LOGINDi Kerajaan Astaria, sebuah negeri yang diatur oleh hierarki kaku dan tradisi kuno, Tuan Putri Elara adalah permata mahkota. Namun, hati Elara merindukan kebebasan dan kehangatan yang tidak dapat diberikan oleh sangkar emas istana. Ariel adalah seorang anak yatim piatu yang diselamatkan dari jalanan dan dipekerjakan sebagai petugas kebersihan pribadi di sayap istana Elara. Perbedaan status mereka mutlak. Ariel adalah bukan siapa-siapa. Namun, takdir mempertemukan mereka dalam keintiman yang tak terduga. Malam-malam yang sunyi, Elara mulai mencari pelarian dari tekanan takhtanya, dan ia menemukannya pada Ariel. Ikatan emosional terlarang ini memicu gairah yang harus mereka sembunyikan dari seluruh kerajaan. Mereka harus menghadapi ancaman dari penguasa yang kejam, intrik dari para bangsawan yang cemburu, dan hukum kerajaan yang menghukum mati bagi siapa pun yang berani melanggar batas kasta. Mampukah cinta mereka bertahan melawan takdir yang tampaknya sudah tertulis?
View MoreDinding batu istana Kerajaan Astaria selalu terasa dingin, meskipun di tengah musim panas. Itu adalah dinginnya sejarah, dinginnya etiket, dan dinginnya harapan yang diletakkan di pundak Tuan Putri Elara.
Di sayap pribadi Elara, di mana sutra dan porselen bertahta, Ariel bergerak seperti bayangan. Dia mengenakan seragam abu-abu yang membuat semua pelayan terlihat sama—tak terlihat. Itu adalah peran yang ia pelajari dengan sempurna. Sebagai anak yatim piatu tanpa nama belakang, ia tahu keberadaannya diukur dari seberapa baik ia menghilang. Tugasnya hari ini adalah mengganti rangkaian bunga Lilios ungu di samping jendela besar. Bunga-bunga itu mahal, berumur pendek, dan sangat wangi, kontras dengan kehidupan Ariel yang keras dan tanpa kemewahan. Tangan Ariel bergerak cekatan. Ia memotong batang, mengganti air dingin di vas kristal, dan menyeka tetesan air yang jatuh ke meja kayu kenari. Seluruh proses itu memakan waktu kurang dari lima menit. Itu adalah efisiensi yang nyaris mekanis, sebuah hasil dari tahun-tahun pelatihan. Namun, saat ia berbalik, matanya tanpa sengaja terangkat. Di ambang pintu balkon, Putri Elara berdiri. Dia mengenakan gaun tidur satin berwarna biru langit. Rambut pirangnya yang panjang terurai di punggung, dan seutas kalung mutiara yang diberikan ibunya melingkari lehernya yang jenjang. Elara tidak memandang Ariel. Matanya terarah pada langit-langit berukir emas, ekspresinya adalah campuran kelelahan dan kerinduan yang mendalam. Ia tampak seperti patung yang terlalu cantik, terlalu berharga, untuk berada di dunia ini. Di usia dua puluh tahun, Elara telah dijodohkan dengan tiga pangeran berbeda dan berhasil menolak semuanya, namun tekanan untuk mengamankan suksesi Astaria kini berada pada titik didih. Seminggu lagi, Pangeran dari Kerajaan Varen akan tiba. Ariel segera menundukkan kepala. Itu adalah aturan: jangan pernah menatap Tuan Putri kecuali dipanggil. "Sudah selesai, Ariel?" Suara Elara lembut, tetapi selalu memiliki lapisan kesedihan yang tak terucapkan. "Sudah, Tuan Putri," jawab Ariel, suaranya serendah mungkin. "Terima kasih. Anda boleh pergi." Ariel membungkuk rendah. Ia merasakan hawa dingin merambat di tengkuknya. Bukan dingin istana, tetapi