetar. Sekar merinding melihatnya. "Ibu! Ibu! Sekar gak mau sama penculik jelek huaaa~" "Nah udah sampe nih." Ketua dari komplotan itu mendekati Sekar yang sudah diturunkan meski tangannya masih dipegangi. Orang itu menyeringai ke arah Sekar. Sekar refleks menjauhkan kepalanya saat orang itu ingin menyentuhnya. Pemuda itu terkekeh kemudian menepuk-nepuk kepala Sekar. "Kali ini lo harus terima hukuman lo!" "Lempar!" perintahnya kemudian. "Sekar ga-" Byurr Tubuh Sekar dilemparkan ke tengah kolam renang yang ada di depannya. Punggungnya terasa panas karena lemparan itu dan sedetik kemudian berganti rasa dingin air kolam yang menusuk sampai ke tulang. Terdengar tawa dari komplotan itu. Sekar menggigil kedinginan di tengah-tengah kolam. Giginya bergemelatuk. Sekar menatap mereka di atas yang sedang menertawakannya. Semuanya penghianat. Sekar mengepalkan tangannya di dalam air. Ketua dari orang-orang di pinggir kolam itu berjongkok dan menjulurkan tangannya ke arah Sekar saat Sekar berenang ke tepian. Bibirnya menyunggingkan senyum hingga memperlihatkan lesung pipinya. "Gak usah sok baik!" Sekar menepis tangan pemuda itu yang ingin membantunya untuk naik. Dia memegangi pegangan tangga dan keluar dari kolam renang dengan tubuh gemetar. Uap panas mengelilingi tubuhnya yang menggigil. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri. Giginya bergemelatuk. Air menetes dari pakaiannya yang basah kuyup. Si pemuda ketua mengambil sebuah handuk bersih dan hendak menyampirkannya ke bahu Sekar tapi gadis itu segera menggeser tubuhnya. Matanya menatap bengis. "Sekar gak butuh." Katanya tajam. Pemuda ketua itu menghela nafasnya. "Nanti lo sakit, Kar." Katanya. Suaranya menjadi lebih lembut. Dia ingin menyampirkan handuk itu lagi tapi Sekar segera menepis tangannya. "Hati Sekar udah sakit karena bang Kay!" Sekar cemberut. Bibirnya sudah monyong-monyong. Pemuda ketua itu, Kayden, terkekeh diikuti oleh lima temannya. Wajah Sekar masam. Dia melototi keenam orang itu sebelum berjalan kembali ke kamarnya. Pakain basahnya mengotori lantai. Sekar tersenyum. Anggap saja itu balasannya untuk mereka. *** Lima belas menit kemudian Sekar turun dengan seragam sekolahnya yang berwarna hitam dengan aksen kotak-kotak untuk bawahannya sedang atasan gadis itu mengenakan vest maroon yang melapisi seragam putihnya. Dia mengangkat dagu tinggi-tinggi saat melewati enam pemuda yang mengenakan seragam putih dengan bawahan berwarna abu-abu. Kayden tersenyum manis dan menarik kursi tepat di sampingnya. "Sarapan. Gue beli nasi uduk tadi di depan." Sekar mengerucutkan bibirnya tapi dia tetap duduk di sebelah orang itu. Pemuda itu tersenyum. Tangannya menepuk sayang puncak kepala Sekar. "Gue yang beli." Pemuda berkumis tipis yang duduk di seberang Sekar berdesis. Dia mengambilkan satu bungkus nasi dari dalam plastik ke atas piring dan menyodorkannya pada Sekar. "tapi duit gue!" Kayden menatap sebal si kumis tipis. Si kumis tipis menggaruk kepalanya malu. Dia lalu menyodorkan sendok dan garpu untuk Sekar. "Ini, Cintah~" Sekar mencebikkan bibir kesal sambil menerimanya. "Besok kumis bang Jono Sekar cukur sampai habis!" Si kumis tipis, John, terdiam. Dia memegangi ujung kumisnya yang tipis. Sekar tak memperhatikannya lagi. Dia mulai memakan nasi uduknya dengan tatapan ganas. Bunyi sendoknya terdengar nyaring bergesekan dengan piring. "Apa?" Sekar melototi enam pemuda itu yang dari tadi memperhatikannya. Kayden terkekeh. Dia lalu menambahkan ayam goreng miliknya ke piring Sekar. Sekar menancapkan garpu ke paha ayam pemberian orang itu dan menyobek-nyobek daging itu dengan ganas sebelum memasukkannya ke dalam mulut. Sekar mengunyah daging ayamnya sambil terus memandangi Kayden. Dalam bayangannya, pemuda itulah yang sedang dia telan bulat-bulat. Kayden menggeleng kemudian menepuk puncak kepala Sekar. Dia lalu memindahkan tahu dan tempe goreng miliknya, tapi Sekar menggeleng. "Mau ayam lagi." Sekar melirik daging ayam di piring John di depannya. Sedetik kemudian