Aku coba menahan Reihan sekuat tenaga namun gagal. Reihan malah semakin menggila.
“Rei, cukup!”
“Cukup kau bilang?! Pria brengsek ini berani menyentuhmu! Kau pikir aku akan diam saja saat si brengsek ini menyentuhmu bahkan menarikmu kasar ke pelukannya?” Reihan sangat marah, emosinya tak stabil bahkan dia menginjak tangan pria itu berkali-kali hingga terdengar suara tulang patah di sertai jeritan melengking yang terdengar hingga satu ruangan.
Ya Tuhan! Ini seperti penyiksaan sepihak. Aku harus segera menghentikannya.
Kuputuskan menyeret Reihan menjauh dari sini sekuat tenaga. Aku bahkan sampai melupakan rasa mual dan pusing yang kuderita tadi. Kami harus segera pergi sebelum terlambat.
“Kau pikir kau akan selamat keluar dari sini? Jangan harap kalian akan pergi dari sini dengan mudah. Akan kubalas berkali-kali lipat! Kubuat kau sangat menderita dengan melihat gadis kesanganmu berada di bawah selangkanganku sambil memohon.” Kata pria itu sembari mengumpat di tengah kesakitannya.
Sial!
Reihan langsung menerjang pria itu lagi melampiaskan kekesalannya. Suasana kembali memanas dan kerumunan pun semakin banyak di sekitar kami, dalam kericuhan itu samar-samar terdengar suara derap kaki para penjaga memasuki ruang pesta membuatku kembali menarik Reihan dengan panik meninggalkan lawannya yang kritis untuk segera mencari jalan aman melarikan diri.
Kami harus segera meninggalkan tempat ini bagaimanapun caranya.
Tapi…
Sayangnya harapanku pupus. Penjaga berhasil menangkap kami, lebih tepatnya aku duluan yang tertangkap karena kecerobohanku. Kamipun di giring ke mobil bersama dengan beberapa tamu lainnya ke kantor polisi.
Otakku blank, aku tak bisa memikirkan apapun lagi, sedangkan Reihan dia asik komat-kamit di sebelahku. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Bagaimana caranya keluar dari sini? Siapa yang akan menjaminku? Hatiku sangat resah saat memikirkan setiap kemungkinan terburuk yang akan menimpaku.
“Luci, maafkan aku! Kebodohanku membuatmu terjebak lagi denganku. Padahal aku hanya ingin berusaha melindungimu namun semuanya malah berakhir buruk. Maaaf…takkanku ulangi lagi.” ucapnya penuh penyesalan.
Reihan menggenggam tanganku dan tersenyum kecil, “Akan kupastikan mengeluarkanmu dari sini.” Katanya sebelum meninggalkanku bersama dengan petugas.
Lima belas menit berlalu dan Reihan Pun kembali duduk di sampingku.
“Kita akan segera bebas jadi jangan murung seperti itu. Kau terlihat semakin jelek saja.”
“Benarkah? Apa alasan keluargamu mau menjaminku? Aku hanya orang asing yang tidak ada hubungan apapun dengan kalian. Mengapa keluargamu mau repot-repot membebaskanku?” Tanyaku lirih.
“Tidak perlu khawatir, semuanya sudah aku jelaskan pada kakakku. Dia mungkin akan menghajar atau membunuhku setelah ini namun itu bukan masalah asal kau bebas. Dia akan tiba sebentar lagi.” Jawabnya enteng.
Ucapan terakhir Reihan mengusikku. Hajar? Bunuh? Apakah keluarganya sangat kejam sampai memperlakukannya seperti itu? Andaikan saja aku tak ikut semuanya takkan berakhir seperti ini. Rasa bersalah itu kembali menelanku dalam penyesalan.
Satu jam berlalu, Kualihkan pandanganku ke arah pintu yang terbuka. Seorang pria dengan kulit pucat baru saja memasuki ruang introgasi bersama dengan petugas. Tatapanku bahkan tak teralihkan darinya sedetikpun seolah tersedot dalam pesonanya.