dinginnya bahaya. Setiap detik yang ia habiskan di ruangan ini, setiap kata yang ia tukarkan, adalah pelanggaran potensial terhadap status quo. Saat ia mencapai pintu, Elara berbicara lagi, kali ini tanpa menoleh. "Bunga Lilios... Saya lebih suka wangi Seroja." Ariel berhenti. Ia tidak berani berbalik. Seroja adalah bunga yang tumbuh liar di padang rumput di luar gerbang istana, bunga yang tidak akan pernah diizinkan masuk ke ruangan Putri. Itu adalah bunga yang disukai oleh rakyat jelata, dan mungkin, oleh hati Elara yang terkurung. "Saya akan mencatatnya, Tuan Putri. Saya minta maaf." "Jangan minta maaf. Anda hanya melakukan perintah. Itu yang terbaik," kata Elara, nadanya terdengar seperti ia berbicara tentang dirinya sendiri. Ariel keluar, menutup pintu kayu ek dengan keheningan yang sempurna. Di balik pintu, ia bersandar sejenak, dadanya terasa sesak. Ia mencium aroma Lilios yang kuat di udara, tetapi yang paling ia ingat adalah mata biru Elara yang tertutup oleh kesedihan. Dia tidak meminta bunga itu dari saya, pikir Ariel. Dia hanya memberi tahu saya rahasia. Dan di sayap pribadi itu, Elara, sang Tuan Putri, akhirnya menoleh dan menatap pintu yang baru tertutup. Ia melihat pelayan itu—Ariel—bukan sebagai anak yatim piatu tanpa masa depan, tetapi sebagai satu-satunya bayangan di dalam cahaya emas yang memberinya rasa aman. Malam itu, Elara tidak dapat tidur. Ia bangun, dan dengan gaun tidur satinnya, ia berjalan keluar. Ia tidak menuju ruang pertemuan, tidak pula ke perpustakaan. Ia berjalan ke dapur kecil pribadi di sayapnya, di mana Ariel sedang membersihkan sisa piring makan malam terakhir. "Ariel," bisik Elara. Ariel terkejut. Ia menjatuhkan sendok perak yang ia pegang. Suara sendok yang beradu dengan lantai marmer terdengar sangat keras dalam keheningan malam. Ia menoleh, dan melihat Tuan Putri Elara berdiri sendirian, di luar jam yang seharusnya. Wajahnya pucat diterangi cahaya lilin. "Tuan Putri, ada apa? Saya—" "Jangan bicara. Hanya... ikut saya." Ariel merasa tenggorokannya tercekat. Perintah ini, di tengah malam yang sunyi, terasa lebih berbahaya daripada intrik politik manapun. Namun, tidak ada pilihan. Ia adalah pelayan. Ia harus memuaskan. Ia mencuci tangannya, mengeringkannya dengan cepat, dan mengikuti Tuan Putri Elara ke dalam lorong gelap yang menuju ke kedalaman istana, menuju ke intrik, dan menuju ke takdir yang tak terhindarkan.Era "Masa Redup" seharusnya menjadi masa ketenangan, namun bagi mereka yang terobsesi dengan kekuasaan masa lalu, keheningan ini adalah penghinaan. Di kedalaman Benteng Bayangan, Kravos telah menemukan cara untuk memeras sisa-sisa energi dari garis waktu yang telah mati. Ia tidak lagi mencari "Aliran Harmoni" atau "Keteraturan Absolut"; ia mencari Entropi.Kumparan Merah KravosKravos dan pengikutnya berhasil mengubah "Dead Coils" (Kumparan Mati) menjadi senjata yang mengerikan. Dengan menggunakan darah dan kemarahan sebagai katalis, mereka menyalakan kristal-kristal tersebut hingga memancarkan cahaya merah darah. Energi ini disebut sebagai Resonansi Merah—sebuah energi temporal yang korosif yang tidak mengalirkan waktu, melainkan menghancurkannya."Jika kita tidak bisa memiliki Nadi Waktu," geram Kravos saat jeruji selnya mulai meleleh di bawah pengaruh panas merah, "maka tidak ada yang boleh memiliki masa depan."Pelarian dari Benteng Bayangan berlangsung cepat dan brutal. Para
