Share

Chapter 5: owner

   Hana mengetuk-ngetukkan jarinya ke permukaan meja. Saat ini, wanita itu tengah berada di ruangan direktur umum DW Hospital. Tn. Albert sendirilah yang memanggilnya kesini.

   Hana tahu mengapa Tn. Albert memanggilnya untuk menemui pria itu. Semua ini pasti dikarenakan keluhan yang disampaikan oleh Dallas beberapa waktu yang lalu dan membuat wanita itu berakhir di sini.

   "Kau pasti sudah tahu kenapa aku memanggilmu kemari, dokter Hana."ucap Tn. Albert yang sepertinya ingin cepat-cepat ke inti pembicaraan.

   Hana menganggukkan kepalanya. "Tentang  Tn. Wheeler, dan semua keluhannya terhadap pekerjaanku."

   Tn. Albert menghela napasnya pelan. "Dengar, Hana. Kau adalah dokter favoritku di sini. Salah satu dokter terbaik di rumah sakit ini. Aku mengerti kau telah bekerja semaksimal mungkin. Tapi, aku harap untuk kali ini kau bisa memakluminya."

   Hana terdiam sejenak. Wanita itu menatap lama wajah Tn. Albert yang mulai mengeriput. "Aku hanya bekerja seperti biasanya, Tn. Albert. Aku bersikap adil kepada siapapun pasienku. Sejauh ini, tidak ada yang pernah mengeluh tentang itu."

   "Kalau begitu, untuk satu pasien saja. Kumohon, dokter Hana. Kau tidak harus melakukannya dengan seluruh pasienmu. Hanya pada Tn. Wheeler saja."pinta Tn. Albert.

   Hana menatap tak percaya pada Tn. Albert. "Ada apa denganmu, Tn. Albert? Tidak biasanya kau ikut mencampuri pekerjaanku seperti ini."

   Tn. Albert bangkit dari duduknya. Ia lalu berdiri menghadap jendela yang ada di belakang meja kerjanya. Posisi pria paruh baya itu saat ini membelakangi Hana. 

   "Karena ... Bukan hanya pekerjaanmu saja yang akan dipertaruhkan di sini, Hana."ucapnya pelan tapi masih bisa di dengar oleh telinga Hana.

   Wanita itu mengerutkan keningnya. "Aku tidak mengerti ..."

   Tn. Albert membalikkan badannya. Lalu menatap Hana. Pria itu terdiam cukup lama sebelum akhirnya menjawab, "Karena dia itu Dallas Wheeler. Pemilik DW company, sekaligus pemilik rumah sakit ini."

***

   Hana melangkahkan kakinya lebar-lebar di koridor Rumah Sakit. Wanita itu terlihat terburu-buru. Ia bahkan tidak membalas sapaan orang-orang yang menyapanya.

   Langkah Hana terhenti di depan sebuah pintu ruang rawat inap. Wanita itu langsung membuka pintu tersebut bahkan tanpa mengetuknya terlebih dahulu sehingga membuat orang-orang yang berada di dalam ruangan itu terkejut. Bahkan pasien yang tengah diperiksa ikut terdampak efeknya.

   "What the fu-- ..."umpat Erick. Pria itu terkejut bukan main saat melihat pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka. Ia bahkan sampai lupa bahwa sekarang ia tengah berada bersama pasien.

   "Kau sedang sibuk?"tanya Hana seperti tidak merasa bersalah sedikitpun.

   Erick memelototkan matanya. Pria itu menatap Hana sinis. "Kau tidak lihat?"

   Hana terdiam. Ia menatap ke sekeliling ruangan dan baru menyadari bahwa saat ini wanita itu tengah menjadi pusat perhatian. Hana kemudian membungkuk untuk meminta maaf.

   "Maafkan aku, tapi ada hal penting yang ingin kubicarakan dengan mu."

   Erick mengerutkan dahinya. "Penting sekali? Apa tidak bisa menunggu sebentar?"

   Hana tampak berpikir sejenak. "Sepertinya bisa. Tapi sebentar lagi aku akan ada jadwal operasi jadi, kuharap kau segera meluangkan waktumu."

   Erick memutar bola matanya. "Kalau begitu, tunggulah di ruanganku. Setelah ini aku akan menemuimu di sana."

   Hana menganggukkan kepalanya. Setelah meminta maaf sekali lagi kepada seisi ruangan, wanita itu segera pergi ke ruang kerja Erick. Lalu menunggu pria itu di sana.

   Wanita itu memperhatikan kesekeliling ruangan Erick. Lalu, tatapannya jatuh pada beberapa bingkai foto yang tersusun rapi di atas meja.

   Ada sekitar 4 bingkai foto dengan warna yang sama. Isinya adalah gambar-gambar Erick saat pria itu tengah liburan. Ada foto Erick saat mendaki gunung, hingga fotonya saat sedang bermain di tepi pantai.

