Home / Romansa / UNSPOKEN PAIN / Bagian 2 : Psikopat Barry

Share

Bagian 2 : Psikopat Barry

Author: Rose Marberry
last update Last Updated: 2020-12-12 11:57:19

Suara piring bergaduh menandakan sang pemilik sedang mengisi lambungnya dengan makanan. Adora makan malam dalam diam. Rasanya malas untuk menatap Harry. Ia sudah kesal pada laki-laki itu.

"Kalau ada tugas dikerjakan. Kalau tidak, langsung tidur." See? Adora merasa Harry mengatakan untuk anak 5 tahun. Padahal umurnya nyaris 20 tahun. Harus berapa lama lagi, Harry melihat dirinya seperti anak kecil?

Adora memilih diam dan memasukan capcay dalam mulutnya-lebih tepatnya bunga kol putih. Walau sudah penat, Harry yang akan memasak untuk makan malam daripada menyuruh Adora yang melakukan semuanya. Karena malas satu ruangan bersama Harry, Adora lebih memilih mengurung diri di kamar. Dan menunggu Harry memanggilnya untuk makan malam. Padahal Adora sudah bilang, ia bisa masak tapi Harry tetap tidak mengizinkan dirinya. Terkadang Adora kasihan pada Harry tapi sifat laki-laki itu juga yang buat jengkel.

Adora pura-pura menunduk dan mengaduk makanannya, setelah ini ia harus minum susu. Kata Harry minum susu sebelum tidur membuat tidurnya jadi nyenyak. Padahal Adora tak bisa tidur tenang, hidupnya banyak masalah yang membuat ia terus berpikiran.

"Udah?" Adora mengangkat wajahnya dan menatap Harry diam. Separuh jengkel, separuh kasihan. Jadi apa yang sebenarnya ia rasakan pada laki-laki ini? Coba saja laki-laki ini tidak berlebihan Adora yakin ia akan sangat menghormati Harry. Sikap berlebihan Harry yang membuat dirinya tak nyaman.

"Langsung mau ke kamar."

"Minum susu dulu, sekalian minum vitamin." Adora memilih diam dan menghempaskan kembali belakangnya ke bangku. Harry langsung berdiri, setelah ini laki-laki itu membuatkan susu untuk dirinya dan juga obat setelah itu Adora masuk ke kamar dan Harry menyusul mengucapkan goodnight dan mengecup kepala Adora. Jangan-jangan Adora anak kandung Harry? Laki-laki itu menikah muda atau menghamili wanita lain begitu muda hingga Harry yang bertanggung jawab. Adora selalu bertanya-tanya tentang sikap Harry dan banyak spekulasi yang muncul dalam kepalanya tapi ia hanya bisa diam.

Adora memandang tangan Harry yang memegang segelas susu. Harry langsung membereskan semua piring kotor mereka, Adora langsung meminum susu tersebut dan dengan cepat meninggalkan kamar, karena setelah ini Harry akan mengambil ponselnya dan meletakan jauh dari Adora. Terkadang, Adora jengkel mengambil kembali ponselnya dan bermain hingga larut tapi Harry itu seperti cenayang yang tahu apa saja yang Adora lakukan. Beruntung, Harry belum mengendus kisahnya bersama Syden.

Adora terkadang merasa hubungannya bersama Syden bisa cepat kandas karena sikap Harry. Lama-lama Syden bosan padanya dan meninggalkan dirinya karena sikap otoriter abangnya.

Adora dengan cepat mengirim pesan ke Syden. Dan langsung menghapus pesan itu.

Adora : Hey, selamat malam 🙃🙃. Hubungi saya besok 🙃🙃.

Hambar dan begitu kaku. Syden  adalah pacar pertama Adora jadi Adora tak punya pengelaman dalam menjalin hubungan dan mereka harus backsrreet. Backstreet itu sangat menyiksa, rasanya seperti cinta tak berbalas. Saling merindu tapi tak bisa berjumpa, saling suka tapi seolah tak bisa memiliki seutuhnya. Bahkan kalau boleh, Syden membolongkan kepala Harry sebelum laki-laki itu sadar dengan sifatnya yang terlalu berlebihan.

