Share

Bab 6

#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBAL

BAGIAN ENAM

"Usstttt, jangan sampe suara kita memancing mereka." Aku berusaha mengingatkan teman-teman ku.

Tias dan Kinara seketika memuntahkan kembali, daging yang mereka santap tadi pagi. Begitupula dengan ku.

"Juna sekarang kita harus bagaimana? Kalo beneran Jeremi mati diDesa ini, kenapa kita tidak bisa menemukan jenazahnya? Atau jangan-jangan Desa ini.......... " Tias berbicara tanpa jeda dan wajahnya pucat pasi.

Lisa spontan menutup bibir sahabatnya tersebut "Ussst jangan keras-keras, mulai sekarang kita harus waspada. Jika pak Ruli atau istrinya menawarkan makanan berbahan daging, jangan sampai kalian semua ikut makan. Bisa saja itu daging Jeremi. Bukannya saya berpikiran buruk, hanya saja mendengar cerita Juna barusan itu sudah cukup menjadi bukti yang kuat. Ra coba kamu cek dulu, bekal kita kira-kira cukup gak untuk tiga hari ke depan?"

"Bentar gue cek dulu," Kinara segera bergegas masuk ke dalam rumah.

Tias menjadi gelagapan dia keliatan sangat panik diantara kami semua. Selang beberapa saat Kinara kembali dengan wajah lesu. "Bekal kita cuma cukup untuk sehari aja."

"Itu berarti nanti malam kita bakal makan daging Jeremi?" Tias menggigit bibirnya.

Lisa segera berlari ke dapur mengambil beberapa buah-buahan, yang terletak di atas meja. "Kita makan ini saja nanti malam. Pokoknya salah satu dari kita jangan ada lagi yang menyantap olahan daging tersebut." Kami semua akhirnya sepakat.

Malam kembali datang menyapa, istri pak Ruli kembali menghidangkan semangkuk sup daging, lengkap dengan tulang-tulangnya. Jujur saja aromanya begitu menggoda. Namun aku dengan teman-teman yang lain, berusaha untuk tidak tergiur. Kami berkumpul kembali di teras rumah.

"Besok kita semua harus angkat kaki dari Desa ini. Kita berangkat subuh-subuh, kalo bisa jangan ada yang tertidur. Masalah bekal, kita bisa bertahan hidup di hutan dengan berburu. Setidaknya kita menunggu sampai pak Pepeng menjemput kita diDermaga.Gue mohon, karena sekarang cuma gue sendiri cowok di dalam team ini. Jangan sampe kita berpencar, kita juga harus menemukan Camera tersebut. Sebagai bukti kalo Desa kanibal itu ada." Mulai malam itu masing-masing dari kami, mengusahakan untuk bergadang. Aku juga telah mempersiapkan beberapa tombak dan panah, yang ku dapat dari rumah pak Ruli sebagai pertahanan diri kami nantinya di hutan.

Namun, entah kenapa malam itu kami seolah sangat mengantuk. Ya kami seperti tersihir untuk tidur lebih awal. Aku segera merebahkan tubuhku, ke sebuah dipan kayu. Dan saat aku terjaga, matahati telah berada di posisinya. Kinara dan Tias membangunkan aku dengan isak tangis mereka. Ya Lisa menghilang secara misterius, padahal Lisa berada di tengah-tengah mereka saat terlelap.

"Kalian percaya gak dengan ilmu hitam?" tanya Tias kepada kami berdua.

"Dibilang percaya, ya gimana ya gak terlalu juga. Apa hubungannya ilmu Hitam dengan menghilangnya Lisa?" tanya Kinara.

"Gue percaya masalahnya malem tadi, kenapa tiba-tiba kita jadi merasakan kantuk teramat sangat. Dan itu waktunya barengan, menurut gue itu gak wajar. Apa lagi dengan hilang Lisa dan tidak ada wajah cemas yang terlihat dari wajah pak Ruli maupun istrinya." Kami saling berpandangan satu sama lain.

"Gue gak mau mati konyol di Desa ini, gue mau pulang." Kinara mulai menangis, Tias berusaha menengkannya.

"Beresin barang-barang kalian, kita harus secepatnya pergi dari sini. Kita gak punya waktu lagi, kita akan cari Lisa sama-sama, gue yakin dia masih hidup." Kami segera bergegas membereskan beberapa barang-barang kami yang sempat tertunda semalam.

Setelah semua selesai, kami mengendap-endapmeninggalkan rumah pak Ruli. Rinta mengetahui hal tersebut. "Kalian mau kemana?" Gadis tersebut mendekat, jujur saja kami semua jadi gelagapan. "Saya akan membawa kalian ketempat kak Lisa."

"Apa kamu sekongkol dengan orang tua kamu?" Tias mulai emosi.

"Saya sayang dengan kak Lisa, kalo kalian ingin tau dia berada di mana ikuti saya." Kami akhirnya mengikuti Rinta.

Dia membawa kami, tidak melewati jalan umum. Kami di arahkan ke jalan memutar yang jarang di lalui penduduk. Bekal kami hampir habis, dan bocah tersebut memberikan makanan berubah buah-buahan dan jagung. Kurang lebih satu jam kami berjalan kaki, dan langkah kami terhenti di sebuah rumah besar di tengah hutan.

"Ustt jangan sampai kita memancing mereka kesini." ujar Rinta sambil berbisik.

Banyak penjaga yang terlihat hilir mudik. Kami berjalan sangat pelan, namun sialnya Tias menginjak ranting pohon dan suara tersebut memancing penjaga ke arah kami.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status