Yafas meletakkan bolpoin yang ia gunakan untuk mencatat beberapa hal penting mengenai pasien yang akan ia temui esok hari. Pria satu itu menghela napas panjang dan memilih untuk melangkah menuju beranda rumahnya dan menatap taman rumahnya yang tidak begitu luas, karena Yafas memang tidak memiliki waktu untuk merawat taman yang lebih luas daripada tamannya saat ini. Yafas memilih untuk duduk di salah satu kursi yang memang disediakan untuk bersantai di sana. Kening Yafas mengernyit dalam saat dirinya memikirkan sesuatu yang terasa begitu mengganggu.
Tak lama, Yafas pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang, setelah memastikan jika saat ini sosok yang akan ia hubungi sudah sampai di rumah setelah seharian sibuk dengan pekerjannya di kantor. Saat sambungan telepon diangkat, Yafas tersenyum tipis dan berkata, “Halo, Tante Edel.”
“Ah, halo Yafas. Ada apa? Tante agak gugup saat menerima teleponmu ini. Tante takut jika kamu membawa kabar buruk mengenai Makaila. Apa mungkin, konsultasi terakhir berjalan dengan tidak baik? Tante belum sempat meneleponmu, dan sudah lebih dulu dihubungi olehmu. Maafkan Tante, ya,” sahut Edelia dari ujung sambungan.
Seperti yang sudah diketahui, Edelia dan Yafas memang sudah dekat. Dulu, keluarga memang menjadi tetangga. Namun, karena keluarga Yafas adalah keluarga yang memang sering mendapatkan tugas ke sana ke mari, pada akhirnya Yafas pun harus pindah bersama keluarganya. Sebelum kini, Yafas memang memiliki rumah sendiri setelah kedua orang tuanya meninggal. Yafas juga menjadi psikiater, karena dorongan kedua orang tuanya. Dulu, jujur saja Yafas merasa tertekan karena harus menjadi tenaga kesehatan, sementara dirinya memiliki passion di bidang lain. Namun, Yafas sangat bersyukur karena kedua orang tuanya yang bersikukuh menginginkan Yafas menjadi seorang dokter, titel inilah yang membawanya kembali bertemu dengan Makaila.
Semenjak pindah, Yafas memang berusaha untuk menghubungi Edelia dan Makaila. Hanya saja, keduanya juga ternyata pindah. Keduanya pindah dengan terburu-buru dan tanpa meninggalkan jejak apa pun. Seakan-akan, keduanya tengah menyembunyikan jejak mereka dari seseorang yang memang tengah mencari mereka. Namun, dua tahun yang lalu, Yafas yang memang sudah aktif menjadi seorang psikiater mendapatkan pasien yang tak lain adalah Makaila. Tentu saja Yafas senang jika dirinya bisa bertemu lagi dengan Makaila, gadis yang diam-diam sudah ia sukai. Namun, Yafas tentunya enggan bertemu dengan Makaila, jika pada akhirnya Makaila datang sebagai pasien baginya.
Yafas menggeleng dan kembali fokus dengan apa yang akan ia bicarakan dengan Edeleia. “Tante tidak perlu cemas. Memang sesi konsultasi terakhir tidak selesai sebagaimana mestinya, karena Makaila merasa lelah dan ingin segera pulang. Tapi, kali ini aku tidak ingin memberikan kabar buruk mengenai kondisi Makaila. Aku memang tengah menganalisis kemajuan emosi Makaila, tetapi tidak ada hal buruk yang memang perlu diperhatikan. Hanya saja, aku ingin menanyakan, setelah Makaila memulai homeschooling, apa Makaila terlihat aneh atau menunjukkan gerak-gerik yang tidak biasa?” tanya Yafas sembari mencoba menenangkan Edelia agar tidak merasa resah.