Apa dia manusia?
Itulah hal yang terlintas dalam pikiranku pertama kali.
Mataku terus mengikuti gerak-geriknya seolah enggan kehilangan moment tentangnya. Dia seperti sedang mencari seseorang, bisa kutebak siapa yang sedang dia cari.
Rambut pria itu berwarna silver sangat cocok dengan kulit putih pucatnya. Wajahnya pun rupawan dengan rahang tajam dan lancip dengan bibir berwarna merah ranum. Tubuhnya juga sangat proporsional dengan otot yang tercetak di balik setelan yang digunakan. Nilai seratus untuk penampimpilannya, sayangnya aura yang terpancar padanya sangat menakutkan jadi aku kurangi jadi 98%.
Banyak kejanggalan yang aku rasakan darinya.
Dirinya sangat tak nyata bagiku seperti keluar dari novel atau buku fantasi.
Iris matanya yang tajam tiba-tiba mengarah ke arahku membuat jantungku berdebar sangat kencang. Ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan menyeruak keluar. Aku tak tahu apa itu tapi sangat menyesakkan membuatku seketika meneteskan air mata. Seperti kerinduan akan sesuatu yang telah lama kulupakan. Apa sebenarnya yang terjadi? Apa arti ini semua?
Pemuda itupun sama terkejutnya denganku lalu bergegas menghampiriku. Sikapnya sangat aneh, dia kini di hadapanku mematung memandangi diriku seolah melihat hantu. Aku bingung harus mengatakan apa?
“Uh-um!”
Apa yang harus kukatakan? Pria di depanku masih diam tanpa mengeluarkan satu katapun membuatku bingung. Apa aku tanya saja? Atau….namun tatapan matanya sangat menyeramkan jika dilihat dari dekat membuatku kembali mengurungkan niatku. Apa dia akan menyalahkanku? Menuntutku? Atau meminta ganti rugi atas semua ini? Mengapa dia tidak bicara? Rasanya aku ingin menjambak rambutku hingga botak saking frustasinya.
“Uhm…i-itu”
Kuberanikan diri menatapnya, aku akan mati detik ini juga jika salah ucap. Apa yang harus aku katakan padanya? Apa pria ini tak bisa menjauh sedikit dariku? Aku bahkan bisa mencium bau parfum yang digunakannya. Bau lemon plus mentol khas pria maskulin yang membuat setiap wanita mengila. Perlahan tapi pasti wajahku mulai memanas karenanya. Mengapa ada pria sepertinya? Lalu, apa arti debaran yang semakin menggila ini? Aku berusaha sekuat tenaga agar tak terlihat gugup di depannya. Mengapa dia menatapku seperti itu terus?
Ya Tuhan! Bisakah dia menjauh dariku sedikit.
“Kau-”
Otakku blank. Perasaanku campur aduk hingga yang keluar dari mulutku hanyalah ucapan spontan yang terkesan ambigu,”Tolong, jangan bunuh Reihan kakak besar!!”
Uhk!
Apa aku baru saja memanggilnya kakak besar?
Lucas menatapku bergantian dengan pria di hadapanku, kami masih setia menunggu jawaban darinya.“Karena…” Adrian tak begitu yakin dengan apa yang ingin dia katakan, “Luci berkencan dengan pria di sebelahmu makannya aku marah!” sayangnya itu adalah jawaban yang salah, bahkan anak kecil masih lebih baik dalam berbohong ketimbang dirinya. Lagipula untuk apa aku berkencan dengan Luci? pemikirannya sangat konyol.Lucas menarik nafas keras dan itu terdengar dramatis menurutku. Dia langsung menjatuhkan benda yang sedari tadi di genggamnya lalu menatapku seksama, “kau berkencan dengan Luci?!”“Tidak.” ku bantah pertanyaanya tadi dan Lucas pun langsung melihat kembali kearah Adrian.“Kau pembohong!”
