Tampan dan mapan. Dua hal yang menggambarkan seorang Dallas Wheeler. Nyaris sempurna jika saja ia sedikit beratitude. Harta,tahta, selangkangan wanita. Motto hidup yang selalu dijunjungnya. Tiga hal yang menjadi surga dunia bagi pria itu. Ia merasa seluruh dunia dapat ia miliki Hanya dengan beberapa angka nominal di akun rekeningnya yang tentu bukanlah angka besar buatnya. Lalu, apa jadinya jika cassanova tampan itu dipertemukan dengan Hana Kim. Seorang dokter cantik yang sedikit angkuh namun menjunjung tinggi nilai kesopanan. Sikap Hana yang menolaknya secara terang-terangan membuat pria itu merasa penasaran terhadap wanita berdarah Asia tersebut.
더 보기Sebuah tempat dengan pencahayaan remang-remang. Diisi oleh orang-orang yang bergerak tidak beraturan mengikuti irama musik dari disk jokey yang menggelegar hingga menggetarkan lantai. Beberapa pelayan berseragam juga tampak sibuk mondar-mandir membawa minuman beralkohol entah itu dari kasta bir, wine hingga tequila.
Kondisi yang jauh dari ketenangan. Jika tidak terbiasa mungkin seseorang bisa saja pingsan dengan keadaan di dalam ruangan seperti ini. Belum lagi beberapa pasangan yang dengan tidak tahu malu berciuman bahkan melakukan hal yang lebih.
Sepasang kaki jenjang yang dibalut dengan sehelai celana mewah melangkah kedalam ruangan itu. Bagai disihir, kehadirannya mampu membelah lautan manusia yang tadinya sedang menggila. Mereka kompak memberikan jalan pada sosok yang dengan tenang melangkah penuh percaya diri.
Sebagian orang mulai berbisik-bisik. Sebagian pria menatap tak suka ada pula yang menatap penuh hormat. Sedangkan para wanita menatap kagum bak singa kelaparan yang tengah mengincar mangsanya. Mereka ingin mendekat namun, tidak mempunyai cukup keberanian.
"Selamat datang tuan Dallas Wheeler. Aku akan mengantarkanmu ke ruangan VIP."sambut seorang pria berbadan sedikit pendek. Perutnya buncit dan kepalanya plontos. Pria itu mengenakan stelan jas bewarna hitam dan kemeja bewarna putih yang beberapa kancing teratasnya telah terbuka. Ia adalah Tyresse, pemilik tempat itu.
Dallas menganggukkan kepalanya. Pria tampan itu mengikuti Tyresse sambil sesekali melemparkan senyum manis kepada para wanita yang tak henti-henti memandangnya.
Perjalanan yang begitu singkat. Tidak lebih dari 1 menit Dallas dan Tyresse tiba di sebuah ruangan. Sebuah ruangan yang didesign mewah dan tertutup. Sama seperti ruangan utama bar, ruangan ini memiliki lampu yang bercahaya remang-remang. Bahkan bisa dibilang lebih redup. Namun, Dallas tampaknya tidak terganggu dengan hal tersebut.
Di dalam ruangan tersebut telah tersedia beberapa minuman beralkohol yang harganya setara dengan sebuah mobil. Dan jangan lupakan ada seorang wanita cantik berpakaian minim tengah menunggu untuk menuangkan minuman tersebut untuk tamu istimewa bar ini.
"Selamat menikmati, tuan Wheeler. Saya permisi."ucap Tyresse.
Dallas tidak membalas. Pria itu sepertinya lebih memilih memasuki ruangan VIP tersebut dibandingkan membalas ucapan Tyresse yang tidak terlalu penting baginya.
Pria yang berusia 27 tahun itu mendaratkan pantatnya di sebuah sofa panjang bewarna hitam. Ia duduk tepat di sebelah wanita berpakaian ketat yang tersenyum menggoda.
"Bagaimana kabarmu, tuan Wheeler?"tanya wanita itu seraya memberikan Dallas segelas wine.
Dallas tersenyum tipis. Pria itu menerima segelas cairan pekat yang diberikan wanita penghibur itu lalu menyesapnya sedikit.