garpunya sudah bersilaturahim ke piring pemuda itu dan berhasil pulang memboyong sepotong paha ayam. Wajah Sekar masih galak, tapi dalam hati dia sudah bersorak karena sudah dapat dua ayam goreng ekstra. Mata John berkedut. Kumis tipisnya juga naik sebelah. Dia memandangi ayam gorengnya yang sudah berpindah piring dengan sedih. "Apa? Gak ikhlas?" Sekar melototinya. John menggelengkan kepalanya dan memaksakan senyum. Bulu kuduknya meremang. Hawanya seperti sedang dipelototi mamaknya di rumah. "G-gue tambahin." John tergagap sambil memanjangkan tangan menjangkau sesuatu di atas piring pemuda yang duduk bersebelahan dengannya. Pemuda itu melongo melihat ayam gorengnya dicuri di bawah hidungnya sendiri. 'Ayam gorengnya yang nikmat.' Sekar tersenyum lebar melihat tiga paha besar ayam yang menumpuk di piringnya. Yes, tiga ayam goreng ekstra. Mata Sekar berbinar. Kepalanya bergoyang ke kiri ke kanan sembari menikmati sarapannya. Sekar makan dengan khusyuk mengabaikan tatapan enam pemuda itu yang menatapnya berbeda-beda. "Aak..." Sekar bersendawa dan mendorong piringnya yang telah kosong ke samping. Dia kemudian mengelus perutnya yang sedikit buncit pagi ini dengan hati puas. Senyumnya secerah matahari di hari itu. "Aduh lupa!" Sekar menepuk dahinya. "Bang Kay sama yang lain berangkat duluan aja deh. Sekar lupa ada buku tugas yang belum disiapin. Sekar ke atas du-" ucapan dan langkah Sekar terhenti karena seseorang menahan kerah belakang seragamnya. Sekar melihat Kayden lah pelakunya. "Bang Kay~" Sekar menatap melas pemuda itu. "Lo kagak ada tugas. Sean yang bantu beresin buku lo tadi." Sekar bungkam. Ia tak bisa berkata-kata untuk menyanggah ucapan Kayden. Dia hanya bisa kembali duduk di samping pemuda itu. John terbahak-bahak dari tempatnya. "Kicep kan lo kalo udah berhadapan sama Sean. Sok-sok mau ngibulin sih!" Sekar mencebik kesal. Mulutnya sudah terbuka untuk membalas tapi begitu tatapannya bersirobok dengan Sean, Sekar langsung menundukkan kepala. Dia menelan kembali kata-katanya yang sudah di ujung lidah. Kayden terkekeh. Dia lalu mengangkat dagu dan mereka berlima sudah tahu apa yang harus dilakukan. John dan satu pemuda lagi dengan semangat langsung memegangi masing-masing tangan Sekar. Mereka masih tidak ikhlas perihal ayam goreng mereka yang raib di depan mata. Sementara Sean dan seorang lagi memegangi kaki Sekar. Sekar kembali digotong persis saat dilempar ke kolam renang tadi pagi.I feel uncomfortable, can you help me?" Arya Beckett's face turned red, she gave Alexander a very seductive and lustful figure."I can't stand it, please do something about it" Arya Beckett started to get weird, she started to be very active and very brave, Arya Beckett even started to tease Alexander.Arya Beckett seemed to have been aroused, without waiting for Alexander to ponder further, she casually grabbed hold of Alexander’s shirt collar, then her tender and beautiful lips which were like fresh flowers came kissing.Arya Beckett had a dangerous charm and seductive figure, she became much more dangerous when she used her abilities to tease Alexander.But because she was unable to find the target, Arya Beckett’s kiss only landed on Alexander’s cheek, then slid away.Arya Beckett felt an uncomfortable feeling, she really couldn't stand this feeling.Arya Beckett is still a pure woman, to be honest she has never experien
At the bar, the people of the bar saw that the thug was about to hit Alexander. They all came over and were ready to watch a good show. They often hung out at the bar. They’ve seen a lot of fights like this and they loved it! "Too weak." Alexander looked at the thug lightly. It was like a King looking at an ant. Exactly, the thug in his eyes was just an ant, and he was the king. He stood his ground without moving and extended his right hand, catching the fist of the thug. Regardless of how much this guy tried, he couldn’t escape. This young man definitely came from some sort of background. The people surrounding them were looking at Alexander in shock. Their eyes were full of curiosity and surprise. After all, in this Zero-Degree Bar, there weren’t that many people who dared to fight against the thugs. The thug’s face grew red. He felt like the