   Erick adalah tipe pria yang suka dengan suasana alam. Jika sedang berlibur, pria itu akan memilih menghabiskan waktu dengan menjelajahi alam.

   Hampir 15 menit Hana menunggu Erick, akhirnya pria itu tiba dengan membawa dua cup coffee lalu memberikan salah satunya kepada Hana. 

   "Kenapa lama sekali?"tanya Hana. Wanita itu kemudian meminum coffee yang diberikan Erick.

   "Aku masih harus melakukan pengecekan terhadap 1 pasien lagi. Selain itu, aku juga mengambil coffee untukmu dan untukku."

   "Tapi, aku tidak menyuruhmu membawa coffee untukku."ucap Hana.

   Erick memutar bola matanya. "Sudahlah, kau juga meminumnya. Sekarang katakan! Apa yang ingin kau bicarakan denganku?"

   Hana terdiam sejenak. Wanita itu meletakkan cup coffe di atas meja kemudian menatap Erick serius. "Ini tentang Dallas Wheeler."

   Ekspresi Erick seketika berubah. Pria itu juga ikut meletakkan cup coffeenya di atas meja. Ia menunjuk wajah Hana hingga membuat wanita itu terkejut. 

   "Kebetulan, aku juga ingin membicarakan tentangnya."

   "Benarkah? Jadi, kau yang mulai atau aku?"tanya Hana.

   Erick tampak berpikir. "Kau saja dulu! Sepertinya ceritamu tentang Dallas Wheeler lebih menarik."

   Hana menganggukkan kepalanya. Wanita itu menarik napasnya sejenak kemudian mulai berbicara. 

   "Seperti yang pernah kukatakan padamu, aku memiliki seorang pasien baru yang cukup meresahkan. Dan nama pasienku itu adalah Dallas Wheeler. Kau tahu? Dia selalu saja membuatku kesal dengan tingkahnya. Selalu saja mengeluh ..."

   "... Pagi ini, saat aku memeriksanya ia mengeluh tentang pekerjaanku. Dia ingin aku yang mengurus segala keperluannya, bukan perawat. Tentu saja aku menolaknya. Kukatakan bahwa itu adalah tugas perawat. Lalu, tiba-tiba Tn. Albert datang ke kamarnya. Menjenguk pria menyebalkan itu. Dan kau tahu?"

   Erick menggelengkan kepalanya. "Tidak, lalu?"

   "Kau tahu? Dia menyampaikan keluhannya tentangku pada Tn. Albert. Karena itulah usai bekerja, Tn. Albert memanggilku ke ruangannya. Ia memintaku untuk bersikap lebih baik lagi kepada Dallas ..."

   Hana memberikan jeda pada kalimatnya untuk bernapas sejenak kemudian melanjutkan, "... Aku merasa bingung dengan hal itu, karena tidak biasanya Tn. Albert ikut campur urusanku. Namun, setelah aku menanyakan alasannya, kau tahu? Apa yang dikatakan Tn. Albert padaku?"

   "Dallas Wheeler adalah pemilik rumah sakit ini."ucap Erick seolah mengerti apa yang akan dikatakan Hana selanjutnya. Hal ini sontak membuat Hana terkejut. Wanita itu membulatkan matanya.

   "Kau sudah tahu? Dan baru memberitahuku sekarang?"tanya Hana sedikit kesal. Ia menatap Erick tak percaya.

   Erick menggelengkan kepalanya cepat. "Aku baru menyadarinya kemarin setelah selesai makan siang. Pantas saja, nama Dallas Wheeler terdengar tidak asing bagiku. Hal inilah yang ingin aku katakan padamu. Namun, ternyata kau juga sudah mengetahuinya sebelum aku sempat mengatakannya padamu."

   Hana kehabisan kata-kata. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Ia menghela napasnya kasar sembari menatap langit-langit ruangan. Tangannya tergerak mengurut pangkal hidungnya."Apa itu artinya aku sedang dalam masalah besar?"

   Erick mengedikkan bahunya. "Seperti yang kukatakan sebelumnya, semuanya tergantung pada bagaimana pelayanan mu terhadapnya nanti. Mungkin, semakin bagus pelayananmu, semakin bagus pula posisimy di rumah sakit ini."

   Hana menegakkan punggungnya. Ia menatap Erick tajam. "Sudah kukatakan, bukan? Aku tidak pernah membeda-bedakan pelayananku kepada pasien. Tidak perduli siapapun dia dan darimana ia berasal. Jadi, aku tidak bisa berbuat seperti itu hanya karena ia pemilik rumah sakit ini."

   "Mungkin sudah saatnya kau membedakannya, Hana."

   

   

    

   

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status