Adora langsung menghapus pesan dan melihat status teman-teman yang rasanya membosankan. Gadis itu berbaring sebelum matanya tertutup atau lebih tepatnya menunggu Harry masuk dan tugas laki-laki hari ini selesai.

Benar saja, tak lama Harry masuk. Jantung Adora berdetak lebih kencang gadis itu memeluk dirinya saat Harry mendekat dan melakukan rutinitasnya.

🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯

Ilana makan malam sendirian di unit apartemen miliknya. Menurut Ilana apartemen keamanan lebih terjamin hingga ia menabung dan berhasil membeli unit ini, walau saat menikah nanti mungkin bisa ia pertimbangkan untuk menjualnya kembali.

Gadis itu sedang memakan cereal miliknya sambil bermain ponsel. Tak ada hal berarti yang ia lakukan, sebelum ia kembali membongkar endors yang dikirim dan Ilana mulai mengiklankan barang-barang itu. Inilah rutinitasnya sehari-hari yang membuat Ilana tak perlu capek kerja. Walau pekerjaan apapun pasti memiliki resiko.

AlenaN : Girls, maen ke cafe Daun nanti malam. Lagi opening dan ada menu baru, Barry juga live musik disana.

Barry adalah kekasih Alena. Ilana tak tahu pasti, kapan tahun dua sejoli itu menjalin kisah tapi rasanya sudah lama sekali. Tapi satu hal yang selalu Ilana sembunyikan dari Alena adalah, Barry diam-diam sering flirting ke arahnya. Ilana bukan geer tapi ia tahu, laki-laki itu menyukai dirinya. Ilana tak pernah menanggapi Barry karena ia punya kekasih—walau hubungan mereka di ujung tanduk dan Ilana tak mau berbuat konyol putus persahabatan hanya karena masalah cinta. Padahal Barry yang menunjukkan ketertarikannya makin jelas, jadi sebisa mungkin Ilana menghindari pertemuan yang ada Barry di dalamnya.

Ilana mendesah kasar, ia sebenarnya butuh hiburan. Harry seperti sudah tak peduli padanya, dan Ilana mungkin bisa mencari cara lain. Atau diam-diam Ilana mencari laki-laki lain jika Harry terus bersikap seperti ini.

IlanaN : 🦋🦋🦋🦋🦋🦋. Cu.

Ilana membalas dan mulai mandi dan berdandan yang cantik. Ilana bisa memastikan Harry akan menyesal tujuh turunan karena ia mengabaikan gadis secantik dirinya. Ilana tahu, banyak laki-laki yang tertarik padanya tapi Ilana mencari laki-laki yang seperti abangnya dan ia menemukan Harry mungkin sekarang ia akan mencari kandidat lain.

Ilana berendam di bathtub begitu lama sambil memikirkan semua kemungkinan yang terjadi di hidupnya dan bagaimanapun ia harus survive.

40 menit kemudian Ilana keluar dari berendam dan memakai bathrobe berwarna pink dan sibuk memilih baju. Terkadang Ilana malas keluar karena para wanita jika keluar rasanya begitu repot. Menyiapkan segala kebutuhan, tetek bengek yang begitu ribet. Sekitar satu jam Ilana dan bersiap dan akhirnya ia selesai. Wanita cantik itu bernapas lega.

Ia mulai turun dan menuju cafe Daun yang ia yakini Barry akan menganggunya di sana.

🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯

Ketika tiba, Ilana tak tahu jika Alena belum tiba. Sial sekali rasanya. Dan hanya si mesum Barry. Laki-laki itu tanpa malu memeluk Ilana seperti seorang kekasih, membuat Ilana ingin menendang masa depan Barry.

