Tubuh Mia gemetar saat dia berada di dalam mobil dengan pria monster di sebelahnya. Dia bahkan meringkuk membentuk bola di atas lantai yang dingin saat mereka tiba di sebuah mansion mewah yang sengaja pria itu sewa untuk menjemput Mia di Denver.
“Tetap di sini dan jangan membantahku lagi, Mia. Kau tidak boleh meninggalkan kamar ini sampai aku kembali. Apa kau mengerti?” perintah pria itu sembari menekankan pertanyaan. Setelah menunggu beberapa detik dan tidak ada jawaban dari Mia, pria paruh baya itu pun kembali melemparkan pertanyaan. “Apa kau mengerti!” bentak pria itu dengan suara meninggi hingga Mia menjerit sembari menutupi telinga dengan kedua tangan. Tubuhnya bahkan semakin meringkuk dengan posisi melindungi diri.
Pria paruh baya tersebut berjongkok di hadapannya dan menarik paksa wajah Mia serta memeras dagu wanita itu dengan kasar hingga tertinggal jejak merah di wajahnya yang putih.
“Kau tidak bisu, jawab aku!” benta
Suasana sekitar hening seketika. Semua pria di sana saling tatap karena mereka baru saja menyadari bahwa Mia sengaja merubah namanya dan kini Jaxon tahu alasan sebenarnya. Dia bahkan terdiam cukup lama karena Jaxon mendengar banyak cerita tentang kekejaman Allen Lewis. Tidak bisa Jaxon bayangkan apa yang mungkin Mia alami selama berada di bawah pengasuhan Allen.“Aku ingin kau meninggalkan Denver saat ini juga, dan jangan pernah kembali untuk mencari Mia. Aku mengenal gadis itu sebagai Mia Heart, tidak peduli bila kau menganggap dia sebagai Allisa. Kuberi waktu kurang dari satu jam bagimu untuk angkat kaki dari kotaku,” ucap Jaxon dengan tatapan mengeras.Mendengar ultimatum tersebut, Allen pun menolak untuk tunduk.“Kau pikir aku takut pada ancaman barusan? Lihat saja, aku bisa menghancurkanmu hanya dengan satu jentikan jari,” desis Allen dengan tatapan sama.Kepala Jaxon miring ke samping, dia menatap pria di hadapannya dengan pa
Jaxon menemukan Mia dalam keadaan tidur di atas ranjang. Setelah memeriksa tidak ada luka pada Mia, dia pun meninggalkan gadis itu, lalu berjalan menuju jendela, melihat ke luar pada halaman di depan. Lampu-lampu di halaman menyala terang hingga menutupi langit malam. Cukup lama Jaxon berdiri dengan postur tegak sedang kedua tangan berada dalam kantung pada sisi celana hingga akhirnya terdengar suara Mia yang mengigau dengan isak tangis mengiris hati Jaxon, membuat dia mengepalkan buku-buku jarinya di sisi tubuh, menahan diri untuk tidak meninju tembok di hadapannya.“Tidak … Ayah,” tangis Mia dalam tidur. “Jangan … Ayah, aku janji akan jadi gadis baik. Aku janji Ayah … maaf kan aku,” isak Mia.Jaxon berjalan cepat mendekati gadis itu dan menariknya dalam pelukan.“Ssshhh … semua baik-baik saja, Dolcezza. Tidak ada yang perlu kau takutkan, aku di sini,” bisik jaxon dengan suara pelan menenangkan.
Di luar Kastil Aurelia langit tampak mulai gelap, membuat Mia duduk gelisah di kursi baca dalam kamar pribadinya. Dia sengaja menghindari Jaxon karena insiden pagi tadi. Bahkan jantung Mia masih berdetak tidak karuan hingga dia tidak mau turun ke lantai bawah, bergabung sarapan bersama pria itu di meja makan.“Miss Heart.” Terdengar suara Piper dari luar kamar.Mia menurunkan novel yang sejak tadi dibaca dan terhenti di halaman empat puluh tanpa berpindah halaman sejak lima menit lalu. Dia menghela napas dan membuka pintu, mengintip keluar.“Ada apa?” tanya Mia saat Piper muncul di balik celah pintu yang Mia buka.“Mr. Bradwood memintaku untuk memanggil anda ke perpustakaan,” kata Piper menyampaikan pesan Jaxon.Mendengar nama pria itu, lagi-lagi Mia merasa bulu kuduknya merinding. Dia masih tidak siap untuk bertatap muka dengan Jaxon.“Aku akan ke sana,” jawab Mia, tidak ingin membuat Piper me
