Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 17-Ledakan di Kediaman Anton Prasetyo

Share

17-Ledakan di Kediaman Anton Prasetyo

last update Last Updated: 2025-02-22 09:30:14

Malam itu begitu tenang. Angin bertiup pelan, membawa aroma khas hujan yang baru saja reda. Di kawasan perumahan elite tempat para konglomerat tinggal, rumah besar milik Anton Prasetyo berdiri megah di antara bangunan lainnya.

Sebagai Direktur Utama PT Prasetyo Grup, kekayaannya tidak diragukan lagi. Namun, ketenangan malam itu seketika berubah menjadi kekacauan ketika sebuah ledakan dahsyat mengguncang lingkungan tersebut.

Suara ledakan itu memekakkan telinga. Gelombang kejutannya merambat cepat, menghancurkan kaca-kaca rumah di sekitarnya dan mengguncang bumi seolah gempa datang mendadak.

Para tetangga yang tinggal jauh dari rumah Anton Prasetyo pun merasakan getaran dan segera berlarian keluar rumah, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

“Ya Tuhan! Apa itu?” seru seorang pria paruh baya yang berdiri di halaman rumahnya, melihat ke arah kepulan asap hitam pekat yang membubung tinggi ke langit.

Orang-orang mulai berkerumun, mencoba memahami situasi yang tengah terjadi. Sementara
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   18-Ruang Bawah Tanah

    Di ruang bawah tanah yang remang-remang, hanya diterangi oleh cahaya dari layar monitor besar, Anton duduk dengan tenang. Di hadapannya, Ghenadie bersedekap dengan ekspresi gelisah, sementara Desy tetap diam, matanya tajam memperhatikan layar monitor yang menampilkan gambar kabur dari kamera pengintai.Ledakan keras beberapa menit lalu telah menghancurkan sebagian besar kamera CCTV yang terpasang di sekitar properti Anton. Kini, hanya satu kamera yang masih berfungsi, itupun dengan jarak yang cukup jauh sehingga gambar yang ditampilkan buram dan tidak jelas."Jadi kita bagaimana?" tanya Ghenadie, suaranya dipenuhi ketegangan.Pak Anton tersenyum tipis, seolah tidak terpengaruh oleh situasi yang sedang dihadapi. "Terserah kalian berdua," jawabnya santai."Ruangan ini terhubung dengan jalan keluar yang tidak diketahui orang. Kita bisa bertahan di sini untuk sementara waktu. Makanan kaleng yang kusimpan cukup untuk dua tahun."Desy akhirnya angkat bicara, suaranya lembut tapi penuh perhi

    Last Updated : 2025-02-25
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   19-Hidup Dalam Bunker

    Di dalam ruangan bawah tanah yang remang-remang, suara napas Pak Anton terdengar berat. Mengalami kolestrol tinggi sehingga membuat kakinya belum pulih sepenuhnya, tetapi pikirannya tetap tajam.Ia menatap kedua orang di depannya—Ghenadie, putranya yang masih berusia 24 tahun, dan Desy, bodyguard setia yang telah bekerja dengannya semenjak Ghenadie mengalami kecelakaan mobil aneh tempo hari."Apakah kalian berdua ingin langsung keluar dari sini atau berdiam dulu sampai aku sembuh benar?" tanya Pak Anton dengan suara yang berusaha tetap tegar.Ghenadie dan Desy saling berpandangan. Keputusan ini tidak mudah. Apa pun pilihannya, taruhannya pastilah beresiko. Akhirnya, Ghenadie yang bersuara."Di antara kedua pilihan itu, risikonya apa?"Pak Anton menarik napas dalam sebelum menjelaskan. "Kalau kita menunggu sampai aku sembuh, berarti kita harus tinggal di sini berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun. Tapi jika kita memilih keluar sekarang, kita harus berhadapan langsung dengan mus

    Last Updated : 2025-02-26
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   20-Pengkhianatan di Balik Kabut