"Kamu datang sayang." bisik Barry memeluk Ilana dan mencium pipi wanita itu. Ilana langsung melotot pada Barry yang tersenyum tanpa malu. Jika duduk bersama dalam satu meja, diam-diam Barry akan memegang tangan Ilana di bawah walau di sampingnya ada kekasihnya. Barry memang gila!

Ilana langsung mencari bangku kosong dan Barry terus mengekori seperti anak anjing. Ilana ingin berbalik dan menghantamkan tas mahal ke kepala Barry tapi saat itu, Alena terlihat menaiki tangga.

Barry langsung mendekati kekasihnya memeluknya bahkan Barry tidak mencium Alena seperti yang ia lakukan pada Ilana. Barry berbalik dan mengedipkan matanya pada Ilana. Kepala Barry memang minta dibelah.

"Kamu nggak tahu, kalau cafe ini sekarang milik Barry." Ilana mengangkat wajahnya dan Alena duduk di depannya menampakkan raut wajah bangga. Ilana pura-pura tersenyum, tapi kalau boleh ia ingin berlari sejauh mungkin. Kenapa para lelaki selalu membuat kepalanya mau pecah? Kecuali laki-laki di keluarganya.

Para undangan datang, cafe ini sudah lama dibangun dan memang lumayan terkenal di kalangan anak muda yang ingin bersantai atau berkencan. Cafe yang berada di atas puncak dan cafenya tepat berada di rooftop membuat para pengunjung sering dimanjakan matanya.

"Dia awalnya bagi dua gitu usahanya. Trus, Pak Aldi yang punya pindah kota dan Barry tinggal bayar modal awal jadinya sekarang punya dia. Makanya dia mau rayain, jadi dia juga mau nyanyi nanti."

Mata Ilana langsung tertuju pada alat-alat musik di sampingnya. Setiap malam ada live musik, siapa saja bisa menyumbang lagu atau ada penyanyi freelance seorang mahasiswa yang memang suaranya bikin telinga nyaman. Ilana tahu, Barry bisa bermain semua alat musik, Barry bisa bermain piano, gitar, dan drum. Kalau boleh jujur, Ilana suka dengan laki-laki yang bisa bermain alat musik. Tapi bukan berarti sia suka Barry. Bagi Ilana, Barry itu lelaki kurang ajar, mata keranjang, otak mesum—laki-laki yang sangat ia hindari.

"Aku lagi sibuk, kalian bisa pesan makanan apa aja. Sebagai peresmian owner hari ini gratis." Barry hanya memakai kaos berwarna lembayung dan menurut Ilana pas untuk laki-laki itu. Ouch, bahkan Ilana hampir melupakan ia punya kekasih sekarang.

"Mau pesan apa?" Alena begitu bersemangat, kekasihnya sebagai owner suatu kebanggaan tersendiri baginya. Usia Barry masih muda untuk bisa sukses seperti sekarang, tapi laki-laki itu sudah memiliki segalanya, mungkin mereka hanya tinggal melangkah menuju pelaminan bersama.

Ilana tak semangat melihat menu-menu yang ada, bahkan menu baru yang dibilang juga tak menarik antusias Ilana.

"Jus mangga aja. Aku juga udah makan tadi."

"Aelah, jauh-jauh datang jus mangga doang. Lagian mumpung gratis." Ilana menutup buku menu dan menggeleng. Alena memanggil waitress dan memberitahu pesanan mereka.

"Selamat malam semuanya. Terima kasih atas kehadiran teman-teman, bukti dukungannya. Sejak seminggu yang lalu Pak Aldi owner sebelumnya yang memang kita kerja sama, beliau ingin menghabiskan masa tua di kampung halaman dan hanya minta modal awal bangun cafe ini, kebetulan ada tabungan. Sebenarnya itu tabungan buat nikah, tapi bisa dicari lagi lah ya. Sayang, maaf kita harus menunda pernikahan kita. Dan malam ini saya akan bernyanyi khusus buat seorang wanita cantik yang selalu membuatku tak bisa mengalihkan perhatianku darinya. Calon ibu dari anak-anakku."

