Share

Bab 7 Terpaksa

Perutku terus mengeluarkan bunyi gemuruh meminta untuk diisi di karenakan bau harum dari masakan yang berasal dari cafe baru yang menjual masakan Cina yang cukup digemari di kalangan remaja maupun orang tua. Setiap melewati café ini air liurku selalu menetes keluar, apalagi ketika mereka menghidangkan masakan mereka yaitu gyoza dan tahu mapo. Ingin rasanya segera masuk dan menyantapnya, kubuka dompetku perlahan menghitung sisa uang yang ada disana.

Hanya tinggal beberapa lembar uang $5o dan $10, jika aku menggunakannya sekarang maka sama saja dengan berpuasa 2-3 hari kedepan.

Hhhhh….Frustasi.

Tidak akan lagi ada kemewahan, hanya ada omong kosong.

Mengapa harus sekarang?

Dengan lunglai kulangkahkan kakiku menjauh dari sana. beberapa kali ku usap perutku yang lapar mencoba memberi pengertian.

Semuanya bermula dari kebijakan kampus yang baru yang mencabut hak istimewa para penghuni beasiswa untuk tinggal di asrama. Aku harus mengurus semuanya sendiri mulai dari makan, tempat tinggal bahkan beberapa keperluan lainnya sekarang. Padahal dulu aku tak memusingkan itu semua sama sekali, tapi kini semuanya berbeda, entah berapa banyak lagi kerja sampingan yang akan kuambil nanti.

Kejam ya?

Langkahku semakin menjauh dari pusat keramaian kota ke arah sebuah toko buah kecil yang letaknya beberapa blok saja. Pemiliknya merupakan seorang wanita paruh baya bernama Emily. Beliau adalah orang yang ramah kepada siapapun, beberapa kali aku membantunya karena tak tega melihatnya bekerja sendirian. Beliau kini tak mempunyai siapapun, hanya sebatang kara karena suami dan anaknya meninggal dalam kecelakaan 7 tahun lalu.

Kuperhatikan beliau saat dengan lihai menata setiap barang dagangannya. Semuanya tersusun dengan rapi diatas rak membuat perutku kembali berdemo. Semua buah itu tampak segar dan lezat.

Fokusku teralih saat suara beliau meneriakkan namaku.

“Luci.” Panggilnya nyonya Emily padaku. Beliau melambaikan tangannya padaku untuk segera memasuki tokonya sekarang juga.

“Kenapa tidak masuk? Kalau aku tak memanggilmu kau pasti tidak akan mau menemuiku.” Racaunya padaku kesal.

Aku hanya terkekeh saat melihat tingkahnya yang seperti ini. Beliau terus berceloteh padaku sembari melanjutkan membereskan pekerjaannya yang tertunda tadi.   

“Ambillah.” Katanya sembari menyodorkan kantong belanjaan yang di dalamnya berisi buah kesukaanku.

Hah?!

Aku sangat bingung, jika menolaknya itu akan menyakitinya namun jika aku menerimanya…sama saja dengan di kasihani.

“Maaf, aku tidak bisa menerimanya kali ini.” Kataku dengan lembut.

Nyonya Emily menampilkan wajah cemberut,”Ambillah! Atau aku akan marah.”

Kuambil kantong belanjaan yang isinya buah itu, tak tega melihatnya seperti ini, “Terima kasih nyonya.”

Aku tak bisa berlama-lama di sini atau nyonya Emily akan memberikanku hal lainnya untuk dibawa pulang. Kulanjutan perjalanan, kini tujuan selanjutnya yaitu sebuah pemukiman yang letaknya di pinggiran kota. Pemukiman yang tak pernah tersentuh oleh pemerintah bahkan terasingkan.

Kulangkahkan kakiku semakin kedalam, banyak gang kecil yang membingungkan bahkan minim penerangan. Sepanjang jalan kulihat banyak tenda lusuh berjajar rapat di kiri dan kanan yang bahkan tidak bisa dibilang layak.