"Bagaimana menurutmu? Apa aku terlihat baik-baik saja?"tanya Dallas.
"Kau terlihat seperti biasanya. Tampan dan menggoda. Selalu luar biasa."
Dallas menyeringai. Pria itu menuangkan sebotol wine pada gelas kaca lalu memberikannya pada wanita yang duduk di sebelahnya. "Lalu, apa kau juga seperti biasanya, Jane?"
Wanita yang bernama Jane tersebut menatap Dallas dengan senyum menggoda. Ia kemudian bangkit lalu duduk di pangkuan pria itu. Tangan lentiknya mengelus lembut rahang Dallas lalu menggit kecil ujung telinga pria tampan itu.
"Aku akan menjadi luar biasa untukmu malam ini, tuan Wheeler."bisiknya sensual.
Dallas menyeringai. "Kau bisa membuktikannya nanti."
***
Drrtt ... Drrttt...
Getaran ponsel di atas nakas membangunkan Dallas. Pria tampan itu mengerjapkan matanya berulangkali lalu memperhatikan sekelilingnya.
Dallas menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Ia menoleh dan mendapati seorang wanita tengah tertidur di sebelahnya. Tubuh wanita itu hanya dibalut sehelai selimut yang ia pakai bersama Dallas.
Dallas menguap. Getaran ponsel di atas nakas masih belum berhenti. Pria itu mengambil benda pipih berharga fantastis itu. Ada nama Louis tertera di sana.
"Hm ... Good morning, dude."ucap Dallas dengan suara khas baru bangun tidur.
"Kau di mana?"
"Kenapa? Kau merindukanku?"tanya Dallas.
"Dasar bodoh! Kau ada rapat pagi ini. Apa kau lupa?"
Dallas memutar bola matanya malas. "Yayaya aku tidak lupa. Aku akan tiba di sana beberapa menit lagi."
Pria itu mematikan ponselnya. Lalu bangkit dari ranjang menuju ke kamar mandi. Ia membersihkan dirinya sejenak lalu keluar darisana dengan penampilan yang jauh lebih rapi.
Dallas meraih ponselnya lalu mengirimkan pesan kepada Louis. 'Sepertinya jasku sedikit kotor. Apa kau bisa meminta sekretarisku yang sexy menyiapkannya, Lou? Terimakasih'
Setelah mengetikkan itu, ia memasukkan ponsel pintarnya kedalam saku jas. Kemudian terdiam sebentar menatap seorang wanita yang masih tertidur di atas ranjang. Selimut yang dikenakan wanita itu sedikit tersingkap sehingga menampakkan paha mulusnya.
Dallas mengambil dompetnya. Mengeluarkan sebuah cek dengan nominal besar yang telah ia siapkan sebelumnya. Pria itu kemudian meletakkan cek itu di atas nakas lalu beranjak darisana.
Di depan hotel telah terparkir Porsche 911 Careera 4 MT milik Dallas. Pria itu mengeluarkan beberapa lembar uang lalu memberikannya kepada seorang petugas yang telah memarkirkan mobilnya.
"Terimakasih, tuan Wheeler."ucap pria itu.
Dallas tidak menjawab. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. Ia mendekati kendaraan mewah miliknya lalu masuk kedalamnya.
Kondisi lalu lintas pagi ini tampak normal. Dallas dapat mengendarai mobilnya dengan santai walaupun beberapa waktu yang lalu Louis mengatakan bahwa ia harus menghadiri sebuah rapat.
Lampu lalu lintas bertukar warna menjadi merah. Pria itu menghentikan mobilnya. Ia memperhatikan pejalan kaki yang menyeberang di depannya. Sesekali Dallas tersenyum saat beberapa wanita melihat ke arahnya. Senyum khas pria cassanova.
Lampu lalu lintas kembali bertukar warna menjadi hijau. Dallaspun kembali melajukan kendaraan mewahnya dengan kecepatan stabil.