    Mobil melaju menembus kegelapan malam. Hujan yang turun sejak sore membuat jalanan licin, namun sopir yang membawa Pak Anton tetap fokus, memastikan keselamatan mereka.Di sampingnya, Pak Anton duduk diam, wajahnya terlihat tegang, pikirannya penuh dengan kejadian yang baru saja terjadi."Kemana kita?" tanya sopir itu, matanya tetap menatap lurus ke depan."Kita ke rumah persiapanku," jawab Pak Anton, suaranya dingin. Ia kemudian menyebutkan alamat, dan sopir itu mengangguk pelan, mencoba menghafalkannya.Di kursi belakang, Ghenadie—anak Pak Anton—tertidur dengan kepala bersandar pada jendela. Di sampingnya duduk Desy, body guard yang sekarang bertugas menjaga Ghenadie dari mara bahaya.Guru Desy, pak Firmus Sontoloyo, sangat terkenal. Sedangkan Desy meskipun masih muda, dia sangat berbakat sehingga menjadi murid kesayangan gurunya.Pak Anton mengepalkan tangannya. Budi. Nama itu bergema di kepalanya. Sahabatnya sendiri, orang yang selama ini ia percayai, ternyata adalah pengkhianat.

    Last Updated : 2025-02-28
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   21-Keputusan Besar pak Anton

    Pak Anton menghembuskan napas panjang, tangannya mengepal di atas meja kayu yang usianya mungkin lebih tua dari dirinya sendiri. Matanya menatap kosong ke arah Desy dan Ghenadie yang duduk di depannya.Ruangan ini masih sama seperti beberapa bulan lalu sebelum mereka semua berada di ruang bawah,sewaktu itu mereka meledakan rumah karena melihat pak Budi dan rombongannya mengintai mereka, yaitu orang yang selama ini dianggapnya sebagai tangan kanan sekaligus sahabat.Tapi sekarang, semuanya telah berubah.Besok mereka harus kembali ke perusahaan. Itu satu-satunya pilihan. Perusahaan itu adalah hasil kerja kerasnya selama puluhan tahun.Pak Anton melirik jam dinding yang berdetak pelan. Pukul dua dini hari, dan dia masih terjaga, pikirannya dipenuhi rencana.Pak Budi pasti telah melakukan banyak hal selama mereka terkurung.Ia mengepalkan tangannya lebih erat.“Besok kita ke perusahaan.” Suaranya tegas, nyaris tanpa keraguan.Desy, wanita muda berambut sebahu dengan wajah penuh ketegasan

    Last Updated : 2025-03-01
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   22-Melapor Ke Aparat Hukum

    Pak Anton memasuki ruangannya dengan langkah hati-hati. Ghenadie dan Desy mengikutinya dari belakang, mata mereka waspada menyapu setiap sudut ruangan.Begitu mereka masuk, mereka terkejut melihat keadaan kantor yang telah berantakan. Laci-laci meja terbuka, lemari dokumen kosong, dan beberapa berkas berserakan di lantai.“Untung pak Budi tidak menepati kantor,” gumam pak Anton di dalam hati. Sehingga mereka bertiga bisa masuk ke sini tanpa ketahuan."Tapi sepertinya mereka sudah menggeledah tempat ini," gumam Ghenadie sambil mengepalkan tangannya. "Tapi apa mereka menemukan sesuatu yang penting?"Pak Anton menghela napas lega setelah melihat dinding tempat rahasianya masih utuh. Dengan cepat, ia berjalan ke sudut ruangan, meraba permukaan dinding kayu di dekat rak buku.Jari-jarinya menemukan sebuah tonjolan kecil yang tidak menarik, lalu ia menekannya. Sebuah panel kecil terbuka, memperlihatkan sebuah berkas tebal yang tersembunyi di dalamnya."Syukurlah, masih ada," kata Pak Anton

