Share

Chapter 4. On Rainy Days

Setahun kemudian.

Ponsel Avery berdering nyaring di atas sebuah meja. Avery melirik nama si penelpon dan langsung mengacuhkannya. Beberapa orang, termasuk penjaga, meliriknya tajam dan kesal, tetapi Avery tidak peduli.

Jelas saja para murid dan penjaga kesal karena Avery sedang berada di perpustakaan yang menjunjung tinggi keheningan. Namun, tidak ada yang berani menegurnya. Alasannya sederhana; itu karena ia adalah salah satu anak terkaya di SMA Culfox. Ayahnya donatur utama yang membuat penjaga perpustakaan segan padanya, dan kakaknya, Jihun, adalah si brengsek yang memiliki reputasi buruk di sekolah.

Sebenarnya, para murid tahu bahwa Jihun dan Avery jauh dari kata akrab, tetapi Jihun adalah berandalan yang suka mencari gara-gara. Itu sudah cukup menjadi alasan untuk sebagian murid tidak macam-macam dengan Avery, kecuali mereka siap berhadapan dengan Jihun. Avery membenci Jihun, tetapi dia menyukai keuntungan yang ia dapat karena itu berarti dia terjauhkan dari masalah.

Ponsel Avery berhenti berbunyi sejenak sebelum kembali berdering nyaring dengan lagu yang menghentak-hentakan telinga.

Avery berdecak kesal. “Si brengsek ini keras kepala sekali.”

Dan ia kembali membaca komik sambil mengunyah permen karet tanpa mematikan ponselnya. Seorang murid dari kejauhan berkata padanya, “Tolong, matikan teleponnya.”

Avery membalik halaman komik dengan santai. “Tidak mau.”

Ia mendengar beberapa orang menggumam jengkel. Beberapa orang memilih hengkang dari perpustakaan dengan marah; tercermin dari deritan kursi yang menggeser dengan suara menggema. Avery mengabaikan itu semua dan tersenyum dari balik komik.

Beberapa detik kemudian, senyumnya memudar karena sebuah tangan terulur dan mematikan ponselnya. Avery terbelalak dan menoleh dengan kesal. “Hei!”

Dia melihat seorang pemuda berambut coklat, yang mengenakan baju lengan panjang kebesaran dibalik kaos putihnya yang biasa, berdiri tepat di belakangnya. Pemuda itu mengangkat satu alisnya.

“Apa kau tidak tahu kau harus tenang saat berada di dalam perpustakaan?”

“Cih, rupanya kau.” Avery berbalik dan kembali membaca komiknya dengan santai. Ia berkata sejurus kemudian dengan suara yang lebih lantang. “Mereka semua bisa membaca dalam keheningan saat mereka mati. Bukankah kuburan juga memiliki moto yang sama? Haha.”

Avery mengabaikan pandangan marah beberapa orang sambil tersenyum senang. Lock duduk di seberang mejanya dan berkata, “Apa kau bertengkar lagi?”

Avery mengernyit. Raut wajah gembiranya lenyap. “Lagi? Kenapa kau berkata seolah-olah aku sering bertengkar?” tukasnya.

Lock tidak menjawab, tetapi dia berpura-pura menghitung dengan jari tangannya. Avery melempar komik yang dipegangnya ke wajah Lock, yang sukses mengenai jidatnya dengan bunyi yang mengesankan, sebelum terjatuh ke lantai.

Avery tidak tahu mengapa, tetapi Lock memang selalu bisa menebak situasinya lebih baik dari siapapun walaupun Avery tidak pernah bercerita padanya. Ini terdengar menggelikan, bahkan bagi Avery sendiri, tetapi terkadang Avery berpikir bahwa Lock adalah orang yang paling mengerti dirinya – bahkan lebih daripada keluarga atau sahabatnya.

“… Kemarikan komiknya. Aku belum selesai membaca.”