Semuanya tampak baik-baik saja hingga saat sebuah mobil sedan bewarna hitam menerobos lampu merah. Bak hilang kendali, mobil hitam tersebut melaju dengan kecepatan tinggi kearahnya. Dallas membanting stir kekanan namun sialnya ada sebuah truck yang sepertinya tak sempat menghindari hingga ...
'Brakkkk ...'
Tabrakan tidak bisa dihindari. Terdengar bunyi dentuman yang begitu kuat. Dallas dapat melihat bagian depan mobilnya hancur.
Kepala pria itu terbentur. Darah segar mengalir deras di dahinya. Dallas dapat merasakan rasa sakit bercampur pusing pada kepalanya. Sekujur tubuhnya merasa ngilu. Namun, pria itu masih kuat untuk bergerak.
Dengan mengumpulkan sisa tenaganya, Dallas keluar dari mobil sambil memegangi kepalanya yang berdarah. Pria itu berjalan terseok-seok mencoba meminta bantuan orang-orang di sekitarnya. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena penglihatan Dallas perlahan memudar. Segala hal di sekitarnya tak bisa ia lihat dengan jelas hingga akhirnya pria itu jatuh tidak sadarkan diri.
Kepalanya semakin terasa sakit. Telinganya berdengung. Klakson mobil mobil yang terdengar saling bersahutan semakin memperburuk keadaan. Orang-orang mulai mengerubunginya. Walau tidak terlalu jelas, Dallas dapat mendengar beberapa orang berbisik-bisik tentangnya. Ada yang menatap tidak percaya, ada pula yang mengeluarkan ponsel untuk memotretnya.
"Tuan, kau baik-baik saja?"
Samar-samar Dallas mendengar seorang pria bertanya kepadanya. Ada beberapa orang yang juga terlihat mendekatinya. Itulah hal terakhir yang Dallas lihat sebelum ia jatuh tidak sadarkan diri.
Louis memandang ke arah Dallas. Pria itu menaikkan sebelah alisnya. Ekspresi yang terganbar di wajahnya seolah-olah menunjukkan bahwa ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. "Kenapa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Dallas sensi. Louis masih saja diam. Pria itu tampak berpikir keras. Dilihatnya dengan teliti wajah pria yang sedang setengah berbaring di atas ranjang rumah sakit itu. Louis mencoba mencari jejak kebohongan maupun lelucon di wajah tampan Dallas. Namun, yang ia temukan hanyalah tatapan serius yang sangat jarang sekali ia lihat di wajah Dallas. Ekspresi yang benar-benar langka. Louis mencoba mencerna satu persatu kata yang diucapkan oleh Dallas. Ia mencoba menghubungkan semuanya dengan keadaan sahabatnya itu saat ini. Dan, semua hal tersebut terlihat masuk akal. Dokter Hana bukanlah sosok wanita biasa yang bisa didapatkan Dallas dengan cara yang mudah. Jika biasa
Louis baru saja terlepas dari pekerjaannya yang melelahkan di kantor. Begitu banyak hal yang harus ia lakukan selagi Dallas tengah dirawat di rumah sakit. Pria itu berniat pulang ke rumahnya. Ia membayangkan bagaimana secangkir coklat panas akan menemani dirinya nanti. Belum lagi ranjang empuk yang selalu siap sedia menampung tubuh tingginya. Namun, semua khayalannya sirna seketika saat ia mendapat panggilan telepon dari Dallas. Sebenarnya, Louis bisa saja mengabaikan panggilan masuk dari pria itu. Dia juga sudah biasa melakukannya. Hanya saja, kali ini berbeda. Suara panik Dallas dari seberang telepon memaksa mata Louis terbuka lebar dan membuat pria itu segera tancap gas menuju rumah sakit. Ia benar-benar panik. Khawatir dengan apa yang terjadi dengan sahabatnya yang sedikit kurang ajar itu. Tidak biasanya seorang Dallas Wheeler yang selalu terlihat santai dalam segala keadaan akan bersikap panik sep