Dunia setelah kunjungan The Watchers of the Void tidak lagi sama. Langit Kael yang biasanya bergetar dengan cahaya kebiruan dari Nadi Waktu kini tampak biru pucat yang tenang, statis, dan bisu. Fenomena "The Great Desync" telah meninggalkan luka permanen: energi temporal yang dulu melimpah seperti air di sungai, kini kering hingga menyisakan genangan-genangan kecil yang tak lagi mampu menggerakkan mesin-mesin besar atau memberikan penglihatan masa depan yang jernih.Kael dan Obsidian kini memasuki era yang disebut "The Dimming" (Masa Redup).Matinya Nadi WaktuRatu Lyra I terbangun dengan perasaan hampa yang menyesakkan. Selama hidupnya, Flow of Harmony adalah kompas yang menuntun setiap langkahnya. Kini, ketika ia mencoba menjangkau aliran waktu, ia hanya menemukan kegelapan yang tenang. Kemampuannya untuk melihat jalur-jalur masa depan telah hilang sepenuhnya."Aku buta, Zephyr," bisik Lyra saat mereka berdiri di balkon istana, memandang kota yang mulai berdenyut tanpa bantuan
Kedamaian yang baru ditemukan setelah pengorbanan Pangeran Kaelen-Zephyrus di Lembah Keheningan ternyata hanyalah ketenangan sesaat sebelum badai kosmik melanda. Selama berabad-abad, Kael menganggap bahwa waktu adalah milik mereka untuk diatur, dilindungi, atau diadaptasi. Namun, mereka lupa bahwa aliran waktu yang mereka manipulasi adalah bagian dari samudra yang jauh lebih luas, yang memiliki penjaganya sendiri: The Watchers of the Void (Para Penjaga Kehampaan).Sinyal yang Tak TerbendungSemuanya dimulai dengan fenomena yang disebut "The Great Desync" (Desinkronisasi Besar). Di seluruh Kael dan Obsidian, instrumen temporal mulai berperilaku aneh. Jam mekanis di Obsidian berdetak dengan ritme yang tidak konsisten, sementara Nadi Waktu para peramal di Akademi Nadi mulai memancarkan warna abu-abu yang mati, bukan cahaya kebiruan yang biasanya.Ratu Lyra I merasakan getaran ini di dalam tulang-tulangnya. Flow of Harmony yang biasanya membimbingnya kini terasa seperti radio yang pe
Dua belas tahun telah berlalu sejak serangan Faksi Purist yang gagal. Pangeran Kaelen-Zephyrus, yang kini menginjak usia remaja, telah tumbuh menjadi sosok yang tenang, namun kehadirannya membawa gravitasi yang tak tertandingi di Istana Kael. Jika kakeknya, Elias I, adalah "Echo of the Void" yang mendengarkan waktu, maka Kaelen-Zephyrus adalah "The Decree's Voice" suara yang menetapkan kenyataan.Kekuatan Kedaulatan TemporalBagi Kaelen, dunia tidak pernah terasa tidak pasti. Masalahnya bukan karena ia tahu apa yang akan terjadi, melainkan karena apa yang ia inginkan cenderung menjadi kenyataan. Jika ia merasa hari itu harus cerah, awan akan menyingkir. Jika ia merasa seorang pelayan harus jujur, pelayan itu tidak akan bisa berbohong. Kekuatan ini, yang disebut Lyra sebagai Kedaulatan Temporal, adalah gabungan dari ketetapan Obsidian dan kehendak bebas Kael.Namun, kekuatan ini adalah penjara bagi orang-orang di sekitarnya."Ibu," kata Kaelen suatu pagi di taman istana. Ia sedang






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.