    Last Updated : 2025-03-03
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   23-Diikuti

    Hujan rintik-rintik turun membasahi aspal jalanan kota. Ghenadie mengemudikan mobil dengan tenang, sementara Desy duduk di sampingnya dengan wajah penuh kegelisahan. Di kursi belakang, ayah Ghenedie, Pak Anton, menggenggam ponselnya erat, bersiap jika keadaan memburuk."Pak, bagaimana kalau mereka sudah menyuap semua pihak berwenang?" tanya Desy, suaranya bergetar.Pak Anton menarik napas dalam. "Aku masih punya beberapa teman yang bisa dipercaya. Tapi kita harus cepat. Jika Pak Budi sudah menggerakkan aparat, maka waktu kita tidak banyak."Sambil terus menyetir, Ghenadie melirik kaca spion. Matanya menyipit curiga saat melihat sedan hitam yang melaju dengan kecepatan stabil di belakang mereka. Mobil itu sudah ada di sana sejak mereka meninggalkan kantor Pajak."Aku tidak suka ini," gumamnya.Pak Anton, yang juga memperhatikan situasi, mengangguk setuju. "Saya perhatikan, Nak. Mobil itu sudah tiga kali belok mengikuti kita. Mereka profesional."Desy merasakan bulu kuduknya meremang.

    Last Updated : 2025-03-05
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   24-Bantuan tidak terduga

    Desy melirik ke belakang, melihat bayangan pria bertubuh tegap yang terus membuntutinya."Tidak, tidak, tidak," gumamnya dalam hati. Ia harus menemukan cara untuk menghilang.Dia bisa saja melawan, karena dia ahli bela diri, tetapi masalahnya, mereka itu rombongan dan yang dia takutkan mereka membawa senjata api.Kemudian Desy menuju area food court yang ramai, berharap bisa membaur dengan kerumunan. Suara riuh rendah orang-orang yang sedang makan, tertawa, dan berbicara memenuhi ruangan.Desy mencoba tenang, berjalan santai di antara meja-meja, tetapi matanya terus memantau sekeliling."Di mana mereka?" pikirnya, saat melihat beberapa pria berseragam gelap mulai menyebar, memblokir pintu-pintu keluar. Desy menggigit bibirnya. Ia terjebak."Harus ada cara," bisiknya pada diri sendiri. Ia memandang sekeliling, mencari celah.Tiba-tiba, matanya tertuju pada seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di dekat gerai kopi. Pria itu mengenakan kemeja sederhana dan celana chino, tetapi ada

    Last Updated : 2025-03-06
  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   25-Berkumpul Kembali

    Hari menjelang sore. Arif memandang ke luar jendela mobilnya, matanya menyipit menatap jalanan yang ramai. Desy duduk di sampingnya, tangannya erat memegang pistolnya.“Kamu punya ijin memegang pistol?” tanya pak Arif.“Punya,” jawab Desy.Dalam hati pak Arif melihat, bahwa Desy bukanlah wanita yang lemah, tetapi senbagai manusia biasa, tentu saja dia kepayahan jika berhadapan dengan sekelompok orang.“Apa Bapak yakin ini akan berhasil, Pak Arif?” tanya Desy, matanya penuh keraguan.Arif menghela napas. “Tidak ada yang pasti dalam hidup ini, Desy. Tapi satu hal yang aku tahu: kita tidak bisa diam saja. Kalau kita diam, mereka akan terus merajalela.”Desy mengangguk pelan. “Saya hanya tidak ingin pak Arif terluka karena saya.”Arif menoleh, memandangnya dengan tatapan lembut. “Jangan khawatir, Desy. Mereka yang salah. Mereka yang memilih jalan kejahatan. Kita hanya mencoba memperbaiki apa yang mereka rusak.”Sementara itu, kehangatan Desy dan pak Arif mulai tercipta, kehangatan seperti