Ilana tidak bohong, sepanjang berbicara mata Barry terus menatapnya. Sebenarnya apa mau laki-laki ini. Barry mulai memetik senar gitar. Alena sudah sesenggukan menangis terharu.

I wait on you

Forever

Any day

Hand and foot

Your world

Is my world

Yeah

Ain't no way

You ever

Gonna get any

Less than you should

'Cause baby

You smile

I smile

Whoa

'Cause whenever

You smile

I smile

Hey, hey, hey

Your lips

My biggest weakness

Shouldn't have let you know

I'm always gonna do what they say

If you need me

I come runnin'

From a thousand miles away

Ilana langsung menggeleng, ketika ia sadar diam-diam larut dengan lagu yang Barry bawakan. Wanita itu menarik napas panjang. Bagaimana mungkin.

Mata Ilana menabrak mata Barry laki-laki itu langsung tersenyum hangat padanya. Ilana langsung membuang wajahnya. Dasar tak tahu malu!

Alena masih berkali-kali menyeka air matanya dengan tisu. Ilana terkadang merasa kasihan dengan sahabatnya, jika mempunyai pacar seorang buaya seperti Barry. Wait, tapi bukankah Harry lebih kurang? Nama Harry dan Barry seperti membawa sial dalam hidup Ilana. Mungkin ia bisa menghindari list nama ini berikutnya.

"Ah gila! Pacar aku romantis kali, mana dia udah nabung buat nikah. Pasti tahun depan kami udah nikah." Ilana memandang Alena malas saat melihat mata sahabatnya memerah, bahkan mascaranya ikut luruh. Padahal mascara mahal tidak cepat luntur walau terkena air. 

Sekitar lima lagu, Barry menyanyikan. Dan Ilana tahu, semua lagu itu seolah ditunjukan pada dirinya bukan mau geer mata Barry tak pernah melepaskan darinya. Membuat Ilana makin tak nyaman, dan sekarang laki-laki itu menuju ke meja mereka. Ilana pura-pura menggeser menu di ponselnya. Harry sialan itu benar tak membalas pesannya. Terkadang Ilana ingin memblokir nomor Harry, tapi itu kedengarannya sangat kekanakan.

Alena masih menangis dan Barry duduk di sampingnya menenangkan. Satu tangan laki-laki itu menepuk pundak kekasihnya, tapi diam-diam tangan Barry mencari tangan Ilana setelah mendapati, laki-laki itu meremas dengan kuat. Membuat Ilana melotot tapi Barry cuek. Laki-laki buaya memang.

"Udah dong sayang. Kan mau buat senang bukan buat nangis." Tangan Barry mengelus tangan Ilana. Ilana menarik tangannya, tapi Barry tak ingin melepaskannya.

Tiba-tiba ada yang memanggil Barry. Ilana bernapas lega, gila memang laki-laki itu selalu berbuat nekat. Ilana tak tahu, hal kotor ini yang Barry lakukan padanya tapi ia tak bisa bilang pada Alena, ia takut sahabatnya salah paham. Padahal Barry yang gatal padanya.

"Aku duluan lah ya. Kok tiba-tiba sakit perut." Ilana beralasan dan menyambar tasnya. Sebelum Barry kembali dan terjadi bencana.

"Pamit ke Barry."

"Oh tolong bilangin ya. Oh iya, titip kasih selamat buat cafenya. Semoga cafenya lancar." Ilana langsung turun tangga. Cafe daun berada di tiga lantai. Di rooftop khusus untuk anak muda yang ingin minum walau para keluarga juga boleh dan disediakan live musik. Di lantai dua, khusus yang ingin makan, dan lantai bawah hanya kosong.

Ilana dengan cepat turun dan berharap bisa cepat bermanja dengan kasurnya.

"Kamu takkan pernah bisa lari dariku."

"What the fu." umpat Ilana sambil mengelus dadanya. Tiba-tiba Harry sudah meloncat di depannya.

"Minggir aku mau pulang." Ilana mendorong Barry. Laki-laki itu berdiri disana. Sekarang tinggi mereka sejajar. Ilana bisa melihat wajah Barry dari dekat.

