Share

Bab 6 Alasanku bertahan

Mungkin ini lebih baik dari pada harus menyeretnya dalam masalahku.

Pertama kalinya dalam sejarah kami berdua terpisah bahkan seperti orang asing. Tak ada sapaan atau candaan lagi juga tak ada tingkah konyolnya seperti dulu. Ada yang hilang namun inilah yang terbaik untuk kami berdua. Kami sama-sama membutuhkan waktu untuk saling berfikir satu sama lainnya.

Pengumuman pada mata kuliah terakhir menjadi penutup hari ini.

“Pastikan membaca pengumuman di website universitas. Ini sangat penting, terutama untuk para penerima beasiswa. Jika ada yang punya pertanyaan kalian bisa datang pada saya atau bagian kemahasiswaan.” Kata dosen mengakhiri kuliahnya dan beranjak keluar.

Pengumuman untuk para penerima beasiswa? Apa lagi kali ini? Apakah ada pengumuman beasiswa keluar negeri? Atau pengumuman pemenang lomba kemarin?

Dengan antusias kukeluarkan ponselku dari tas untuk mengecek pengumuman yang di web universitas, sementara mahasiswa yang lain beranjak satu-persatu meninggalkan kelas tak peduli.

Dalam keheningan Luci membaca pengumuman itu dengan tatapan tak percaya. Dia sangat syok saat membaca pengumuman itu, dimana akan ada penyesuaian baru untuk para mahasiswa penerima beasiswa mengenai kebijakan asrama. Selain itu pengumuman itu juga mencantumkan pencabutan beasiswa untuk mahasiswa bermasalah hingga penetapan biaya tambahan untuk mahasiswa yang menempati asrama.

Apa?!

Tak bisa kupercayai ini semua.

Aku baru pindah kesini dan sekarang….

Kenapa begitu tiba-tiba? Aku bahkan tak punya cukup uang untuk biaya hidupku.

Lelucon apa lagi ini?!

Ini tak lucu sama sekali!

Tolong bilang kalau ini tak nyata!

Aku bergegas menyambar tasku dan berlari keluar menuju ke bagian kemahasiswaan, berharap akan sebuah keajaiban, sayangnya itu semua tak terjadi.

“Takkan ada pengecualian untuk satu orangpun. Terutama untukmu!” jawab pegawai bagian kemahasiswaan dengan tatapan sinis padaku.

“Maksudnya? Apa salah saya?”

Dia menatapku sinis,”Apa kau pura-pura bodoh sekarang?”

“Kami menerima catatan kriminal mengenaimu dari pihak kepolisian. Bahkan jika ada pengecualian bagi satu atau dua mahasiswa, kamu takkan masuk dalam daftar itu.”

Perkataan pegawai itu sangat menusuk, hingga kukepalkan tanganku menahan emosi.

“Terima kasih.” Dengan enggan ku ucapkan kata itu dan beranjak dari sana bergegas ke asrama

Sekarang aku harus bagaimana?

Jika aku menambah kerja paruh waktu lagi, takkan ada waktu untukku belajar. Bisa-bisa aku kehilangan semua beasiswaku nanti.

Ku banting pintu asramaku kasar meluapkan emosiku yang dari tadi kupendam.

Bodoh! Kalau menganggap semuanya akan lancar tanpa adanya rintangan.

Aku hanya ingin menyelesaikan kuliahku dengan lancar dan lulus dengan nilai terbaik.

Apa aku harus kembali ke jalanan seperti dulu? atau aku bisa mencari tempat penampungan sementara? Sepertinya aku melihat hal seperti itu saat menjelajahi internet beberapa hari lalu, dengan sigap kubuka ponselku mencari semua informasi yang ada tapi nihil.

Tak ada yang seperti itu. Jika adapun hanya akan ditujukan untuk anak-anak dan lansia bukan orang sepertiku yang masih segar bugar.

Luci berjalan ke depan cermin dengan lemas. Beberapa kali kuhapus air mata yang mengalir di pipiku dengan kasar. Aku bahkan tak sedikitpun terlihat seperti anak-anak dari sisi manapun.

Apa yang harus aku lakukan sekarang?

_ _ _

Luci masuk kelas lebih awal, dia sama sekali tak bisa tidur semalaman karena memikirkan nasibnya setelah ini hingga suara sapaan seseorang mengejutkannya.

“Hei.” Sapanya padaku, ku abaikan orang itu akibat moodku yang buruk

“Maaf.” Aku langsung menoleh ke arahnya saat mendengar kata itu, “Maaf, aku memang egois. Aku bahkan tak mendengarkan penjelasanmu dulu dan langsung pergi begitu saja. Apa aku memang tak berarti untukmu sebagai sahabat? atau kau memang menganggapku sebagai pengganggu saja selama ini?”

Aku terdiam sejenak, sementara Reihan menunggu reaksiku selanjutnya.

“Apa aku segitu menyebalkannya? Baiklah kalau begitu aku takkan mengganggumu lagi.” Aku langsung menahan tangannya dan memintanya duduk disampingku. Kasian anjing besarku kini terlihat sedih dan murung. Kuraih pipinya dan langsung mencubitnya sekencang mungkin hingga dia memekik.

“Akh! Sakitsakit!” pekiknya sambil mengusap pipinya yang memerah.

Aku terkekeh melihat reaksinya,” Aku tak pernah marah padamu Rei.”

“Kau yakin?”

Kubalas pertanyaanya tadi dengan cengengesan.

Reihan memperhatikan kondisiku,” Kau tampak lelah? Apa semuanya baik-baik saja?”

“Tentu saja.”

Aku tak bisa mengatakan padanya bahwa aku akan menjadi gendangan sebentar lagi. Itu sangat memalukan. Lebih baik aku mati ketimbang memberitahu siapapun mengenai keadaanku.

“Kau yakin?”

”Ya, tuan bawel.” Rungutku. Ku peluk Reihan detik itu juga hingga membuat Reihan tersentak, “Aku hanya sangat merindukanmu.”

“O-oke.” katanya canggung sambil mengusap punggungku dan sesekali menepuknya dengan kaku seolah aku adalah serangga. Hal itu membuatku menahan tawa. Reihan sangat aneh dia mempunyai banyak fans yang mengaguminya tapi tak satupun yang mampu menarik perhatiannya. Aku kadang berfikir dia adalah Gay.

Pfffftttt.

Tawaku akhirnya tak tertahan lagi, apalagi saat melihat dia tersipu malu. Dia sungguh manis, berbeda dari biasanya konyol dan menyebalkan.

Aku berharap kita bisa seperti ini terus. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang saling menjauh seperti orang asing. Kau adalah sahabat terbaikku Rei dan aku tak ingin kehilanganmu lagi, maka dari itu aku tak bisa memberitahumu tentang kondisiku yang sebenarnya. Aku tak ingin dia meninggalkanku karena merasa risih dan terbebani. Rei, kau adalah salah satu alasanku bertahan disini sampai sekarang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status