"Bagaimana bisa kau terus saja mengacuhkanku? Apa aku tidak semenarik itu di matamu, dokter Hana?"tanya Dallas. Tatapan pria itu terlihat semakin dalam dan berbeda. "Apa kau tidak pernah sedikitpun merasa tertarik padaku, dokter Hana?"tanya Dallas sekali lagi bahkan sebelum Hana sempat menjawab pertanyaan yang ia ajukan sebelumnya. Hana tertegun. Wanita itu memalingkan wajahnya. Entah mengapa, ia tiba-tiba tidak betah melihat ke arah mata Dallas yang tengah menatapnya. Ia meremas ujung jasnya yang bewarna putih. Mencoba meredam kegelisahan yang mulai menguasai sebagian dirinya. Hana tidak ingin terlihat bodoh di depan Dallas hanya karena kata-kata yang sialnya, berhasil memberi dampak yang cukup besar bagi dirinya. Dallas terus saja memandang ke arah Hana yang bahkan telah memalingkan wajah darinya. Sikap Hana yang seperti itu, menciptakan sebuah perasaan aneh di dadanya. Perasaan asing
Hana baru saja selesai memeriksa seorang pasien beberapa menit yang lalu. Saat ini, dokter muda itu tengah berjalan menuju ruang kerjanya untuk mempersiapkan operasi yang akan ia lakukan 1 jam mendatang. Wanita itu sesekali tersenyum saat berpapasan dengan staff maupun pasien di DW hospital. Waktu sudah menunjukkan pukul 4.25 sore. Banyak pasien yang memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar koridor maupun taman rumah sakit untuk sekedar menghilangkan rasa bosan, tentu setelah masing-masing pasien tersebut telah mendapat izin dari dokter yang merawat mereka. Langkah Hana terhenti saat matanya menangkap sosok familiar yang tengah duduk di atas sebuah bangku panjang di taman DW hospital. Wanita itu melihat sosok pria tersebut dari arah samping. Namun, ia langsung bisa mengenalinya bahkan dari jarak tempat ia berdiri saat ini. Hana memutuskan untuk mendekat ke arah pria tersebut yang terlihat tengah termenung
"Aku tidak perduli!" Itu adalah kalimat terakhir yang Hana ucapkan sebelum keluar dari kamar Dallas. Wanita itu dengan terang-terangan menunjukkan penolakannya terhadap usulan yang diajukan pasien tampannya itu. Namun, di sinilah ia sekarang. Duduk serius dengan sebuah laptop di hadapannya. Kedua mata bulatnya menatap serius ke pada layar laptop tersebut. Ia tampak mencari beberapa informasi dari sana. Hana tengah sibuk mencari informasi seputar Hawai. Tentang apa saja hal menarik yang berada di negara bagian Amerika serikat tersebut. "Ini lumayan," komentar Hana seraya menatap fokus ke layar laptop. "Pantai di sana juga sangat terkenal. Sepertinya akan menyenangkan jika aku berkunjung ke sana," sambungnya. Tiba-tiba Hana terdiam. Hawai adalah saran dari Dallas. Bukankah tadi ia mengatakan bahwa ia tidak perduli dengan tempat yang dikatakan pria itu? Lalu, mengapa se
"Selamat pagi, dokter Hana." Hana tersenyum menanggapi sapaan para staff rumah sakit saat ia tiba di sana. Sesekali ia juga membalas sapaan mereka. Sesekali juga, ia hanya membalasnya dengan senyuman. "Pagi, Hana," sapa Erick saat ia tidak sengaja bertemu dengan wanita itu di koridor rumah sakit. Pria itu membawa segelas kopi hangat di tangannya. Hana menghentikan langkahnya. Ia tersenyum tipis seraya membalas sapaan Erick. "Pagi, Erick," jawab Hana singkat. "Kau sudah sarapan? Mau sarapan bersama sebelum bekerja?"tawar Erick pada Hana. Namun, wanita itu menolak ajakannya halus. "Aku sudah sarapan tadi. Mungkin lain kali," papar Hana. Erick menganggukkan kepalanya paham. "Baiklah, jika begitu. Aku ingin pergi ke cafeteria, membeli sepotong sandwich. Sampai jumpa," ucap pria itu sebelum akhirnya berlalu dari hadapan Hana. &nbs
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
댓글