Barry menunduk dan melihat Ilana yang memegang kunci mobilnya. Laki-laki itu langsung merampasnya dan berjalan cepat ke mobil Ilana yang berbunyi.

"What the. Kamu ngapain?" Ilana mendekati Barry. Laki-laki itu sudah duduk di kursi kemudi. Memang psikopat nih laki-laki.

"Aku antarin." tukas Barry tanpa malu.

"Aku mau pulang! Kamu punya acara, dan pacar kamu sedang di atas. Kamu gila!"

"Aku gila karena kamu."

"Psikopat!" umpat Ilana. Barry tertawa. Ilana makin merinding, sebenarnya ia ingin teriak tapi jika Barry tidak berbuat macam-macam padanya mungkin bisa ia tahan.

Kepala Ilana makin pecah saat Barry sudah keluar dari parkiran dan keluar. Mungkin Ilana bisa menyarankan Alena mencari kekasih lain karena Barry memang psikopat.

Ilana hanya diam, malas untuk berdebar dengan Barry dan ia juga tal tahu bagaimana laki-laki ini pulang nanti. Ilana memilih menutup matanya, biar saja Barry kesulitan mencari unit apartemen.

"Aku tahu unit kamu. Bahkan nomornya." Ilana langsung membuka matanya, menegakan tubuhnya dan menatap Barry horor.

"Fiks kau psikopat!"

"Bodo amat sama psikopat sebelum aku mendapatkan kamu."

"Kau gila!"

"Sudah kubilang, aku gila karena kamu sayang." Ilana hanya memegang seluruh tubuhnya merinding. Memang tak waras nih laki-laki.

Tanpa sadar, mereka sudah sampai di unit apartemen Ilana. Barry hanya memarkirkan di pinggir jalan.

"Okay turun. Dan jalan kaki pulang ke cafemu."

"Nggak segampang itu manis. Sebelum aku pergi beri aku ciuman, sudah lama aku ingin merasakan."

"Kau gila!"

"Kamu mau ciumana lembut atau dipaksa." Ilana memandang Barry. Bodohnya ia menelan ludah, ia tak mau dicium tapi ia juga tak mau dicium paksa. Nih laki-laki memang gila! Setelah ini, semoga Ilana bisa terbebas dari psikopat Barry.

Dengan pasrah setengah ikhlas Ilana memajukan wajahnya. Ilana langsung merasakan napas Barry, laki-laki itu mengecup bibirnya terlebih dahulu, sebelum Ilana menyambutnya saat lidah Barry menyeruak masuk ke dalam.

Ilana tak mengira jika Barry adalah good kisser. Ciuman bersama Harry seperti laki-laki itu setengah ikhlas melakukannya. Ilana tahu, ciuman Barry adalah ciuman penuh pujaan. Laki-laki ini memuja dirinya. Tangan nakal Barry masuk melalui dressnya dari bawah dan mulai mencari payudaranya. Ilana mendorong, mungkin Barry tahu balasan. Laki-laki itu berhenti dan semakin memperdalam ciuman mereka.

Ilana bahkan tak ingat, jika laki-laki yang ia cium ini adalah kekasih sahabatnya bukan kekasihnya. Ilana bahkan tak pernah berpikir bagaimana perassan Alena saat tahu ia seperti ini di belakang.

"Eumh.." Ilana mengeluh saat Barry menggigit lehernya. Ilana yakin, pasti bertanda dasar lelaki psikopat!

"Selamat malam cantik. Tunggu aku, aku akan membereskan semuanya sebelum kita bersama." ujar Barry memegang wajah Ilana yang ia yakin rambutnya sudah berantakan. Ilana masih mengatur napasnya.

Ilana tidak munafik ciuman Barry lebih baik daripada Harry.

🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯🍯

Kayaknya ini cerita terumit yang pernah aku bikin. Karena melibatkan semua tokoh dan tak ada satupun tokoh yang bisa dipercaya. Ikutin aja keseruan mereka.