Lock telah memungut komik yang dilempar Avery. “Apa aku perlu melemparnya seperti yang kau lakukan?” tanyanya. Ia nyengir saat melihat wajah Avery. “Aku bercanda.”

Ia menyerahkannya pada Avery tanpa mengeluh. Avery melirik dahi Lock yang memerah dan segera membenamkan kepalanya ke dalam komik lagi untuk mengalihkan cubitan sedikit rasa bersalah. Avery sudah terlalu sering melakukan kekerasan fisik pada Lock selagi dia marah atau kesal, tetapi Lock tidak pernah marah ataupun mengeluh.

Selama beberapa saat, hanya ada suara hujan yang terdengar samar-samar selain bunyi gesekan kertas atau suara orang mengetik di dalam perpustakaan besar milik SMA Culfox. Avery tengah berusaha berkonsentrasi membaca, tetapi pikirannya berkelana kemana-mana. Ia melirik Lock, yang duduk diam dengan tangan terlipat diatas meja, sedang menatap keluar jendela yang sedikit berkabut karena hujan, dengan tatapan menerawang.

Terkadang, Avery sangat ingin tahu apa yang ada di benak Lock, apalagi saat dia mendengar ada gosip yang beredar antara dirinya, Lock, dan Jihun, tetapi dia menahan diri untuk tidak bertanya. Avery malu untuk mengakui bahwa ia takut orang-orang mengetahui kenyataan yang sebenarnya, dan dia tahu cara terbaik untuk menutupi kenyataan itu adalah dengan memanipulasi kenyataan. Avery tahu itu tidak adil bagi Lock, namun Avery tidak menemukan cara lain. Lock, di sisi lain, nampak sama sekali tidak keberatan. Dia masih menjadi Lock yang sama; pendiam, penyendiri, aneh, bodoh…

Lock mendadak menoleh dan mata mereka berdua bertemu. Avery buru-buru menunduk, pura-pura membaca.

‘Tunggu, kenapa aku harus mengalihkan pandangan?’ Avery bertanya-tanya dalam hati, tetapi tidak bisa menahan diri untuk terus berpura-pura membaca.

“Kalau kau tidak membaca lagi, ayo pulang,” kata Lock.

Avery mendengus. “Siapa bilang aku tidak membaca? Aku tengah asssyik membaca.” Avery menekankan kata asyik sambil membalik halaman komiknya. Ia menguyah permen karetnya lebih cepat untuk menenangkan diri.

“Hm-mh, sekarang aku menyadari dengan mataku sendiri bahwa kemampuan intelegensimu memang sangat mengagumkan,” kata Lock serius.

Avery menurunkan komiknya sedikit dan melirik Lock dengan tatapan mengancam dari atas buku. “Apa aku mendengar kosakata sarkastis disini?”

Tidak ada satupun murid yang tidak tahu bahwa Avery selalu berada di ranking 10 besar siswa yang mendapatkan nilai rata-rata ujian paling rendah tiap semester.

“Bukumu terbalik.” kata Lock kalem.

Avery otomatis melirik komiknya dan seketika membeku ketika menyadari bahwa Lock benar. Avery menutup komiknya dengan kasar dan melemparnya ke atas meja. Ia menatap Lock dengan marah seolah-olah itu kesalahan Lock dia membaca terbalik. Lock tersenyum kepadanya dan bangkit berdiri.

“Hujannya juga sudah berhenti.”

Kemarahan Avery mendadak menguap. Gadis itu hanya memperhatikan saat Lock memasukan komiknya ke dalam tas, kemudian menentengnya dibahu. Lock menatapnya, menunggu. Avery mengepalkan tangan dan bangkit berdiri seperti gadis kecil merajuk yang dijemput pulang oleh orang tuanya. Lock nyengir sedikit padanya dan berjalan terlebih dahulu. Avery mengekorinya di belakang dengan wajah cemberut dan tangan terkait di belakang.