Miris.

Tempat yang sangat cocok untukku, namun aku masih bersyukur karena setidaknya aku masih mampu bekerja walau serabutan dan kuliah di kampus terkenal. Itulah yang menjadi penyemangatku sekarang, aku harus terbiasa dengan ini semua seperti dulu.

***

“Kau datang lagi? Apa tak bosan di sana setiap hari? Masuklah kedalam.”

“Aku hanya istirahat sebentar disini. Lagipula tempat ini sangat nyaman dan bau dari roti yang anda panggang juga sangat enak membuatku betah berlama-lama di tempat ini.” kataku meyakinkannya.

Tumben dia menegurku, biasanya dia mengabaikanku. Dia mungkin berpikir aku hanya bocah kurang kerjaan yang butuh tempat menyendiri tanpa niat apapun.

Sayangnya semua itu salah.

Maafkan keluguanku yang membuat siapapun takkan percaya bahwa aku melakukan tindakan kriminal seperti pencurian. Memangnya menurut kalian bagaimana caraku bertahan hidup setelah keluar dari asrama?

Kehidupan disini sangat berbeda dengan pedesaan. Semuanya sangat mahal, bahkan uang bulanan yang diberikan walikupun hilang tak berbekas, yang bisa kulakukan sekarang hanya memutar otak untuk bertahan hidup.

Maaf! Aku terpaksa melakukan ini semua.

Dalam keheningan kuperhatikan sekelilingku, mencoba mencari kesempatan untuk melancarkan aksiku dan sekaranglah saatnya. Tanganku melesat secepat kilat mengambil dua buah roti yang dipajangnya di atas etalase lalu menyelipkannya di dalam kemejaku yang tertutup mantel. Kalau sedang beruntung mungkin aku bisa mendapatkan lebih.

Kesempatan kembali datang, pelanggan selanjutnya datang. Namun, nafasku tercekat ketika mengetahui siapa pelanggan itu, suaranya sangat familiar di telingaku.

 “Hei Toni.” Sapa pelanggan itu kepada sang pemilik.

“Hei~ pesananmu sudah kusiapkan seperti biasa. Tunggulah sebentar.”

“Oke.”

Tidak mungkin! Kuharap pelanggan itu bukanlah orang yang kupikirkan.

“By the way Toni.” 

“Ya?”

“Apa dia keponakanmu? Atau kau kini mempunyai pegawai baru lagi?”

Deg.

Kenapa tiba-tiba pelanggan itu bertanya tentangku?

“Oh gadis itu? Dia bukan keponakanku atau pegawai baru yang kupekerjakan. Entah kesenangan apa yang dia dapatkan hanya dengan duduk diam di sana.” Jawab pemilik toko itu sambil tertawa di sela kegiatannya.

“Begitukah?”

Luci merasakan tatapan tajam yang mengarah ke arahnya hingga membuatnya bergidik ngeri. Perlahan kuangkat topiku untuk mengintip siapa pelanggan yang sedang berbicara dengan pemilik toko. Mataku melebar dan nafasku makin tercekat. Dia….

Sial!

Reflek kutundukan kepalaku detik itu juga.

Apa yang dilakukannya disini?

Kuputuskan untuk segera beranjak dari tempatku. Aku masih ingin melihat matahari besok.

Kurapikan kemeja dan jaketku yang berantakan, ini adalah satu-satunya kesempatanku untuk pergi dari sini jika menunggu lebih lama mungkin aku akan bertemu raja neraka lebih cepat dari jadwal.

Oke! Waktunya pergi.

Jangan lihat aku.

Jangan melihat ke arahku.

Jangan lihat aku please!

Kugumamkan kata-kata itu sambil berdoa dalam hati saat berjalan melewatinya. Jantungku hampir copot tadi, sepertinya sudah cukup jauh dari tempat itu. Kulihat sekelilingku memastikan tak ada yang mengikutiku di belakang.

Hhhhhhh…..kuhela nafas lega.

“Halo manis.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status