Makasih udah baca🤗🤗🤗🤗🤗

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Mega
pusing bc nya hahhaa mirip2 namanya astaga
goodnovel comment avatar
Sri Ningsih
rumir mit mit mit kayak nya min
goodnovel comment avatar
Rizka Ahmed Syukri
nahan nafas baca novel ini,, masih penasaran alesan Harry membayikan si butbut masih penasaran alesan Nana bertahan sama Harry, belum ada ikatan juga harusnya lepas aja daripada makan ati terus seperti biasa, pasti uda banyak clue yang tersirat disini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • UNSPOKEN PAIN   LAST: STAY WITH YOU

    Layaknya sebuah keluarga bahagia, Ilana dan keluarga kecilnya akan melaksanakan kegiatan outdoor yang menyenangkan. Mereka berusaha untuk mengenalkan banyak hal pada putri mereka. Hari ini, akan diadakan camping di belakang rumah. Usia Elena sudah tiga tahun, sudah belajar banyak hal, dan mencoba-coba banyak hal, serta memiliki rasa penasaran yang begitu tinggi. Tapi, Ilana tahu putrinya cuek dan lebih suka melakukan banyak hal sendiri. "Elena, kita akan bercamping di belakang rumah. Apa yang perlu dibawa?" Elena menatap ibunya, tidak banyak bicara dan langsung menuju kamarnya, bocah itu membawa buku dongeng dengan campuran warna pink dan biru. "Bantuin Mami dan Daddy bawa barang ke belakang?" tawar Ilana, Elena mengangguk dan mencoba membantu barang-barang kecil yang sekiranya bisa dia bawa. Ilana dan Barry sudah merencanakan hal ini lama, jadi, mereka akan bersenang-senang. Di belakang rumah, sengaja dibuat bany

  • UNSPOKEN PAIN   Bagian 50: Rempongnya Punya Bayi

    Ilana melihat pantulannya di cermin, masih dengan perut yang belum kempes, dia mengangkat sedikit kaosnya dan mengelus-elus perutnya.Dia berbalik dan melihat sebuah kedamaian berada di depannya, Elena.Bayi berumur dua minggu, 13 hari lebih tepatnya.Hari ini, Ilana akan sibuk, karena pemotretan Baby Elena. Seperti orang tua kebanyakan, mereka ingin mengambil banyak moment-moment indah dan pertumbuhan putrinya.Dengan persiapan yang hampir rampung, mereka menyewa sang fotografer untuk datang ke rumah. Tak lupa, Ilene dengan segala kerempongan yang dia punya. Ilene juga akan melakukan pemotretan bayi kembarnya yang sudah berusia dua bulan, ibu-ibu rempong itu memotret bayinya setiap bulan, dengan kostum yang beda-beda."Jangan lupa bawa tisu, popok, baju-baju kalian. Jangan sampai, tiba di sini baru sibuk." Ilana langsung menelpon Ilene dan mengingatkan, dia tahu Ilene itu berisik, Ilana tak suka, jika Ilene bertamu ke

  • UNSPOKEN PAIN   Bagian 49: Barry, Suami yang Teraniaya

    Kebanyakan menonton film yang megah, modern, dan kehidupan yang dinamis, membuat Ilana selalu membayangkan Hawaii sebagai salah satu kota yang layak dikunjungi, dream country, yang wajib dikunjungi selama kamu hidup.Tapi, apa yang terpampang di depan matanya membuat dia terdiam dan bisa melihat dunia dalam pandangan yang lebih luas. Ilana berjalan pelan, sambil memperhatikan banyak homeless yang memeluk tubuhnya kepanasan atau kedinginan dengan perut kosong yang luar biasa.Dia melihat seorang wanita berusia sekitar 40 tahun sedang menikmati mie dengan lahap, dan Ilana bisa menduga, itu adalah salah hidangan terenak yang masuk dalam mulutnya.Ilana masih terdiam, ketika merasakan tubuhnya ditarik oleh Barry, karena mereka sedang melintasi zebra cross.Ilana menggengam tangan suaminya, niat awal bulan madu dan bersenang-senang, dan banyak hal yang dipaparkan di wajahnya, bahwa beginilah kehidupan yang sesungguhnya.Ilana