Pemandangan Lock membawa tas Avery, atau membelikan makan siang untuk gadis itu, atau membawakan pakaian gantinya di saat situasi genting tertentu, bukanlah hal yang luar biasa. Semua orang tahu bahwa Lock adalah salah satu ‘pelayan’ Jihun, dan ia bertugas melayani Avery. Namun, bukan berarti tidak ada pandangan meremehkan, geli, bahkan jijik, dari beberapa murid yang melihat mereka berdua berjalan beriringan melintasi gedung sekolah.

Tidak ada orang yang berani atau bahkan berpikir bahwa Avery dan Lock berpacaran, karena beberapa hal yang sangat jelas; terutama karena Lock adalah Lock. Dia tidak menarik dan penyendiri. Belum lagi kenyataan mengenai status sosial mereka. Selain itu, gerak-gerik dan gelagat Avery yang tidak segan melakukan kekerasan pada Lock, seperti melempar buku, sapu, atau menabraknya dengan pintu, adalah salah satu penyebab lainnya. Avery juga dikenal telah memiliki seorang pacar mahasiswa yang tampan dan sangat kaya, yang ngomong-ngomong..

“Kenapa ponselku mati?” tanya Avery saat ia menatap ponselnya dengan bingung.

Lock meliriknya dari balik bahu. “Oh, aku yang mematikannya.”

Avery memukul kepala belakang Lock dengan keras. “Siapa yang suruh kau melakukannya?”

Avery menghidupkan ponselnya dan melihat beberapa telepon dan pesan dari ‘Jimmy’. Avery membaca pesan terbaru.

[Kenapa kau mematikan teleponnya? Kita harus bicara.]

Avery mendengus dan langsung menghapus pesan itu. Dia sudah putus dengan pacarnya itu beberapa hari yang lalu, dan tidak berniat untuk ‘bicara’. Kali ini, Avery sendiri yang mematikan ponselnya, dan melirik Lock yang tengah mengusap kepalanya.

“… Apa kau tahu?” tanya Avery. “Makannya kau mematikan ponselku?”

“Tidak,” Lock menggeleng. “Aku hanya berpikir kau tidak ingin diganggu olehnya beberapa hari ini.”

Avery terdiam sesaat setelah mendengar jawaban Lock. “Apa kau tidak penasaran?”

Lock menatap Avery dengan ekspresi tercengang sebelum dia menjawab dengan jujur. “Tidak.”

Entah mengapa, Avery jengkel mendengar jawaban Lock. Belum selesai sampai disitu, Lock memperparah suasana dengan tersenyum bodoh kepadanya seperti biasa dan mengulangi jawabannya dengan tegas. “Tidak sama sekali.”

Avery memukul kepala belakang Lock lagi.

“Aw. Untuk apa itu?”

“Aku hanya ingin melakukannya. Mengapa aku harus punya alasan untuk memukulmu? Ngomong-ngomong…” Avery berhenti berjalan dan memandangi Lock dengan seksama. “.. Kau bertambah lebih tinggi?”

Avery tercengang saat menyadari ia benar. Celana panjang Lock terlihat kependekan; menggantung di atas pergelangan kakinya. Avery tahu bahwa laki-laki biasanya memang mengalami perubahan fisik, terutama di tinggi badan, saat mereka menginjak usia 15-16 tahun. Itu bukan hal yang aneh, tetapi dia tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi pada Lock. Dulu, Lock memiliki tinggi yang sama dengan Avery, tetapi sekarang tinggi Lock terlihat 2 kepal lebih tinggi darinya.

Lock mengendikkan bahu menanggapinya. “Mungkin.”

“Bagaimana bisa secepat ini? Apa kau minum suplemen atau vitamin?” ejek Avery.

“Lebih mungkin karena kepalaku sering dipukul olehmu…”

Avery memukul kepala Lock untuk yang ketiga kalinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status