Share

Tugas • 04

"Selamat pagi, Mas Dipta!" Suara sapaan ceria itu masuk ke dalam Ruang Protokol yang hening.

Seorang wanita cantik masuk setelahnya dengan senyum merekah. Dengan setelan PNS lengkap gadis itu menyapa semuanya.

Dipta mendongak untuk melihat siapa yang datang, dan ia tersenyum saat menemukan Maria di sana. Maria adalah salah satu pegawai Bapenda. Selain itu, Maria juga anak dari Bu Fitri, Kasubbag di Humas. Karenanya ia menjadi dekat dengan Maria.

Maria berjalan ke arah meja Dipta dan duduk di bangku yang tersedia di depannya.

"Mas Dipta!" panggilnya manja.

Dipta tersenyum lembut menanggapinya. Senyuman Dipta sungguh bisa membuat para wanita klepek-klepek. Dan suara rengekan Maria tadi membangkitkan jiwa fuckboy dan playboy yang sudah lama tertidur karena kesibukannya.

"Kenapa? Pagi-pagi udah ngeluyur ke Protokol aja." Dipta kembali menatap laptopnya sekilas.

"Tadi habis ketemu Mama, jadi sekalian aja mampir ke sini." Maria ikut melirik apa yang sedang dikerjakan Dipta di laptop. "Mas Dipta sok sibuk banget, sih."

Dipta tersenyum kalem. Karena menurut Dipta jurus jitu menghadapi perempuan adalah dengan tersenyum kalem lembut seperti ini. Apalagi kalo orangnya seperti Dipta, dijamin tidak ada perempuan yang berani nolak.

"Ini aku simpen dulu filenya, biar aku bisa lebih fokus sama kamu," balas Dipta tenang. Di mana tenangnya Dipta bisa membuat Maria merona.

Jangan ragukan lagi kemampuan Dipta dalam menaklukkan perempuan.

"Duh, lagu lama banget," celetuk Bimbim karena mejanya yang paling dekat dengan meja Dipta.

Dipta tak menghiraukan sindiran penuh makna Bimbim. "Jadi, kenapa ke sini?"

Dipta menumpukkan kedua tangannya yang saling menggenggam di atas meja, memfokuskan perhatiannya pada Maria yang terlihat salah tingkah ditatap begitu intens olehnya.

"Aku kan udah lama gak liat Mas Dipta. Mas Dipta sibuk terus keluar kota kalo nggak ngikutin Bupati terus, aku kan jadi kangen." Dipta tersenyum mendengarnya. "Mas Dipta kangen aku nggak?"

Jika biasanya, mungkin Dipta sudah menggenggam tangan wanita itu dan mengelusnya lembut, namun karena ini ia sedang di dalam kantor dan sadar banyak mata yang mengamati walaupun mereka berpura-pura fokus dengan kesibukan mereka. Karena itu sedari tadi Dipta menggenggam tangannya sendiri, menahan tangannya untuk tidak menggenggam tangan Maria.

"Iya, kangen."

"Dek Kiran, kangen Mas Raki, gak?" Suara Raki mengundang tawa semua orang yang sepertinya sudah lama di tahan mereka sejak memperhatikan pembicaraan Dipta dan Maria secara diam-diam.

"Iya, kangen."

Tentu itu buka suara Kiran. Mana berani dia baru seminggu magang dan sudah berani mengejek Kepala Ruangan ini. Tadi, suara Bimbim yang kembali mengejek Dipta dengan mengulang ucapan sang Kasubbag itu.

"Mas Dipta, ih!" rengek Maria. Ia merasa malu setelah percakapannya dengan Dipta di dengar semua orang. Padahal menurutnya tadi ia sudah berbicara dengan pelan.

"Kenapa? Aku kan cuma jawab pertanyaan kamu?" balas Dipta yang akhirnya ikut menjahili wanita itu.

"Tau, ah. Aku mau balik aja. Malu di sini."

Maria segera berdiri, berjalan menuju pintu dan juga harus melewati meja Bimbim dan lainnya yang kembali menggodanya.

"Mau ke mana, Mar? Katanya kangen Mas Dipdip."

"Mbak Mar, aku juga kangen, lho!"

Maria menatap sebal sekaligus malu ke arah Bimbim dan Raki. "Apaan, sih!" ucapnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Protokol.

"Mas Dip, calon istrimu malu lo tadi."

"Calon istri apaan," balas Dipta pada Vista. Kemudian ia kembali fokus pada laptopnya.

Namun, ia kembali mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Kiran. "Dek, yang tadi cuma bercanda doang, kok."