“Ah, jadi begitu. Tante hanya cemas tadi. Mengenai Makaila, awalnya Tante juga sangat cemas dengan kondisinya jika harus homeschooling dan bertemu hampir setiap hari dengan orang yang sebelumnya tidak ia kenal. Namun, setelah homescooling, Makaila sama sekali tidak terlihat aneh. Makaila malah terlihat memiliki banyak kemajuan. Sedikit demi sedikit, Makaila mulai membuka diri. Ini jelas kabar baik, bukan? Karena jujur saja, Tante sangat merasa senang dengan kemajuan Makaila ini. Tante merasa jika tinggal menunggu waktu sebentar lagi, dan Makaila bisa berubah normal kembali.”
Yafas bisa mendengar dengan jelas nada penuh syukur serta kebahagiaan dari suara Edelia tersebut. Yafas yang mendengar penuturan Edelia tersebut, tentu saja tidak menangkap ada hal aneh yang mungkin bisa mendukung kecurigaan yang tengah ia pikirkan ini. Karena itulah, Yafas kembali tersenyum walaupun dirinya sama sekali tidak berhadapan dengan orang yang tengah berbincang dengannya. Yafas berkata, “Tentu saja ini adalah kabar yang sangat baik, Tante. Rasanya wajar saja jika Tante merasa senang dengan kabar ini.”
“Benarkah? Ah, syukurlah kalau begitu. Tante benar-benar senang jika kondisi Makaila mulai kembali normal,” ucap Edelia sama sekali tidak berusaha untuk menutupi rasa senangnya.
“Iya, Tante. Makaila sudah memiliki kemajuan yang pesat sebagai seorang pasien.” Yafas memang memberikan pujian yang sesuai dengan apa yang ia analisis. Meskipun, Yafas sendiri masih merasakan ada hal yang janggal pada Makaila. Namun, dirinya tidak akan gegabah dengan mengatakan hal tersebut pada Edelia, sedangkan dirinya saja masih belum yakin dengan apa yang ia rasakan ini.
“Kalau begitu, apa sesi konsultasi yang tidak selesai itu perlu diganti seperti biasanya?” tanya Edelia.
“Itu tidak diwajibkan, Tante. Jika Makaila mau, kita bisa menjadwalkan konsultasi di minggu ini juga. Namun, jika Makaila tidak mau, kita hanya perlu menggunakan jadwal konsultasi yang sudah kita sepakati sebelumnya,” jelas Yafas.
“Kalau begitu, nanti Tante akan menanyakannya pada Makaila. Apakah dia mau kembali konsultasi tambahan untuk mengganti sesi konsultasi kemarin, atau memilih untuk melanjutkan jadwal yang sebelumnya.” Tentu saja Edelia harus menanyakannya pada Makaila, daripada secara langsung menyetujuinya. Edelia tentu saja tidak ingin Makaila merasa tertekan atau merasa tidak senang dengan apa yang ia akan lakukan. Begitupula dengan Yafas, meskipun sesi konsultasi itu penting, tetapi jika sampai Makaila merasa tertekan, sesi konsultasi sama sekali tidak akan berjalan dengan baik seperti yang diharapkan.
“Terima kasih, Tante. Maafkan aku karena mengganggu waktu istirahat Tante,” ucap Yafas menyesal.
“Tidak apa-apa, Yafas. Tidak perlu sungkan seperti itu. Tante malah merasa begitu berterima kasih, karena kamu sangat memperhatikan kondisi Makaila. Tante benar-benar bersyukur karena Makaila memiliki psikiater sepertimu. Kalau begitu, Tante tutup sambungan teleponnya dulu, ya. Tante harus membantu Makaila memasak makan malam,” ucap Edelia.
Yafas mun mengiyakan, dan sambungan telepon pun terputus begitu saja. Saat itulah, Yafas memandang langit yang sudah dihiasi semburat jingga, kini mulai terlihat gelap. Suara serangga malam juga mulai terdengar menyapa indra pendengarannya. Yafas terdiam di sana dengan pikirannya yang berkelana jauh. Tentu saja, Yafas tengah memikirkan hal yang berkaitan dengan kondisi psikis Makaila. Sebagai seorang psikiater, Yafas harus memastikan serta menganalisis mengenai perkembangan kondisi pasiennya. Namun jujur saja bagi Yafas, Makaila adalah pasien yang sangat istimewa. Pasien yang perlu mendapatkan perhatian lebih darinya.