  • UNSPOKEN PAIN   Bagian 48: Ujian Cinta

    Kalau kamu mendengar kata Hawaii atau membaca kata Hawaii, apa yang pertama terlintas dipikiranmu? Pantai, pohon kelapa, ombaknya, masyarakatnya yang ramah, gunung berapi, atau hula-hula?Dalam benak Ilana, Hawaii itu sebuah pulau dengan banyak pantai cantik seperti kartun Moana. Dan benar adanya, walau mereka tetap disambut banyak gedung-gedung tinggi."Aku tahu ini sensitif, tapi, Ayah kamu ke mana?""Aku nggak yakin, pernah diceritakan, tapi, hanya sekilas. Banyak anak-anak kurang beruntung seperti aku yang tidak punya orang tua lengkap, Nana. Bahkan, aku kurang dekat sama ibu sendiri karena keadaan yang memaksa seperti itu."Ilana alihkan pandanganya keluar dari bus, dan merenungi kata-kata tadi. Barry benar, tidak semua anak-anak beruntung untuk punya keluarga utuh yang harmonis seperti keluarganya. Bahkan, ada anak yang punya keluarga utuh tapi mempunyai orang tua yang abusive.Dia mencoba mengingat-ingat masa ke

  • UNSPOKEN PAIN   Bagian 47: Honeymoon Rombongan

    "Hahaha. Malam pertama, tapi, udah unboxing duluan. Nggak seru ah!" Ilana harusnya tahu, dia mempunyai keluarga ember bocor. Dia memang tidak tersinggung, dan memang begitu faktanya. Tapi, mendengar ejekan itu, kenapa rasanya mengesalkan? Itu adalah ejekan Ilene padanya. Resmi satu minggu menikah dan dia pulang ke rumah tuanya, Ilana sedang mempersiapkan bulan madu ke Hawaii. Tempat tinggal Ibu Barry. Hari ini, mereka akan ada bakar-bakar. Bakar ikan, bakar ayam, bakar jagung, bakar sampah. Bundanya sedang sibuk, di saat para menantu lelaki sibuk membantu ibu mertua mereka yang cantik. Sebagai seorang koki handal, Barry sedang mengipas-ngipas makanan di atas tungku arang tersebut. Sebenarnya Ilene ingin membantu, tapi disuruh duduk oleh suami, dua ibu hamil itu tidak diizinkan untuk bekerja. Mereka hanya boleh mencicipi. "Ahhh! Bosan bangat hidupku, Tuhan!" Ilana dan Ilene sama-sama menoleh ke sumber suara

  • UNSPOKEN PAIN   Bagian 46: You Owe Me A Dance

    Pita pink dengan tatanan dekorasi meja bundar. Hiasan lentera kertas yang menggantung di atap tenda warna-warni.Sudah tidak ada konsep pernikahan, jika yang ditampilkan adalah seluruh konsep dipadu-padankan.Awalnya, Ilana tidak begitu antusias menyambut pernikahannya sendiri, tapi, dia tidak bisa bohong, jika, sekarang dia merasa gugup luar biasa.Venue yang mereka pilih adalah di halaman belakang, karena Ilana hanya ingin sederhana, walau sudah disulap bundanya menjadi lebih baik. Bahkan, Ilana sampai terdiam, bagaimana mungkin pernikahan yang dia impikan sederhana terjadi begitu mewah di matanya. Dia senang, dia punya keluarga yang luar biasa bisa diandalkan.Ilana menarik sedikit long laces veil yang panjang hingga bokongnya. Sedikit mahkota kecil mewah di atas kepalanya walau dia sudah protes karena kebanyakan aksesoris.Dia mematut dirinya di cermin sekitar tiga menit, melihat wajahnya yang berubah total dan jug

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status