Alexander left the police station and walked out.It was 10pm at night. Night had descended.The LED lights surrounding him were flashing. There were many people on the streets, there were old people who were dancing on the square, and there were young couples taking a walk while holding hands.Huh?That beauty seemed drunk?When Alexander walked by the Zero-Degree bar. He saw that there was a beauty in the front of the bar wobbling like a crab, wobbling left and right and could fall over whenever.Based on how she was walking, she definitely had too much to drink.Women who came to the bar to drink ... they were all looking for a sense of excitement and a release of pressure.Alexander glanced over and decided to leave, he didn’t want to mind other people’s business.He naturally had a dislike towards women who drink.But in the next moment, he stood still, because he noticed two blonde good-for-nothi
Alexander didn't have parents or any relatives in this city........well not any that he was aware of, so how would he get out of this place?He could not possibly contact those old fogies; Jeremy, Gregg and Shaw, they would cause alot of chaos and complicate matters further rather that settling it amicably.There is only one person who can help him get out of this prison and that is the Vice chairman of the behomoth Company "Emgrand Group Of Companies, Henry".He then tried to contact Henry at night, fortunately the call was successfully connected.Henry: "Mr Alexander has a need to call me at this time of night? "Henry who wanted to go home heard his phone ring, upon seeing that the one who called out was Alexander, Henry quickly picked it up and asked Alexander."Henry, can you come over to the police station now, I have a little problem with the police officer named Evelyn and need a little help from you"Alexander asked Henry to
Few minutes later, Alexander left Bar street, It is far from the center of the City and towards the direction of the hill on the outskirts of the city, this hill is very famous in this city because it has a very amazing night view. one can see the night view of the city, with a very beautiful scenery;he can also see the stars in the sky very clearly.Alexander drove his car up to the top of this hill, From up here, Alexander could see a pretty good view of the city, Alexander wasn't alone there were some people who were enjoying the same view as Alexander.Among these people, there was a person that made Alexander the most interested, a woman in a black dress, a woman about 25 or 26 years old who had a beautiful face, with a perfectly tall body, attractive from a male's point of view.What made Alexander interested was because this woman turned out to be a cultivator, especially since this woman's level was very high, this woman's level was the 4th level Earth R
After the fiasco with the police, Alexander unknowingly drove towards the west region’s most prosperous street, which was also the shabby west region’s only respectable street, named “Bar Street”.The nightlife of feasting and pleasure-seeking was all around, there were colorful skirts, and all sorts of different perfumes. The moment one entered Bar Street, the city’s atmosphere swept through.Alexander didn’t openly stare like some undisguised and unscrupulous young men, and also didn’t secretly peep at the thighs of beautiful ladies on the street that the others were drooling at.The bar’s neon lit signboard wasn’t considered dazzling, the bar that could only be considered mid-sized contained a mysterious air, brilliantly colored rose shaped lights were decorated on the signboard.Soon after walking near this small bar, Alexander felt that he came to the
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments