#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBAL
BAGIAN TUJUH
Kami berpencar, Tias dan Kinara berlari ke arah Selatan sementara aku dan Rinta ke Utara dan Timur. Aku bersembunyi di bawah pohon besar, sambil memegang busur panah. Jujur saja, aku belum pernah menggunakan benda tersebut. Aku hanya ingat ketika almarhum bapak mengajari dan itu sudah lama sekali. Samar-samar dari balik pohon, aku mendengar langkah kaki yang kian mendekat. Jantung ku berdetak kencang."Kita cari di tempat lain saja, lagian sasaran kita adalah ke dua gadis tersebut," ujar salah satu di antara mereka. Mereka berbalik arah dan setelah di rasa cukup jauh, barulah aku keluar.
Baru saja hendak menarik nafas lega, karena terbebas dari kejaran mereka. Bahuku di pegang oleh seseorang. Tubuh ku gemetar, aku memberanikan diri membalikkan badan. "Pak Pepeng!!"
Pak Pepeng mengangguk, dan ia membawa ku pergi dari pohon besar tersebut. Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam membi
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN DESA KANIBALBAGIAN DELAPANPak Pepeng segera mengambil busur panah, dia memberi kode agar aku membuka pintu tersebut. Aku membuka pintu dengan tangan gemetar. "Kinara," aku terperanjat seketika. Pak Pepeng segera menurunkan busur panahnya."Juna," Kinara segera memelukku sambil menangis terisak."Masuk dulu nak," ucap Pak Pepeng.Kinara masuk dengan langkah gontai, "Ki, Tias mana?" Aku tidak melihat Kinara bersama Tias."Tias...Tias....""Tias kenapa Ki?" Aku sangat panik saat itu."Dia di tangkap Juna, Tias di tangkap. Kakinya mengalami luka robek, dia terkena lemparan tombak mereka. Tias minta gue untuk berlari menyelamatkan diri. Maafin gue Juna, seharusnya gue gak ninggalin Tias di sana." Kinara menangis sesegukan.Aku dan Pak Pepeng saling berpandangan satu sama lain. Tubuh ku seakan lemas tak berdaya, aku segera ke belakang gubuk tersebut. Memandang awan dalam kegelapan malam,
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBAL BAGIAN SEMBILAN Pak Pepeng melemparkan bambu kuning runcing, kearah makhluk tersebut. "Juna apa yang kamu tunggu, ayo lari !!" Beliau menarik tanganku dan aku seketika langsung tersadar. Kami segera berlari bersama, menembus gelapnya hutan. Malam itu adalah malam mencekam untuk kami. Setelah tiba di tepi sungai, Pak Pepeng mengambil perahunya. Kami segera meninggalkan Desa tersebut. Aku hanya bisa terdiam, wajah ku pucat. Badan ku gemetar dan tubuh ku panas. Setelah sampai di Dermaga, kami segera turun dari sampan tersebut. Pandangan ku kosong saat itu. Kinara dan Pak Pepeng menuntun ku. Aku segera di kompres oleh Kinara, saat kami telah tiba di rumah beliau. "Juna badan lu panas banget." Pandangan ku samar-samar, seketika aku melihat Jeremi berada di antara kami. Dia tersenyum kepada ku, "Jeremi." Kinara segera menoleh, "Istighfar Juna, sadar Jeremi udah gak ada lagi." Kinara mulai menang
BAGIAN SEMBILANPak Pepeng melemparkan bambu kuning runcing, kearah makhluk tersebut. "Juna apa yang kamu tunggu, ayo lari !!"Beliau menarik tanganku dan aku seketika langsung tersadar. Kami segera berlari bersama, menembus gelapnya hutan. Malam itu adalah malam mencekam untuk kami. Setelah tiba di tepi sungai, Pak Pepeng mengambil perahunya. Kami segera meninggalkan Desa tersebut. Aku hanya bisa terdiam, wajah ku pucat. Badan ku gemetar dan tubuh ku panas.Setelah sampai di Dermaga, kami segera turun dari sampan tersebut. Pandangan ku kosong saat itu. Kinara dan Pak Pepeng menuntun ku. Aku segera di kompres oleh Kinara, saat kami telah tiba di rumah beliau. "Juna badan lu panas banget."
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN SEPULUHKinara, hanya bisa memejamkan matanya. Dia tidak sanggup melihat adegan sadis tersebut. Istri Pak Ruli, pingsan seketika. Tubuh Pak Ruli, segera di kuliti oleh beberapa orang yang mengenakan jubah hitam. Mereka mempertontonkan, hal mengerikan tersebut, di hadapan semua penduduk. Bau anyir darah menyeruak, bersatu padu dengan bau busuk dari luka menganga Rinta. Beberapa lalat hijau, terlihat mengerumuni luka tersebut.Perut ku mulai mual, aku berusaha menahan agar tidak muntah. Wajah, dan jubah yang aku kenakan juga tak luput dari bau amis tersebut. Rinta masih bernafas, dia tidak menyadari kehadiran kami di sana. Tubuhnya pucat, nafasnya tersengal menahan kesakitan. Kepala suku, mengambil darah yang tertampung di dalam bejana tersebut. Beberapa darah, kelihatan telah menggumpal.Dia duduk di sebuah lingkaran, yang di penuhi beberapa lilin. Membaca beberapa mantera, dan memulai beber
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN 11Nafas Sukma memburu, Tria segera berlari kearah penduduk. "Kalo kalian berani menyentuh adik saya, anak panah ini akan menancap di daging kalian." Matanya menatap tajam, dengan beberapa penduduk.Mereka mundur perlahan bergitu pula dengan anak buah Kepala Suku. Tidak ada yang berani, untuk mendekati. Adya Seta, perlahan mendekati kedua buah hatinya. Dia membawa sebilah pedang, yang mengeluarkan bunyi nyaring. Saat menghantam bebatuan, dasar goa. "Mundur Ayah, atau... ""Atau apa? Kamu akan membunuh Ayah mu sendiri? Ayo, silahkan bunuh saya." Adya Seta mendekat, dia mengarahkan anak panah tersebut ke jantungnya sendiri.Tangan Tria gemetar, dia bingung apa yang harus dia lakukan. "Kalian semua ambil Sukma, sekarang!!" Suaranya menggema di dalam goa."Baik Tuan," mereka segera membawa Sukma. Tria, hanya bisa terdiam, dan terjatuh ke tanah seketika. Semua yang dia lakukan, hanya sia-sia b
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN 12Pak Pepeng, menengahi pertengkaran sengit di antara kami, "Jangan gegabah Juna, apa yang di katakan oleh Kinara ada benarnya. Saya juga tau, bagaimana rasanya kehilangan. Tidak ada, yang bisa di sesali semua sudah terjadi. Kalian harus segera meninggalkan Desa ini. Sebelum semuanya terlambat."Aku hanya tertunduk lemas, tidak ada daya dan upaya lagi. "Saya hanya ingin memakamkan dia, secara layak Pak." hanya kalimat itu, yang terus keluar dari bibir ku. Rasa bersalah yang sering menghantui.Lisa mendatangi kami, dengan wajah cemas. "Tias muntah darah," ujarnya dengan tangis sesegukan.Kami segera menghampiri Tias, wajahnya pucat. Darah membanjiri lantai rumah panggung tersebut. Diantara bercak darah, aku seperti melihat benda kemilau hidup dan menggeliat. "Apa kalian meminum atau memakan apa yang mereka berikan?" tanya Pak Pepeng kepada Lisa.Lisa mengangguk, "Hanya Tias yang mengonsumsi, saya sudah berulang kali mencegah. Untuk
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBagian 13Malam itu, aku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. "Apapun yang terjadi, aku harus bisa membawa kepala Jeremi kembali. Bagaimanapun resikonya aku harus bisa."Dalam keremangan lampu teplok aku melirik arloji. Waktu menunjukkan pukul 00.00 wib, udara dingin begitu terasa menusuk tulang. Ku lirik ke tiga gadis tersebut, mereka sudah terlelap. Perlahan, aku mendengar langkah kaki mendekat. Sangat jelas terdengar, samar-samar aku seperti mendengar suara orang berbincang."Tria tau jika kita telah mengkhianati mereka Tuan. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Raka dengan nada bicara sangat pelan.Hening sejenak, "Besok pagi, kalian harus membawa mereka semua keluar dari Desa ini. Saya akan mengulur waktu.""Tapi Tuan, besok pagi itu tidak mungkin. Karena mereka sudah pasti mengawasi siapa yang bebas keluar masuk Desa ini. Tias, racunnya belum sepenuhnya keluar, dia tetap akan di bayangi kematian." ujar Alex dengan nada khawatir.A
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN 14Kami masih menanti, satu jam berlalu namun lelaki bernama Soleh tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Setelah lama menunggu, lelaki bertubuh gempal, berkulit sawo matang itu datang, "Mohon maaf, saya terlambat. Maklum, hari ini desa sedang ramai.""Soleh, apa kamu melihat Raka membawa ketiga gadis itu?" Pak Pepeng bertanya dengan mimik serius."Raka? Tidak, saya tidak melihatnya,"jawab Pak Soleh.Sebuah ketukan di pintu mengejutkan kami. Beberapa anggota mengambil senjata mereka masing-masing. "Buka pintunya, ini saya Tuan mbok Yem."Alex segera membuka pintu tersebut, dan menutupnya dengan cepat. Nafas wanita tersebut tersengal-sengal. Pak Pepeng memberikan dia, segelas air yang di teguk tanpa bersisa. "Berita apa, yang kamu bawa Yem?""A-anu Tuan, Raka, Raka berkhianat kepada kita. Dia, menyerahkan ketiga gadis tersebut kepada Adya Seta." ujar Mbok Yem, dengan nada gemetar.Meja seketika bergetar, "Raka? Anak itu benar-be