“Menikahlah denganku, Dolcezza,” kata Jaxon dengan mata penuh keyakinan.Mia kembali membaca kata demi kata dalam dokumen di tangan, dia menggigit bibir bawah dan menatap Jaxon berulang kali, merasa tidak yakin dengan pendengaran tadi.“Kau … ingin menikah denganku?” tanya Mia memastikan.Di satu sisi Mia merasa kecewa. Dia berpikir seseorang akan datang dan melamar padanya dengan sebuah kejutan atau mungkin makan malam romantis. Bukan seperti ini yang ada dalam pikirannya. Disodorkan selembar dokumen berisi surat perjanjian pernikahan, bukannya sekotak cincin berlian.Kertas dalam genggaman Mia mengerut seketika. Jantungnya yang tadi berdebar terdengar retak dalam pendengarannya sendiri. Dia bahkan kesulitan mengatur napas dan menata emosi, sedang matanya menatap Jaxon terluka.“Seingatku kita tidak memiliki hubungan sejauh itu,” ucap Mia yang susah payah untuk tidak menjeritkan amarah. “Tidur satu
Setelah Mia pergi dari ruangan dan pintu di balik tubuh gadis itu tertutup rapat, barulah Rey menyuarakan isi hati yang tersimpan selama percakapan tadi berlangsung.“Kenapa?” tanya Jaxon dengan alis bertaut dan berjalan menuju jendela saat dia mendapat tatapan Rey yang tidak biasa.“Kau berbohong tentang Allen pada Mia,” kata Rey mengingat penjelasan Jaxon tadi.Rey memilih diam sejak tadi karena dia memang tidak ingin ikut campur dengan rencana Jaxon. Sahabatnya hanya meminta dia membuatkan draft perjanjian untuk Mia serta menyiapkan dokumen dari pengadilan yang Allen ceritakan kemarin, lalu mengatakan bahwa dia ingin Rey hadir saat melamar Mia agar gadis itu tidak merasa canggung ketika mereka hanya berdua saja, tetapi dia tidak mengira Jaxon akan mengarang cerita seolah Allen adalah musuh yang sulit dibasmi dan Mia tidak memiliki pilihan selain menikahi Jaxon.Jaxon mengedikan bahu. “Mia tidak perlu tahu bahwa Allen sudah
Mobil yang membawa Mia dan Jaxon tiba di pelataran parkir gedung berlantai dua puluh milik Danny Johanson. Pria itu tinggal di penthouse yang terletak di lantai teratas gedung.“Aku akan menjemput besok, hubungi jika terjadi sesuatu,” kata Jaxon menahan Mia yang hendak membuka pintu.Jaxon melarang Mia menyetir sendiri terutama setelah Joe terluka. Pria itu bahkan menjadi overprotektif ratusan kali lipat dari biasa. Tidak sekali pun dia membiarkan Mia menghilang dari pandangan. Bahkan terjadi kekacauan di Aurelia saat Jaxon tidak menemukan Mia di dalam kamar. Pria itu mengerahkan seluruh penjaga kastil hanya untuk mencari Mia yang ternyata duduk bersantai dengan empat pelayan terdekat gadis itu; Piper, Emily, Allana dan Greta di Gazebo dekat taman mawar yang baru setengah jadi.Lima kepala menatap kumpulan pria berwajah panik saat melewati mereka yang sedang mengadakan pesta teh di kebun.“Mia!” teriak Jaxon saat itu, hingga akhirn
Mia dan Slaine saling tatap begitu Gideon pergi. Keduanya pun melirik ke arah Kalista yang duduk manis di sofa dengan senyum malu-malu mengulas di wajah.Slaine berdehem dan berjalan ke dekat wanita itu.“Hey,” sapa Slaine sedikit meninggikan suara.Kalista melambaikan tangan, membalas sapaan itu sembari bibirnya bergerak mengatakan Hey juga.Takut suasana berubah canggung, Mia pun mengeluarkan ponsel dan mengetik sesuatu di sana.‘Namaku Mia dan ini Slaine’ꟷ tulis Mia di ponsel dan menunjukannya pada Kalista.Wanita itu pun mengeluarkan buku catatan dan pena dari dalam tas yang tadi Gideon bawa.‘Aku Kalista’ ꟷ tulis wanita itu. ‘Terima kasih sudah menerimaku. Gideon bilang dia tidak ingin meninggalkanku di Gardenia karena terjadi masalah di sana.’Mia dan Slaine membaca penjelasan Kalista di atas buku catatan.Tidak mau ketinggalan, Slaine pun mencari pena dan kertas dari
Slaine memberikan sebuah Lingerie pada Kalista yang menatap empat wanita di hadapannya dengan wajah tercengang.‘Pakailah, kau pasti akan terlihat sangat cantik memakai ini,’ tulis Slaine di atas catatan.Sekali lagi Kalista memperhatikan lingerie tersebut. Tampaknya dia tidak berminat untuk memakai itu karena beberapa kali matanya melihat ke arah perut yang sudah membuncit.Krista mendekati wanita berparas malaikat itu dan menulis sesuatu di atasnya.‘Sekarang sedang trend berfoto dengan memakai lingerie kemudian memamerkannya di sosial media, terutama bagi wanita hamil. Yakinlah, banyak wanita di luar sana berpose di depan kamera dan menguploadnya ke Ingram. Apa kau mau aku tunjukan beberapa selebriti yang melakukannya?’Krista hendak mengeluarkan ponsel saat Kalista menahan gerakan wanita itu.‘Aku percaya,’ balas Kalista yang langsung mendapat senyuman lebar dari Krista.‘Tenang saja, kau