_Alex_Aku berdiri di balkon menatap pemandangan hutan di sekitarku sambil menghirup udara segar selagi menunggu mangsaku. Kedatangan anjing kampung itu sepertinya lambat, seharusnya dia sudah disini sejak tadi.Anjing kampung sialan itu mengambil cincin yang telah ku kerjakan bertahun-tahun begitu saja, dia bahkan memastikan sihir didalamnya dan seenak jidat menggali informasi tentangku.Ketika mereka berdua hidup bersama banyak sihir yang terbuang sia-sia untuk menyegel ingatan Luci secara paksa. Anjing kampung itu terlalu lancang menurutku, aku bahkan tak bisa mengatakan apapun pada Luci tentang hal ini atau pun mengambilnya kembali.Sekarang cincin itu benar-benar ‘hilang’ jika sesuatu terjadi lagi pada Luci….aku tak tau apa yang akan terjadi akiba
Aku yakin Bryan pasti akan memberikanku kabar bagus.Dia pasti mendapatkannya kali ini.Aku yakin.====================================================================Nihil.Tak ada informasi apapun.Apa ini semua lelucon?Sama seperti Luci informasi yang ku dapatkan tentangnya hanya informasi dasar saja. Tak ada informasi khusus selain dia adalah seorang dokter.Tidak ada informasi lain yang berguna.Apa ini omong-kosong lainnya?Ku ambil handphoneku dan menghubungi Bryan sesampainya di kamarku.
_Adrian_Luci pulang saat aku sibuk bertelepon dengan klien. Dia berhenti sejenak kemudian dan langsung duduk di sofa tepat di sampingku.Aku tersenyum padanya dan dia pun membalasnya dengan lambaian. Dia sepertinya sedikit bermasalah.Ku selesaikan panggilanku dan berjalan ke arahnya, “ Apa ada yang ingin kau tanyakan padaku? Kau terlihat sangat gusar sejak tadi.”“Ah! Ya… Aku kehilangan cincinku. Kau pernah melihatnya?”Aku tahu itu. cincin itu sengaja ku sembunyikan karena sihir yang ada di dalamnya. Sihir yang dapat menarik ingatan seseorang dalam sekejab.Ku gelengkan kepalaku, “tidak. Apakah itu sangat penting?”
Aneh…Aku merasa hampa saat melihat jari manisku yang kini kosong tanpa adanya benda bulat yang biasanya bertengger di sana.Apa karena aku telah memakainya bertahun-tahun ya? sensasi ini sangat menyebalkan.“ Kau baik-baik saja? wajahmu terlihat pucat.” Tanya Reihan.“ Apa kau melihatku mengenakan cincin saat masuk kelas tadi? ” Aku terus bertanya padanya sambil menatap tempat dimana cincin itu seharusnya berada.“ Tidak.” Jawabnya singkat, “ apakah cincin itu sangat penting bagimu? Kau terlihat sangat khawatir?”“ Entahlah.” Jawabku tak berani menatapnya, “ Aku harus menemukannya bagaimanapun caranya.&rdquo
_Luciana_ Aku terbangun di atas tempat tidurku. Sebuah selimut di letakkan dengan hati-hati di atas tubuhku, jendela di sampingku masih tertutup tirai yang menghalangi sinar matahari merangsek masuk. Semuanya terlihat normal kecuali fakta bahwa aku sangat melupakan sesuatu. Sesuatu yang sangat penting. Tapi apa?! Ada perasaan aneh yang mengganjal di dalam diriku. Sesuatu yang sangat menganjal! Ku coba mengingat apa yang terjadi semalam. Aku mengingat semuanya dengan jelas sampai bagian ketika aku dan Alice mencapai hutan dan menemukan Adrian di sana. Semuanya nampak kabur. Ku coba memaksakan diri untuk mengingat semuanya, memori itu perlahan muncul dalam pikiranku namun sampai di bagian di mana aku menga