Yafas menghela napas panjang. Rasanya, setelah mengetahui kondisi psikis Makaila, setiap harinya Yafas tidak bisa untuk tidak merasa cemas. Sebagai seorang psikiater, tentu saja Yafas mengetahui apa saja yang biasanya dilakukan oleh para pasien yang tidak bisa mengendalikan rasa takut, cemas, dan stress yang ia rasakan. Yafas tentu takut jika Makaila bisa melukai dirinya sendiri. Tentu saja, Yafas tidak ingin hal itu sampai terjadi. Karena itulah, banyak hal yang sudah Yafas lakukan demi membuat Makaila kembali menjalani kehidupan normalnya. Yafas tidak ingin sampai Makaila terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan.
“Makaila, aku berharap tidak ada hal buruk yang kembali terjadi padamu. Aku harap hanya aka nada kebahagiaan dalah kehidupanmu,” ucap Yafas berbisik pada angin. Berharap, jika angin berkenan untuk membawa harapannya itu pada malaikat pelindung yang bertugas untuk menjaga Makaila yang memang terlihat begitu rapuh dan butuh begitu banyak perlindungan.
Halo semuanya, untuk kalian penggemar Makaila dan Bara, ada kabar baik buat kalian wkwk. Kalian yang mau peluk mereka dalam bentuk fisik, bisa banget ikutan PO cetak ulangnya yang akan berlangsung sejak tanggal 3 hingga tanggal 13 Januari 2021 ya.Harganya Rp. 100.000 (diluar ongkir)(Ps. judul yang naik cetak bukan hanya judul ini aja lho. Hampir semua cerita Mimi yang sudah mejeng di Goodnovel akan naik cetak)Untuk yang tertarik, atau mau tanya-tanya dulu bisa hubungi Mimi lewat DM di instagram difimi_Atau kalian bisa langsung hubungi salah satu nomor admin di bawah ini :1. 0853426571592. 081324971213(Ingat, hanya salah satu ya. Kalo bandel, nanti Mimi cium ampe kehabisan napas wkwk)Sekian, terima kasih atas perhatian kaliann
Lima belas tahun kemudianBara mencium Makaila dengan terburu-buru dan membuat Makaila memukul dada suaminya itu dengan kesal. Bara pun melepaskan ciumannya, tetapi sama sekali tidak terlihat menyesal. Ia malah tersenyum senang dan membuat wajahnya semakin tampan saja. Hal tersebut membuat Makaila benar-benar jengkel dengna tingkah suaminya itu. Makaila benar-benar ingin mencabuti satu per satu bulu kaki Bara agar suaminya itu jera dengan tingkahnya yang spontan. N
Makaila menatap ikan-ikan koi yang berenang di kolam yang berada di bawah kakinya. Saat ini, Makaila memang tengah merendam kedua kakinya di kolam ikan. Makaila memang sangat senang saat beberapa ikan menciumi kakinya. Itu terasa geli, tetapi menyenangkan. Namun, kali ini Makaila tidak bisa berendam lama-lama, ia harus bersiap untuk segera berangkat ke rumah sakit. Makaila tersenyum dan mengusap perutnya yang sudah benar-benar membuncit di usia kehamilannya yang kesembilan bulan. Sebentar lagi Makaila benar-b
“Bara, pelan-pelan!” seru Makaila tetapi dirinya terlihat enggan untuk melepaskan pelukannya pada leher sang suami. Bara memelankan gerakannya, tetapi dirinya tidak menghentikan apa yang saat ini tengah ia lakukan. Bara pun menghentak dengan kekuatan yang cukup membuat Makaila menjerit-jerit dan mendapatkan pelepasan yang hebat serta begitu memuaskannya. Makaila terengah-engah dan mengerang saat Bara juga mendapatkan pelepasannya. Bara mencium kening Makaila dan membaringkan dirinya di samping Makaila. Salah satu tangan Bara terulur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh Makaila yang polos. “Tidurlah,” ucap Bara sembari me