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   105-Tanah, Cinta, dan Pengkhianatan

    Langit senja di atas kota menguning kusam, seolah ikut menyimpan rahasia yang tak sanggup diungkapkan. Ghenadie berdiri di jendela ruang kerjanya, memandangi gedung-gedung tinggi yang bagai benteng menahan badai. Ia baru saja mengambil keputusan besar—mendirikan perusahaan baru, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota, tempat di mana ia berharap Dinda bisa memulai segalanya dari awal. Tanpa bayang-bayang masa lalu. Tanpa tekanan.Ia menggenggam ponselnya, menatap layar kosong.“Saatnya kau punya panggungmu sendiri, Dinda,” bisiknya.Di sisi lain kota, Dinda menatap Didik yang kini berdiri di depannya dengan mata merah dan rahang mengeras. Udara di antara mereka terasa sesak, seolah marah bisa meledak kapan saja.“Jadi begitu ya, Din?” Didik mendesis. “Kau pikir kau bisa semudah itu mutusin gue?”Dinda mengangkat dagunya, matanya tidak gentar. “Ini bukan soal mudah atau sulit, Didik. Ini soal sadar. Aku sadar siapa dirimu sebenarnya dan tidak pernah lupa tentang apa yg kamu lakukan.”“Apa? Ka

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   104-Perasaan Cinta Tumbuh Perlahan

    Pagi itu, mereka berdua mendatangi kantor polisi. Dinda melaporkan kasusnya dengan suara gemetar tapi mantap. Dokter dari rumah sakit sudah menyerahkan hasil visum, dan Ghenadie mengumpulkan saksi serta bukti rekaman lokasi.Kabar laporan Dinda menyebar cepat. Media mulai menyorot kasus pelecehan yang melibatkan nama keluarga pejabat. Didik mencoba menghubungi Dinda, tapi semua pesannya tak dibalas. Bahkan nomor ponselnya sudah diblokir.Di ruang kerja Pak Santo, suasana memanas."Dia sudah lapor polisi?" bentak Pak Santo.Didik mengangguk. "Dan media mulai mencium. Mereka tulis aku pelaku percobaan pemerkosaan.""Kita harus redam ini! Suruh orang-orang di dewan direksi, cari cara. Jangan sampai hubungan keluarga kita dengan PT Rekarsa kebongkar gara-gara kamu!"Sementara itu, Dinda kembali ke rumah dan mengemasi semua barang-barang yang mengingatkannya pada Didik. Foto, boneka hadiah, surat, semuanya masuk ke dalam kotak besar yang langsung ia buang."Aku nggak percaya pernah mencint

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   103-Aparat Korup

    Pagi itu, Ghenadie belum sempat menyesap kopinya ketika Panji muncul dengan wajah muram."Aku butuh bantuanmu, Nad," katanya lirih. "Tanahku... yang di timur laut taman bermain... ada yang klaim."Ghenadie menyandarkan tubuhnya di kursi. "Klaim bagaimana maksudmu?""Katanya itu sudah dijual. Padahal aku, bahkan ayahku, nggak pernah jual. Aku punya dokumen lengkap, termasuk surat dari tahun 1960. Diketahui kepala kampung dan Wedana."Mata Ghenadie menyipit. "Mereka pakai nama siapa buat klaim itu?""PT Rekarsa."Nama itu lagi.Mata Ghenadie langsung menangkap pola. Perusahaan cangkang itu disebut-sebut dalam laporan Panama. Didaftarkan atas nama samaran, digerakkan oleh bayangan-bayangan di balik politik dan properti."Aku harus lihat sendiri," katanya tegas.Dua jam kemudian, mereka sudah berdiri di depan pagar kawat berduri yang baru dipasang. Di baliknya, bangunan kecil mulai berdiri. Di tanah milik Panji."Siapa yang membangun ini?" tanya Panji pada pria tua yang berjaga."Ini proy

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   102-Taman Bermain yang Mati