Semuanya menggeleng takjub mendengar ucapan Dipta

🕸🕸🕸

Dipta, Bimbim, Raki, Mas Abi dan Vista kini sedang berada di Ruang 45 untuk melihat acara pembukaan Lomba Duta Genre 2021 yang akan dihadiri oleh Ibu Genre yang tak lain adalah istri dari Bapak Bupati.

Mereka membantu para panitia yang merupakan alumni Duta Genre dari tahun-tahun sebelumnya.

Raki dan Mas Abi membantu mengarahkan para tamu untuk duduk di kursi yang sudah disediakan. Bimbim dan Vista kali ini mendapat tugas menjadi pembawa acara dan sekarang mereka sudah berdiri di samping panggung, tengah membaca cue card yang berada di tangan masing-masing.

Dipta sendiri berada di luar ruangan yang tengah ramai oleh orang yang sedang mengisi daftar hadir ataupun para panitia yang sibuk wara-wiri.

Beberapa kali Dipta berbicara dengan orang-orang penting yang dikenalnya. Kadang juga hanya menyapa orang yang tak terlalu dikenalnya saat mereka bersinggungan.

Di saat acara hampir mulai dan semua tamu sudah memasuki ruangan, Dipta masih berada di luar ruangan bersama Mas Abi dan Raki yang kini bergabung dengannya mengawasi Vista dan Bimbim yang sudah membuka acara.

"Hai, Mas Dipta!" sapa seorang gadis yang sedang berjalan mendekat ke arah Dipta.

Dipta mengerutkan kening samar. Mencoba mengingat siapa gadis yang menggunakan baju berseragam dengan panitia Duta Genre lainnya, yang berarti gadis ini juga salah satu alumni Duta Genre.

Lima detik kemudian Dipta membuka mulutnya, menunjukkan ia mulai mengingat gadis yang berdiri di depannya. "Luna?"

"Aku pikir Mas Dipta gak bakal inget aku." Gadis itu tersenyum senang, pertanda tebakan Dipta benar.

"Gak mungkin, lah. Di mana kamu sekarang?"

Raki dan Mas Abi fokus melihat jalannya acara walaupun telinga mereka terbuka lebar mendengar pembicara si Buaya dan mangsa barunya.

"Di Jakarta, Mas. Ini aku di undang sama Ibu, makanya datang ke sini."

"Owh, habis ini langsung balik atau stay di sini dulu?"

"Gak langsung balik, lah. Kangen sama suasana di sini. Jadi, mau jalan-jalan dulu di sini beberapa hari. Aku lihat banyak tempat-tempat baru yang bagus juga, sayang kalo udah sampek sini tapi gak main dulu." Dipta mengangguk paham.

"Mau ditemenin jalan-jalan? Aku tau beberapa tempat bagus di sini. Tapi, ya gitu. Aku bisanya weekand, doang."

"Emang gak ada yang bakal marah kalo Mas Dipta spending time weekandnya sama aku?" Luna bertanya memastikan.

"Gak ada, lah. Aku free 24 jam," jawab Dipta meyakinkan.

Uhukk!

Mereka berdua melirik ke arah Raki yang sedang batuk --yang Dipta tau itu hanya dibuat-buat-- dengan keras.

"Kenapa, Ki?" tanya Mas Abi.

"Keselek buaya, Mas." Raki melirik Dipta sekilas setelah menjawabnya.

Dipta segera mengajak Luna untuk masuk ke dalam ruangan sebelum Raki semakin mengganggunya.

Di dalam ruangan Dipta terpisah dengan Luna setelah memberikan nomer ponselnya kepada gadis itu dan berjanji untuk menemaninya jalan-jalan selama di sini.

Dipta kini berdiri di bagian belakang bersama beberapa orang Kominfo dan orang bagian sound.

Saat sedang melihat-lihat ia menemukan target baru. Ia berjalan mendekati kursi tamu barisan paling akhir. Ia mencolek bahu perempuan berseragam Satpol PP lengkap itu dengan pelan.

"Mia? Apa kabar?" sapa Dipta.

Gadis terkejut sebentar dan tersenyum saat mengetahui siapa yang menyapanya. "Hai, Mas. Alhamdulillah, baik. Mas Dipta gimana?"

"Alhamdulillah, baik. Apalagi setelah lihat kamu," balas Dipta.

Dari kejauhan Raki yang memperhatikan  Dipta, menghembuskan napas lelah. "Gue aja yang cuma liatin dia doang, udah capek. Sana-sini cari mangsa mulu."

"Dia udah profesional, Ki," sahut Mas Abi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status