“Nyonya, ada paket untuk Anda.”Makaila yang semula tengah sibuk mengunyah buah-buah segar yang sudah dipotong cantik, segera mendongak dan menatap seorang pelayan yang rupanya datang untuk melaporkan paket yang memang baru saja datang. Wajah Makaila tampak begitu bahagia dan mengulurkan kedua tangannya menerima paket yang diserahkan oleh pelayan tersebut. “Kalian benar-benar menyembunyikan masalah ini dari Bara, bukan?” tanya Makaila memastikan pada pelayan yang memang d
“Bara!” teriak Makaila melengking membuat Bara yang sebelumnya tengah berkutat dengan pekerjaannya di ruang kerja, tersentak dan segera berlari menuju kamar utama yang terhubung dengan ruang kerja.Sebenarnya, ini adalah pengaturan baru setelah mengetahui Makaila hamil dan akan tinggal di kediaman Treffen. Sebelum benar-benar pulang dari Rusia, Bara sudah lebih dulu merenovasi kediamannya, agar aman dan tentu saja efisien karena dirinya harus tetap mengawai Makaila yang hari demi hari semakin membesar kandungannya dan bertambah manja saja. Seperti saat ini, Bara masuk ke dalam walk in closet karena mendengar teriakan sang istri yang melengking bukan main. Na
Luna enggan melepaskan pelukannya dari Makaila. Hal tersebut membuat Makaila yang mendapat pelukan erat tersebut hampir saja kehilangan napasnya. Untung saja, Bara dan Dominik yang berada di sana segera mengambil tindakan. Dominik kini merangkul pinggang sang istri dengan penuh kasih, sementara Bara dengan hati-hati mengusap lembut perut Makaila yang sudah membuncit di usia kehamilannya yang menginjak lima bulan. “Mama, Kaila kan hanya pulang ke Indonesia, Kaila tidak pergi ke mana-mana. Jika Mama dan Papa merindukan Kaila, kalian bisa berkunjung ke sana,” ucap Makaila dengan senyum gemilangnya.Ya, rencana pulang ke Indonesia yang sudah Makaila dan Bara sus
Makaila tampak menikmati makanan ringan lezat yang telah dibuat khusus oleh sang mama. Tentu saja, Makaila terlihat begitu senang. Ia bisa memuaskan keinginannya untuk mencicipi berbagai macam makanan yang ia inginkan, tanpa harus takut atau merasa tersiksa oleh rasa mual yang menyerangnya. Makaila benar-benar senang, hingga dirinya tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Makaila bahkan tidak peduli walaupun Bara tidak berada di sisinya. Padahal, sebelum-sebelumnya, Makaila sama sekali tidak mau lepas atau berjauhan dari sang suami. Makaila akan menangis bahkan saat Bara meninggalkannya untuk buang air. Namun, sekarang Makaila sama sekali tidak peduli.Makaila kembali mengunyah redvelvet yang terasa meleleh dan memenu
Bara tersentak terbangun saat merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bukti gairahnya yang menegang. Bara menatap Makaila yang juga tengah menatapnya dengan terkejut. “Ba-Bara, kenapa itu bangun tiba-tiba, saat Kaila sentuh kenapa semakin tegang saja? Bara tidak apa-apa?” tanya Makaila dengan polosnya membuat Bara merasa geram dengan kepolosan Makaila ini. Padahal, Makaila sudah hamil seperti ini, tetapi kenapa Makaila masih saja tidak mengerti?Bara merasa frustasi dengan kelakuan Makaila ini. Bara juga merasa begitu kesal, kenapa adiknya bisa terbangun gagahnya seperti ini. Agak kesal pula pada Makaila yang malah membuka celananya dan membuat adiknya mengh