    Tiga minggu setelah konferensi pers yang mengguncang media, Ghenadie mulai mencoba menjalani hidup normal. Tapi "normal" adalah ilusi yang rapuh.Pagi itu, ia sedang membaca laporan pemulihan keuangan perusahaan ketika sekretaris barunya mengetuk pintu."Pak, ada tamu bernama Panji. Katanya penting."Ghenadie mengerutkan kening. "Panji... suruh masuk."Seorang pria bertubuh sedang, wajahnya lelah tapi matanya masih tajam, masuk dan menjabat tangannya erat."Maaf datang tiba-tiba, Nad. Tapi aku tidak tahu harus ke siapa lagi.""Silakan duduk. Ada apa sebenarnya?"Panji menarik napas panjang. "Taman bermainku... kamu tahu yang di pinggir kota itu, seluas seratus hektar...""Yang kamu bangun dari nol itu? Apa kabar tempat itu?"Panji tersenyum pahit. "Itu dia masalahnya. Aku nggak sanggup lagi. Biaya operasional gila-gilaan. Investor mundur setelah dengar kasus Hendro. Padahal nggak ada hubungannya."Ghenadie menatapnya dalam. "Dan kamu datang ke sini karena...""Aku ingin menjualnya. Ke

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   101-Bersih

    Tiga minggu setelah Hendro ditangkap, Ghenadie menerima surat tak bertanda. Isinya hanya satu kalimat yang diketik rapi:“Mereka belum selesai denganmu.”Ia duduk diam di ruangannya, mengamati secarik kertas itu sambil mengetuk-ngetukkan jari ke meja. Surat ini tidak datang dari polisi. Tidak dari media. Tidak dari siapa pun yang bisa dia tebak.Seseorang memperingatkannya. Tapi siapa? Dan kenapa?Ketukan ringan di pintu membuyarkan pikirannya."Masuk."Dinda melangkah masuk, mengenakan blus putih dan celana kain abu-abu. Rambutnya dikuncir, wajahnya tegas, tapi ada keraguan di matanya."Pak, saya tahu ini mungkin bukan waktu yang tepat... tapi saya mau bicara soal Didik."Ghenadie mengangguk. "Duduklah."Dinda menarik napas, lalu berkata, "Saya sudah memutuskan untuk tidak kembali padanya. Dia... bukan orang yang saya pikir."Ghenadie tak langsung menjawab. Ia hanya memandangnya, mencoba membaca sesuatu di balik sorot mata itu."Kenapa kamu yakin sekarang?"Dinda menunduk. "Karena sa

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   100-Serangan Mendadak

    Dua hari kemudian, Ghenadie duduk sendirian di sebuah restoran tenang di bilangan Menteng. Ia baru saja selesai rapat internal. Lehernya pegal, pikirannya kusut.Dia butuh ruang.Pesanannya datang—steak medium rare dan jus lemon. Baru saja ia menyendokkan suapan pertama—“Wah, wah, wah... bos besar makan sendirian nih!”Ghenadie menoleh.Empat pria kekar berdiri di hadapannya. Salah satunya memakai hoodie hitam dengan lambang tengkorak. Tatapan mereka menantang.“Maaf, saya tidak kenal kalian,” kata Ghenadie tenang.“Kenalin, kami temannya Didik. Pacarnya Dinda,” kata pria berambut cepak. “Dan kamu... ngapain deket-deket cewek orang?”Ghenadie mengangkat alis. “Saya bosnya. Kami bekerja bersama. Itu saja.”“Kerja? Atau modus?”Tawa kasar mereka menggema. Pelayan mulai gelisah, tapi belum berani campur tangan.“Sudah. Kalau tidak ada urusan, silakan pergi.”Sebuah tamparan mendarat di wajah Ghenadie.Brak!“Jangan sok suci, lo!”Seketika meja terjungkal. Piring pecah. Ghenadie didorong

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   99-Jejak di Balik Cangkang

    Langit sore berwarna merah saga saat kerumunan berkumpul di lapangan utama perusahaan. Seekor ayam raksasa—hasil dari proyek genetik para insinyur gila itu—berdiri menjulang setinggi rumah, mengeluarkan suara rendah yang menggetarkan dada.Dan lalu, dengan dentuman besar, telur raksasa jatuh ke tanah, membuat tanah bergetar seperti gempa kecil."Ya ampun...," bisik Dinda, karyawan muda yang berdiri di samping Ghenadie.Ghenadie hanya menggelengkan kepala, matanya gelap menatap kekacauan yang baru saja dimulai."Ini gila," gumamnya. "Siapa yang menyetujui eksperimen ini tanpa sepengetahuan direksi?"Dinda menunduk, wajahnya pucat. "Sepertinya... para kepala divisi riset, Pak. Mereka... mereka dibujuk pihak ketiga. Ada banyak uang terlibat."Ghenadie mendesah dalam, menahan gejolak amarah."Aku ingin semua data riset, laporan keuangan, dan nama-nama yang terlibat. Sekarang juga."Dinda mengangguk cepat. "Baik, Pak."Malam itu, di ruang rapat utama, berkas-berkas menumpuk di atas meja pa

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   98-Langkah Baru, Luka Lama

    Malam itu, Ghenadie duduk di ruangannya, lampu temaram menyinari meja yang penuh berkas. Di sudut ruangan, Dinda menunggu sambil memegang laptop, ekspresinya gelisah."Ada perkembangan baru," kata Dinda perlahan.Ghenadie mengangguk, matanya menatap kosong ke layar komputer."Surya mengadakan pertemuan rahasia malam ini," lanjut Dinda. "Lokasinya di Gudang 7."Ghenadie mengangkat kepala. "Gudang 7? Bukankah itu sudah tidak aktif?""Itu yang kita pikir," gumam Dinda. "Tapi belakangan, ada pergerakan barang yang aneh. Saya dapat rekamannya dari CCTV."Ia memutar video di laptop. Di layar, terlihat sekelompok pria berpakaian kasual masuk ke gudang kosong sambil membawa tas besar."Surya ada di sana?" tanya Ghenadie cepat.Dinda mengangguk."Kurasa ini lebih besar dari sekadar korupsi kecil," kata Ghenadie perlahan, rasa dingin menjalari tengkuknya. "Mereka menyelundupkan sesuatu.""Kalau begitu, kita harus bertindak," ujar Dinda, matanya menyala semangat.Ghenadie berdiri, menarik jaketn

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   97-Bayang-Bayang Di Dalam

    Suasana sore di PT. Surya Timur Logistics begitu tenang. Matahari mulai condong ke barat, meninggalkan semburat jingga di balik deretan gudang besar. Ghenadie berdiri di balkon kecil di lantai dua, memandangi halaman yang mulai sepi.Sejak reformasi yang ia lakukan tiga bulan lalu, perusahaan ini memang berubah drastis. Tapi ketenangan yang ia rasakan hari itu terasa... ganjil.Ada sesuatu yang tidak beres.Pikirannya terus kembali ke laporan kecil yang diterima pagi tadi, sebuah memo anonim, hanya satu kalimat:"Hati-hati pada orang yang kau pikir sekutu."Ghenadie menggenggam kertas itu di sakunya.Langkah kaki mendekat. Dinda muncul, membawa map berisi laporan keuangan terbaru."Pak Ghenadie," sapanya dengan suara lembut. "Laporan triwulan sudah dirangkum. Mau saya review sekarang?"Ghenadie berbalik, tersenyum tipis."Boleh. Tapi sebelum itu..." Ia menatap Dinda dalam-dalam. "Kamu percaya semua orang di manajemen ini bersih?"Dinda tampak terkejut, tapi cepat menguasai diri."Saya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status